Bagi penduduk Kota Mekkah, umrah setiap waktu adalah hal yang biasa. Sebiasa Anda berangkat shalat di masjid sebelah rumah. Itu beberapa bulan yang lalu sebelum pandemi virus corona Covid-19 hadir. Sejak pandemi hingga saat ini, umrah bagi penduduk Kota Mekkah sudah tidak lagi sama.
Hampir 2 tahun saya tinggal di Kota Mekkah, Saudi Arabia. Saya merasakan betapa mudahnya melakukan ibadah umrah. Cukup 15 menit menggunakan mobil, saya sampai di masjidil haram tanpa perbekalan yang banyak. Apalagi untuk penduduk yang tinggal dan bekerja di sekitaran masjidil haram sudah tak terhitung lagi berapa kali mereka shalat di masjidil haram.
Saya patut bersyukur, karena bulan ini kami yang tinggal di Saudi Arabia seperti mendapatkan angin segar. Setelah hampir 8 bulan masjidil haram ditutup untuk umum, akhirnya kembali dibuka hanya untuk penduduk yang tinggal di Saudi Arabia saja. Semua orang menyambutnya dengan antusias. Pemerintah saudi memperlakukan protokol kesehatan yang ketat bagi seluruh jemaah baik jemaah yang melaksanakan shalat fardhu maupun ibadah umrah. Yah, demi kebaikan umat tentu saja.
Untuk bisa melaksanakan ibadah di masjidil haram, kami diwajibkan untuk mendaftarkan diri melalui aplikasi eatmarna. Aplikasi ini khusus diperuntukkan bagi mereka-mereka yang akan melaksanakan ibadah shalat dan ibadah umrah di masjidil haram. Jadi, hanya jemaah yang mendapatkan ijin dari aplikasi eatmarna yang diperbolehkan masuk ke masjidil haram dengan waktu yang dibatasi tentunya. Hal ini bertujuan untuk membatasi jumlah jemaah yang beribadah di masjidil haram dan mengurangi kemungkinan tersebarnya virus corona.
Sekarang ini, di Saudi Arabia sudah mengalami penurunan jumlah kasus pasien positif virus corona Covid-19. Tiga bulan yang lalu, dalam sehari bisa mencapai 3000-4000 kasus pasien positif corona. Hari ini menurun hanya 300-400 orang pasien positif corona per hari. Mungkin ini yang menjadi alasan pemerintah Saudi mulai longgar membuka kembali masjidil haram untuk masyarakat umum.
Dulu sebelum pandemi ini hadir, kami yang tinggal di Saudi Arabia bebas melaksanakan ibadah shalat dan ibadah umrah. Cukup datang ke masjidil haram, kami bisa shalat maupun umrah. Bebas. Sekarang, tanpa aplikasi eatmarna dan tanpa ijin resmi dari ministry of hajj, kami tidak dapat melaksanakan ibadah umrah.
Dalam sehari, dibatasi beberapa kloter jemaah yang masuk ke masjidil haram. Segala aktifitas shalat dan umrah untuk jemaah dihentikan selama waktu shalat magrib hingga shalat isya. Jam-jam ini digunakan untuk membersihkan dan mensterilkan masjidil haram. Pemberlakuan ini akan semakin longgar ke depannya. Bahkan mulai awal tahun depan direncanakan Saudi Arabia akan membuka penerbangan International. Harapannya tentu terbukanya kesempatan ibadah umrah untuk jemaah dari Indonesia.
Selama pandemi ini, pemandangan di masjidil haram berubah total. Setiap jemaah yang memasuki masjidil haram diwajibkan memakai masker dan otomatis dicek suhu oleh mesin pendeteksi suhu sehingga hanya jemaah sehat yang diperbolehkan masuk. Ka'bah juga dikelilingi pagar-pagar. Para jemaah tidak diperkenankan menyentuh ka'bah. Kran-kran air zam-zam ditutup. Air zam-zam hanya didistribusikan ke jemaah oleh para pekerja dalam botol-botol yang sudah tersteril. Terakhir tentu saja pemberlakuan social distancing.
Sampai kapan pemandangan ini akan berlangsung? Lalu, apakah masih ada keistimewaan melaksanakan ibadah umrah sekarang ini?
Tentu saja sangat istimewa umrah di pandemi virus corona ini. Pemandangan berdesak-desakan antara jemaah umrah sudah tidak ada lagi. Anda bisa berjalan dengan santai dan khusu' selama proses ibadah umrah berlangsung. Waktu yang akan Anda tempuh juga semakin cepat dan efisien. Selain itu, inisiatif berbelanja juga sepertinya ikut menguap.
Pandemi virus corona ini ternyata merubah banyak hal. Siapa yang akan menyangka ibadah umrah di tengah pandemi ini bisa memberi efek kebahagiaan dan efek ketakutan secara bersamaan. Takut tertular virus corona tentu saja. Bahagia bisa beribadah lagi di masjidil haram sudah pasti. Namun, dibalik semua itu ada harapan para pekerja-pekerja hotel disekitar masjidil haram yang dirumahkan sejak masjidil haram di tutup untuk umum. Ada para pedagang makanan dan pernak pernik, serta oleh-oleh umrah yang menggantungkan keuntungan penjualan dari para jemaah umrah.
Saya merasakan sendiri perbedaan suasana di Kota Mekkah ketika masih ada banyak jemaah umrah dari berbagai negara datang berkunjung. Sepi dan lenggang. Bangunan hotel-hotel megah di mekkah seperti tidak berpenghuni. Siapa lagi yang akan menempati? Krisis ekonomi begitu terasa. Apalagi sejak pemerintah Saudi menaikkan pajak dari 5% menjadi 15% pada awal bulan Juli 2020.
Beberapa saat yang lalu, saya berkunjung ke kota Jeddah di Corniche Mall tepatnya. Di tempat ini biasanya para jemaah umrah datang untuk berbelanja khususnya jemaah umrah dari Indonesia. Banyak pertokoan di sana yang bertuliskan bahasa Indonesia, bahkan penjualnya pun para ekspatriat yang mahir berbahasa Indonesia. Mereka-mereka ini jelas terkena dampak dari ditiadakannya ibadah umrah. Tidak adanya pembeli mengakibatkan penjualan juga ikut menurun. Akhirnya, harga-harga pun terpaksa diturunkan. Ini juga berdampak pada harga kurma yang merosot jatuh.
Di Saudi Arabia, PHK mungkin tidak terlalu ketara, tapi para pengusaha merumahkan ratusan pekerjanya yang rata-rata para ekspatriat dari berbagai negara karena memulangkan ke negara asal juga membutuhkan banyak biaya. Akhirnya, pemotongan dan pemotongan jam kerja dilakukan untuk menekan kerugian. Krisis ekonomi berdampak ke seluruh dunia tidak hanya di Indonesia saja.
Umrah di tengah pandemi virus corona jelas sebuah harapan, baik bagi para jemaah umrah dan para pengusaha serta pekerja di sekitar masjidil haram. Meskipun kami yang tinggal di Saudi Arabia belum bisa bebas keluar masuk masjidil haram, setidaknya ada usaha untuk bisa beribadah di dalamnya. Ada satu yang tidak berubah, tata cara wajib dan rukun ibadah umrah akan tetap sama sekalipun pandemi ini mewabah.
Oleh: Ninda Alfi Octafiani / Seorang bidan yang sementara tinggal di Kota Mekkah, Saudi Arabia.