Dari sebuah rumah reyot berdinding bambu di Gunungpring, Muntilan, kisah Mbah Dul Salim membuat banyak orang terenyuh. Pria berusia 70-an tahun yang hidup sebatang kara ini memilih untuk tidak mengambil jatah beras bantuan pemerintah bulan ini.
Alasannya sederhana: persediaan bulan lalu masih ada setengah karung.
“Niku berase taseh katah, (Itu berasnya masih banyak),” ucap Mbah Dul lirih saat ditemui petugas Verifikasi Data Kemiskinan (VDK).
![Mbah Dul Salim bersama petugas VDK Kabupaten Magelang [Dok.VDK Kabupaten Magelang]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/27/64909-mbah-dul-salim-bersama-petugas-vdk-kabupaten-magelang-dokvdk-kabupaten-magelang.jpg)
Keputusan itu bukan karena menolak bantuan. Mbah Dul takut berasnya mubazir bila ditimbun. Padahal kehidupannya jauh dari layak—rumah reot, dapur tanpa kompor, dan hanya pawon kayu bakar untuk memasak.
Qanaah di Tengah Serba Kekurangan
Menurut Azmi Fajrina, bidan desa sekaligus petugas VDK, sikap Mbah Dul adalah bentuk ketulusan.
“Beliau ini qanaah sekali. Hidup seadanya, menerima apa yang ada, tapi tidak berlebihan,” ujarnya.
Azmi menyebut, ada beberapa warga lain di Magelang yang hidup dengan prinsip serupa: mengambil secukupnya, tidak rakus, dan tidak menimbun bantuan.
![Warga Magelang tolak bantuan beras karena masih punya stok di rumah [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/26/98880-warga-magelang-tolak-bantuan-beras-karena-masih-punya-stok-di-rumah-instagram.jpg)
Program Pemerintah dan Ketepatan Sasaran
Kisah ini terungkap berkat program Bupati Magelang Grengseng Pamuji yang menugaskan petugas VDK untuk memastikan bantuan tepat sasaran. Lansia seperti Mbah Dul seharusnya mendapat bantuan sembako, bukan modal usaha. Sementara warga usia produktif diarahkan ke pemberdayaan ekonomi agar bisa mandiri.
Kontras dengan Tunjangan DPR
Sikap Mbah Dul yang rela tidak mengambil bansos kontras dengan pernyataan Wakil Ketua DPR Adies Kadir yang sempat menyebut tunjangan beras untuk anggota DPR mencapai Rp12 juta per bulan.
Pernyataan itu memicu gaduh hingga akhirnya diklarifikasi ulang, bahwa tunjangan beras DPR hanya Rp200 ribu per bulan. Namun publik sudah terlanjur menyoroti fasilitas mewah yang diterima wakil rakyat.
Di satu sisi, rakyat kecil seperti Mbah Dul menahan diri agar tidak mubazir dengan setengah karung beras. Di sisi lain, pejabat negara justru menuai kritik karena tunjangan yang dianggap berlebihan.
Teladan dari Magelang
Mbah Dul mungkin tidak paham hiruk pikuk politik. Namun sikapnya lebih lantang daripada orasi di gedung parlemen: hidup secukupnya, tidak serakah, dan selalu bersyukur.
Kisahnya menjadi tamparan moral di tengah ketimpangan: bahwa arti “cukup” bukan soal banyaknya harta, melainkan keberanian untuk menahan diri dari mengambil lebih.