Pertumbuhan Ekonomi Minus, Akankah Indonesia Mengalami Resesi?

Tri Apriyani | feby nabila
Pertumbuhan Ekonomi Minus, Akankah Indonesia Mengalami Resesi?
Ilustrasi krisis ekonomi. (Shutterstock)

Dampak Covid-19 menyambar sektor ekonomi, beberapa negara di dunia telah menyatakan resesi seperti Amerika Serikat, Singapura, Korea Selatan, Hongkong dan Uni Eropa. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara tersebut sudah minus dalam 2 kuartal secara berturut-turut.

Resesi adalah kondisi di mana terjadi kelesuan ekonomi yang ditandai dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara negatif selama 2 tahun berturut-turut.  

Pada Rabu (5/8) BPS telah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II minus 5,32% (yoy), hal ini memicu kekhawatiran Indonesia akan mengalami resesi seperti negara lain jika pada kuartal III pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali minus.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia hanya mengalami kontraksi ekonomi, belum bisa disebut resesi. “Sebenarnya kalau dilihat secara YoY kita belum resesi, kita baru mengalami kontraksi. Untuk resesi dilihat secara year on year 2 kuartal beruturut-turut” ujarnya, Konfrensi Pers Virtual, Rabu(5/8/2020).

Menteri Keuangan juga optimis bahwa Indonesia tidak akan resesi dengan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak minus pada kuartal ke III dan seterusnya. “Data pada kuartal ke II ini akan menjadi pemicu agar pada kuartal III dan IV kedepan tidak negatif, jika itu terjadi maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di zona positif sekitar 0-0,5%” ujarnya, Konfrensi Pers Virtual, Rabu(5/8).

Meskipun saat ini Indonesia belum mengalami resesi, tetapi masih ada kemungkinan terjadi karena saat ini penanganan pandemi virus corona belum optimal sehingga masyarakat masih enggan atau takut untuk berbelanja, padahal kunci utama perekonomian terdapat pada konsumsi rumah tangga.

Saat ini, perekonomian di seluruh dunia sedang mengalami penyesuaian terhadap kondisi baru. Akibatnya perlu ada penyesuaian kebijakan serta aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun bank sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pengelolaan aspek tenaga kerja, barang modal, dan sumber daya produktif lainnya yang sesuai dengan protokol Covid 19.

Selain itu, menurut Edhie Purnawan, ekonom senior Universitas Gadjah Mada dikutip dari Kompas.com (7/8/20), pekerja yang menganggur juga harus dicarikan jalan keluar untuk menemukan pekerjaan baru. Hal ini dilakukan agar tingkat belanja (konsumsi) tidak menurun.

Budi Gunadi Sadikin selaku Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk berbelanja di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).

Sebab, akibat pandemi ini, banyak masyarakat yang urung berbelanja bukan karena tidak memiliki uang, tetapi karena rasa khawatir terpapar Covid-19. Hal ini menjadi konsentrasi pemerintah untuk membuat rasa aman keluar rumah dan melakukan aktivitas ekonomi sehingga roda ekonomi dapat berputar kembali.

Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa kesehatan dan ekonomi harus diutamakan keduanya, tidak bisa salah satunya. Apabila pemerintah hanya fokus pada penutupan-penutupan sektor di bidang ekonomi dan membuat kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) saja, maka roda perekonomian akan sulit berjalan, kesejahteraan masyarakat menurun, imun tubuh juga menurun sehingga penyakit mudah masuk.

Kemudian apabila pemerintah membuka sektor-sektor ekonomi, maka dapat berpeluang membuat kluster baru, menambah pasien di rumah sakit, hingga akhirnya menambah biaya yang dapat memperbesar peluang Indonesia menjadi resesi ekonomi. Sebaik mungkin Indonesia harus menghindari resesi, karena kalau tidak, tidak menutup kemungkinan kejadian 1998 akan terulang kembali.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak