Tak Terapkan PSBB, Begini Gaya Kepemimpinan Gubernur Bali Tangani Covid-19

Tri Apriyani | bellinda jasmine miranda
Tak Terapkan PSBB, Begini Gaya Kepemimpinan Gubernur Bali Tangani Covid-19
Gubernur Bali I Wayan Koster (Antara foto)

Kasus pertama terkait pandemi Covid-19 di Indonesia yang diidentifikasi pada awal Maret 2020 menjadi awal munculnya kasus serupa lainnya di berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali Provinsi Bali.

Sebagai salah satu destinasi wisata bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara tentu mengundang kekhawatiran bahwa Bali akan mengalami peningkatan kasus harian yang tinggi, mengingat banyaknya jumlah kedatangan wisatawan asing ke Bali.

Namun, rupanya provinsi yang dikenal dengan berbagai pantai indahnya tersebut berhasil menepis kekhawatiran yang ada dengan mampu menaklukan Covid-19 melalui pemanfaatan kearifan lokal.

Sejak kasus Covid-19 ditemukan pertama kali di wilayahnya pada 10 Maret 2020, Gubernur Bali bertindak secara cepat dan tanggap melalui penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai serta tenaga medis yang kompeten hingga memberdayakan kearifan lokal sehingga mampu menekan penyebaran Covid-19.

Alih-alih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti kebanyakan daerah di Indonesia, I Wayan Koster memutuskan untuk menerapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Non-Pembatasan Sosial Berskala Besar (PKM Non-PSBB).

Gubernur Bali merasa PSBB belum perlu diterapkan di Bali dikarenakan jumlah angka kasus transmisi lokal dari seluruh total jumlah kasus positif Covid-19 di daerah tersebut masih dianggap kecil berdasarkan perhitungan dan pertimbangan dengan Ketua Harian Tugas dan Wakil Gubernur beserta tim lainnya.  

Gaya Kepemimpinan Gubernur Bali tersebut dalam membuat keputusan selaras dengan kepemimpinan partisipatif menurut Yukl (2013), yaitu pengambilan keputusan melalui konsultasi terkait opini dan ide, dimana pengambilan keputusan dilakukan setelah pertimbangan yang matang.

Adapun I Wayan Koster juga memiliki gaya kepemimpinan transformasional dalam menghadapi pandemi ini, yaitu kepemimpinan dengan mendorong pemikiran inovatif serta menggunakan nilai-nilai moral para pengikutnya sebagai hal penting untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang suatu permasalahan.

Dalam hal pandemi ini yaitu terkait pemanfaatan kearifan lokal dengan mengutamakan nilai-nilai kebudayaan yang dipercayai masyarakat Bali sebagai suatu inovasi dalam menangani Covid-19.

Menindaklanjuti hal tersebut, pihaknya pun segera membentuk satuan tugas berbasis Desa Adat dengan Majelis Desa Adat dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dalam rangka merumuskan pola penanganan yang tepat.

Gubernur Bali menjadikan Desa Adat sebagai salah satu cara utama yang diandalkan dalam menangani Covid-19 karena kepemilikan hukum adat yang dirasa bersifat mengikat secara lebih kuat bagi masyarakat.

Pelaksanaan Desa Adat bersinergi dengan aparat keamanan, Babinsa, dan Kelurahan meliputi dua kegiatan utama yaitu Niskala berkaitan dengan ritual keagaman dan Sekala terkait upaya-upaya yang tampak. Aparat keamanan dikerahkan dengan tidak hanya melibatkan Satpol PP, melainkan juga dengan melibatkan peran polisi adat atau pecalang.

Pelibatan polisi adat dapat secara efektif menekan angka kasus Covid-19 karena masyarakat cenderung enggan untuk melanggar karena rasa menghargai atas adat yang berlaku.

Pemanfaatan kearifan lokal juga diikuti dengan perkembangan penyediaan laboratorium uji swab berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu melakukan pengujian dengan kapasitas sebanyak 490 sampel per hari. Selain itu, Gubernur Bali juga berupaya melakukan pengaman secara ketat bagi pihak yang hendak memasuki wilayah Bali untuk urusan pekerjaan.

Terdapat beberapa persayaratan yang harus dipenuhi, meliputi membawa surat tugas dari kantor, menyertakan surat kesehatan dan bukti hasil rapid test di tempat sebelumnya, serta wajib menggunakan masker dan kondisi tubuh harus sehat.

Pihak Bali juga akan kembali melakukan swab test guna memastikan kesehatan para pihak yang hendak memasuki wilayah Bali, salah satunya diterapkan di pelabuhan gilimanuk yang dalam sebulan dapat melakukan pengujian kepada 1000 orang.

Hal tersebut juga dilaksanakan di tingkat daerah melalui koordinasi dari pihak pusat guna menyelaraskan tujuan yaitu menekan angka Covid-19.

Salah satu koordinasi antara pusat dan daerah tersebut direfleksikan pada Kota Denpasar dengan melakukan pengamanan secara ketat di perbatasan wilayahnya, serta penetapan aturan di pasar terkait jarak antara satu lapak pedagang dengan yang lainnya yaitu sekitar 1,5 meter, hal tersebut dilakukan guna menghindari kerumunan penjual dan pembeli.

Adapun pemanfaatan kearifan lokal dalam menghadapi covid 19 oleh I Wayan Koster sempat membawa keberhasilan dalam menekan angka kasus harian di Bali bahkan menuai pujian dari Presiden Jokowi hingga media asing.

Namun, nyatanya per tanggal 10 Juni, Bali dihadapkan pada kondsi lonjakan jumlah kasus sebanyak 32 kasus sehingga menambah akumulasi keseluruhan kasus di Bali yaitu menjadi 640 kasus.

Rupanya ketika Gubernur Bali tersebut melakukan pemantauan di lapangan, ditemukan penurunan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.

Oleh karena itu, dalam menghadapi pandemi ini, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, perlu adanya sinergitas dari pihak masyarakat untuk dapat berkontribusi menekan angka penularan dengan menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan rutin dengan sabun dan air yang mengalir atau menggunakan hand sanitizer dan selalu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat demi keselamatan masyarakat itu sendiri.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak