- Aksi unjuk rasa ojol di Jakarta tidak diikuti oleh semua driver; sebagian besar justru menolak dan memilih untuk tetap bekerja.
- Penolakan ini didasari tudingan bahwa aksi tersebut tidak mewakili suara mayoritas dan telah ditunggangi kepentingan politik, termasuk isu penggantian menteri dan iming-iming sembako.
- Akibatnya, layanan ojek online di sejumlah wilayah dilaporkan tetap berjalan normal karena mayoritas driver memilih untuk tetap on-bid demi menjaga penghasilan harian.
Pengemudi ojek online (ojol) menggelar demo yang berlangsung di tiga titik yaitu Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Istana Negara, hingga gedung DPR, Rabu (17/9/2025). Namun, sebagian driver tetap memilih bekerja dan menjaga penghasilan harian mereka.
Pilihan sebagian driver untuk tetap bekerja menunjukkan bahwa aspirasi ekonomi dan tanggung jawab harian bisa berjalan bersamaan.
![Massa pengemudi ojek online atau ojek daring berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (29/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/08/29/70467-demo-ojol-di-patung-kuda-demo-ojol-di-jakarta-ojek-online-ojek-daring.jpg)
Beberapa komunitas ojol yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC) justru menolak aksi tersebut.
Michael, perwakilan komunitas Unit Reaksi Cepat (URC) menyatakan bahwa pihak yang menginisiasi demo tidak mewakili mayoritas pengemudi ojol.
Penolakan sebagian komunitas ini mencerminkan pentingnya koordinasi dan komunikasi antarpengemudi. Suara mayoritas tentu akan lebih akurat jika keputusan komunitas diambil secara kolektif dan transparan, bukan hanya dari sebagian kecil oknum.
Menurut Michael, para penggerak aksi hanyalah sebagian kecil oknum dan bukan bagian dari keseluruhan komunitas driver, sehingga tidak mewakili suara mayoritas.
Sejumlah komunitas ojol juga menuding bahwa aksi tersebut banyak dimanfaatkan atau dikaitkan dengan kepentingan politik, bukan hanya tujuan asli atau utama aksi itu sendiri.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Celios, menilai bahwa tuntutan dalam demo ini memang ada agenda politis yang disematkan dalam aksi demo tersebut, salah satunya mengganti Menteri Perhubungan.
Meski sebagian driver tidak ikut demo, layanan ojol di sejumlah wilayah tetap berjalan normal, memastikan penumpang dapat tetap menggunakan transportasi online seperti biasa.
Michael menambahkan bahwa mayoritas driver memilih untuk tetap bekerja. Menurutnya, sebagian besar pengemudi dalam grup komunitas WhatsApp sepakat untuk tetap aktif menerima penumpang.
Iming-iming sembako yang biasanya juga ditunggangi oleh oknum politik membuat banyak rekan-rekan Michael sepakat untuk tetap on-bid, tetap melayani penumpang sambil menolak ikut aksi yang dianggap dimanfaatkan kepentingan politik.
Adapun tuntutan demo ojol yang diusung dalam aksi ini, di antaranya:
- Potongan aplikator maksimal 10 persen,
- Regulasi tarif untuk antar barang dan makanan,
- Audit investigatif terkait potongan 5 persen yang diambil aplikator,
- Penghapusan fitur Aceng, Slot, Multi Order, dan Member Berbayar.
Lebih jauh, Nailul Huda juga menegaskan bahwa tidak memaksa orang ikut demo merupakan sebuah langkah demokrasi. Ia sangat menyayangkan jika ada pemaksaan hingga sweeping mitra yang masih bekerja.
Nailul menekankan bahwa demokrasi harus dimulai dari langkah awal melakukan demo, jika langkah awalnya saja tidak pro-demokrasi, maka langkah berikutnya akan semakin salah.
Demo ojol 17 September ini menunjukkan dinamika beragam antar-driver. Hal ini menjadi pengingat bahwa setiap aksi kolektif sebaiknya dilakukan dengan koordinasi yang baik, menghormati pilihan individu, dan tetap berpegang pada prinsip demokrasi.