Melawan Ketabuan, Wanita Haid Tidak Boleh Masuk Masjid

Tri Apriyani | Tsaniya NR
Melawan Ketabuan, Wanita Haid Tidak Boleh Masuk Masjid

Haid atau datang bulan sudah menjadi fitrah sekaligus karunia dari Allah swt kepada kaum hawa. Namun, hal ini nampaknya masih dianggap tabu bagi beberapa masyarakat apabila disangkutpautkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah. Seperti apa maksudnya ?

Wanita haid memang tidak diperkenankan untuk sholat dan berpuasa. Tapi apakah benar, wanita haid tidak boleh masuk masjid? Padahal, selain sebagai tempat beribadah, masjid juga kerapkan dijadikan sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin mendalami ilmu keagamaan seperti pengajian, dsb.

Dalam tulisan ini, saya akan mengutip penjelasan dari  Majalah Suara Muhammadiyah No. 5, tahun 2014 untuk membantu menjawab persoalan ketabuan masyarakat dalam kasus ini.

Hukum wanita haid masuk masjid, terdapat perbedaan pendapat, ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Dalil yang digunakan bagi yang melarang adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut: 

[ ] .

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Yahya, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniyyah dari al-Khathab al-Hajariy dari Mahduj adz-Dzuhliy dari Jasrah, ia berkata telah mengkhabarkan kepadaku Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk halaman masjid kemudian mengumumkan dengan suara keras, sesungguhnya masjid tidak halal untuk orang junub dan tidak pula untuk orang haid” [HR. Ibnu Majah].

Juga hadis yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata:

… [ ].

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menyertakan wanita yang sedang haid dan wanita pingitan pada dua hari Raya. Mereka menyaksikan kumpulan kaum muslimin dan dakwah untuk mereka. Adapun wanita yang sedang haid supaya menjauh dari tempat shalat …” [HR. al-Bukhari].

Sedangkan dalil yang dikemukakan oleh ulama yang membolehkan adalah hadis sebagai berikut:

[ ].

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: Ambilkan sajadah untukku di masjid! Aisyah mengatakan: Saya sedang haid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya, haidmu tidak berada di tanganmu” [HR. Muslim].

Dan sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah:

…[ ].

Artinya: “Kami keluar untuk melaksanakan haji, ketika kami sampai di Sarif saya mengalami haid, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui aku, sementara saya sedang menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Apakah kamu sedang haid? Saya menjawab: Ya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ini masalah yang telah ditentukan Allah bagi kaum wanita, maka lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali jangan tawaf di Kakbah …” [HR. al-Bukhari].

Masing-masing pendapat telah mengajukan dalil masing-masing, selanjutnya perlu adanya analilis mendalam agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai sebuah dalil baik al-Qur'an maupun hadis.

1. Dalil yang digunakan oleh ulama yang melarang wanita haid masuk masjid, yakni Hadis riwayat Ibnu Majah yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, ternyata hadisnya tidak shahih, karena al-Khathab al-Hajariy dan Mahduj adz-Dzuhliy adalah majhul (tidak diketahui). Oleh sebab itu, hadis tersebut tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melarang wanita haid masuk masjid.

Sementara hadis yang berkaitan dengan wanita haid hendaknya menjauhi mushalla (tempat shalat), maksudnya tidak berada pada shaf shalat. Tetapi mereka dibolehkan berada di lapangan tempat dilaksanakan shalat menyaksikan kaum muslimin dan khutbah ‘Id yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, dalil ini pun kurang tepat jika dijadikan dalil untuk melarang wanita haid masuk masjid.

2. Sedangkan dalil yang digunakan oleh ulama yang membolehkan yaitu hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah, dapat dipahami bahwa hadis tersebut di atas tidak menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan ‘Aisyah harus segera keluar dari masjid atau boleh masuk masjid tapi sekedar mengambil al-khumrah (sajadah kecil) saja. Beliau hanya menerangkan haid tidak di tanganmu, sehingga selama tidak mengotori masjid (dari darah haid), maka diperbolehkan wanita untuk berada di dalam masjid.

Kemudian hadis yang berkenaan dengan pelaksanaan haji, ‘Aisyah mengalami haid. Dalam hadis di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang ‘Aisyah untuk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji lain boleh masuk ke masjid, maka demikian pula wanita haid (boleh masuk masjid). Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya melarang ‘Aisyah untuk tawaf di Kakbah.

Berangkat dari keterangan di atas kompromi yang dapat diambil yakni membolehkan wanita haid untuk memasuki masjid, dengan syarat:

1. Ada hajat, termasuk di dalamnya mendengarkan pengajian, dan

2. Tidak sampai mengotori masjid (dari darah haid).

Demikian penjelasan  tentang kebolehan wanita haid yang ingin masuk masjid, dengan menjaga dua syarat di atas.

Semoga bisa menjawab kasus ketabuan masyarakat yang menyebutkan wanita haid tidak boleh masuk masjid.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No. 5, 2014

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak