Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (United States Secretary of State), Antony Blinken, mendorong adanya upaya diplomasi perdamaian antara Armenia dengan Azerbaijan. Blinken mengupayakan tercapainya kesepakatan perdamaian jangka panjang di antara dua negara Kaukasus tersebut dalam pertemuan langsung pertama antara dirinya dengan dua menteri luar negeri masing-masing kedua negara dalam rangka mengatasi konflik bersenjata di wilayah perbatasan kedua negara yang berlangsung sejak Selasa (13/9/2022) lalu.
Melansir dari Aljazeera, Blinken melakukan upaya mediasi perdamaian kedua negara dengan mempertemukan Menteri Luar Negeri Armenia, Ararat Mirzoyan, dengan Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov, sembari menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-77 di Markas Pusat PBB di New York City, New York, AS yang berlangsung sejak Senin, (19/09/2022) sampai dengan Senin, (26/09/2022) pekan depan.
Dalam pertemuan yang berlangsung di salah satu hotel di New York City, Blinken mengatakan bahwa dirinya bersemangat untuk mengambil peran sebagai mediator karena tidak adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh militer kedua negara di wilayah perbatasan selama beberapa hari terakhir.
“Upaya diplomatik yang berkelanjutan dan kuat menjadi jalan terbaik yang harus ditempuh oleh kedua negara guna menciptakan perdamaian. Diplomasi menjadi jalan terbaik yang dapat mengatasi segala perbedaan yang ada. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah siap untuk melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendukung upaya diplomatik ini. Pada hari ini, saya menyampaikan apresiasi terhadap kedua kolega saya (Mirzoyan dan Bayramov) yang dengan ringan hati bersedia hadir di tempat ini untuk mencari solusi terbaik yang dapat kembali membawa perdamaian kepada kedua negara untuk jangka waktu panjang,” kata Blinken.
Pertemuan kedua negara tersebut berjalan dengan lancar dan tidak diwarnai dengan tindakan interupsi yang dapat menurunkan semangat para diplomat untuk berdiskusi. Usai pertemuan tersebut, Bayramov berujar, pemerintah Azerbaijan sangat puas terhadap hasil pertemuan tersebut, sekaligus menyampaikan apresiasi kepada pemerintah AS yang telah menginisiasi pertemuan menteri luar negeri kedua negara. Bayramov menambahkan, pemerintah Azerbaijan berkomitmen untuk terus memperkuat derajat hubungan diplomatik dengan negeri Paman Sam tersebut.
Menutup pernyataannya, Bayramov mengatakan, pembicaraan antara dirinya dengan koleganya yang merupakan Menteri Luar Negeri Armenia, Ararat Mirzoyan, merupakan peristiwa yang tidak biasa terjadi, meski kedua negara tersebut bertetangga secara geografis.
“Kami (pemerintah Azerbaijan) selalu terbuka terhadap upaya yang datang dari setiap pihak, terutama dari pemerintah Armenia, untuk mengadakan pertemuan lanjutan”, tutup Bayramov.
Sementara itu, Komite Keamanan Nasional Armenia telah memperbarui jumlah korban tewas dalam peristiwa penyerangan yang berlangsung satu minggu lalu, di mana pemerintah Armenia mengumumkan ada 207 orang yang terdiri dari warga sipil dan tentara Armenia yang tewas akibat serangan Azerbaijan. Jika dijumlahkan dengan tentara Azerbaijan yang tewas, maka terdapat 286 orang yang tewas dari kedua belah pihak.
Sejak peristiwa tersebut, kedua negara saling melempar tuduhan. Armenia menuduh Azerbaijan sengaja mengawali serangan dengan melakukan penembakan terhadap enam warga sipil Armenia yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan pada Selasa, (13/09/2022) dini hari waktu setempat. Armenia menuduh Azerbaijan sengaja melancarkan serangan terhadap warga sipil beserta infrastruktur militer yang tersebar di sepanjang wilayah perbatasan dengan drone dan senjata berkaliber besar.
Sementara itu, Azerbaijan menyampaikan pernyataan bahwa mereka terpaksa melancarkan serangan tersebut untuk menangkal tindakan provokasi tentara Armenia yang mengancam keselamatan tentara mereka di perbatasan, sehingga serangan tersebut dikategorikan sebagai upaya membela diri. Armenia tidak menerima pernyataan Azerbaijan tersebut dan menganggapnya sebagai upaya disinformasi publik yang bertujuan untuk mengaburkan fakta kejadian yang sebenarnya.
Nancy Pelosi mengutuk serangan ilegal Azerbaijan ke wilayah perbatasan Armenia
Satu hari sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (United States House of Representatives Speaker), Nancy Pelosi, melakukan kunjungan kenegaraan ke Armenia yang berlangsung selama tiga hari. Pelosi adalah satu-satunya pejabat senior AS yang berkunjung ke Armenia sejak negara tersebut merdeka dari Uni Soviet pada 1991.
Reuters melansir, anggota DPR dan politisi senior Partai Demokrat dari negara bagian California tersebut menyalahkan Azerbaijan atas serangan ilegal yang menewaskan lebih dari 200 orang Armenia di wilayah perbatasan kedua negara.
Pelosi memperkuat pernyataannya dengan menyertakan bukti kuat yang telah dikumpulkan oleh badan intelijen Armenia. Berbagai temuan intelijen tersebut mengindikasikan kuat bahwa tentara Azerbaijan sengaja melancarkan serangan terhadap wilayah perbatasan kedua negara, sehingga dirinya merasa harus membantu pemerintah Armenia menyampaikan kronologi konflik yang sebenarnya.
“Kami sangat mengutuk serangan tersebut. Berbagai temuan lapangan membuktikan bahwa serangan tersebut diinisiasi oleh pemerintah Azerbaijan, sehingga perlu ada pengakuan resmi dari mereka (Azerbaijan) dalam menyikapi berbagai temuan tersebut”, kata Pelosi dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Parlemen Armenia di Yerevan pada Ahad, (18/9/2022) lalu.
Pelosi menambahkan, AS bersedia mempertimbangkan permintaan pemerintah Armenia mengenai bantuan persenjataan dan alutsista strategis yang diperlukan untuk memperkuat kapabilitas pertahanan di wilayah perbatasan dalam menangkal kemungkinan upaya serangan lanjutan dari Azerbaijan. Pelosi menyatakan bahwa bantuan pertahanan tersebut merupakan bagian dari misi global AS dibawah kepemimpinan Presiden AS, Joe Biden, untuk mempertahankan demokrasi yang menekankan pada kebebasan dan otokrasi yang menekankan pada prinsip menentukan nasib sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
Layaknya gayung bersambut, pernyataan Pelosi tersebut langsung memicu kemarahan pemerintah Azerbaijan yang mendorong Kementerian Luar Negeri Azerbaijan mengirimkan nota protes ke Kementerian Luar Negeri Armenia untuk meminta klarifikasi atas pernyataan Pelosi yang dianggap melukai hati rakyat Azerbaijan dan mengancam upaya perdamaian di wilayah Kaukasus.
“Kami (pemerintah Azerbaijan) tidak dapat menerima tuduhan tidak berdasar dan tidak adil yang disampaikan oleh Pelosi. Sejak awal, Pelosi berniat mendukung klaim tidak berdasar yang didengungkan oleh para politisi Armenia. Tuduhan ini merupakan pukulan berat terhadap upaya normalisasi hubungan antara Azerbaijan dengan Armenia”, ujar Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov dalam pernyataan tertulis.
Armenia-Azerbaijan telah lama terlibat dalam sengketa wilayah teritorial sejak 1990an
Peristiwa serangan Azerbaijan terhadap warga sipil Armenia yang terjadi pada Selasa (13/9/2022) tersebut menjadi peristiwa kedua yang mewarnai sejarah sengketa wilayah teritorial antara Armenia dengan Azerbaijan yang telah terjadi sejak 1990an.
Mengutip dari NPR, dua negara telah terlibat sengketa wilayah teritorial sejak 1990an, di mana konflik selalu diawali dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh tentara dan kemudian berakhir dengan perang terbuka di wilayah perbatasan. Pemerintah Armenia dan Azerbaijan memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh, yaitu wilayah yang terdiri dari beberapa kota kecil yang dihuni oleh penduduk asli Armenia dan terkurung oleh rangkaian pegunungan yang terletak di daerah pelosok Azerbaijan. Meski Armenia telah berulang kali mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari wilayahnya, komunitas internasional masih menganggap bahwa Nagorno-Karabakh adalah bagian dari wilayah Azerbaijan.
Puncak peperangan terjadi pada September 2020 yang dikenal sebagai Perang Kedua Nagorno-Karabakh. Dalam perang tersebut, Azerbaijan berhasil mempertahankan Nagorno-Karabakh berkat bantuan alutsista Turki yang menjadi sekutu utamanya di wilayah Kaukasus. Perang yang juga dikenal sebagai Perang 44 Hari tersebut telah menewaskan sedikitnya 6.500 tentara Armenia dan Azerbaijan.
Perang tersebut berakhir dengan hadirnya Rusia sebagai mediator perdamaian sekaligus negara dengan kekuatan militer terbesar dalam Collective Security Treaty Organization (CSTO), yaitu institusi antar pemerintah keamanan mirip dengan NATO yang didirikan untuk keamanan kolektif dan beranggotakan negara pecahan Uni Soviet, di mana Armenia terdaftar sebagai salah satu anggota tetap. Intervensi Rusia tersebut membuahkan hasil signifikan dengan disahkannya perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 9 November 2020.
Salah satu poin perjanjian tersebut adalah sebanyak 2.000 pasukan perdamaian Rusia dan agen Dinas Keamanan Federal Rusia (Federal Security Bureau (FSB)) diterjunkan untuk melindungi wilayah Nagorno-Karabakh dan jalur Lachin yang merupakan jalan lintas provinsi yang menghubungkan Armenia dengan Nagorno-Karabakh selama lima tahun.