Pakar Ungkap Tantangan Transisi Energi Indonesia, Masih Tersendat Ketergantungan Fosil

Bimo Aria Fundrika
Pakar Ungkap Tantangan Transisi Energi Indonesia, Masih Tersendat Ketergantungan Fosil
Ilustrasi Transisi Energi. [Dok Pertamina NRE].

Transisi energi di Indonesia menghadapi tantangan besar karena ketergantungan yang sulit dilepaskan dari energi fosil.

Seminar Pentahelix bertajuk Refleksi 10 Tahun Paris Agreement 2015-2025 yang digelar FISIP UPN Veteran Jakarta beberapa waktu lalu. 

Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Franky Zamzani, menjelaskan bahwa kenaikan suhu global hingga 2,5–2,7 derajat Celcius dipengaruhi oleh transisi energi yang timpang antara negara berkembang dan maju.

“Mengingat bahwa dampak lingkungan yang terjadi pasti akan dirasakan oleh semua negara, seperti cuaca ekstrim, heat wave, dan utamanya kenaikan permukaan air laut yang mengancam negara-negara kepulauan,” jelasnya.

Diskusi di UPN Veteran Jakarta. (Dok. Istimewa)
Diskusi di UPN Veteran Jakarta. (Dok. Istimewa)

Dari sisi lokal,  Penelaah Teknis Kebijakan Pada Seksi Masyarakat dan Pelayanan Kecamatan Cinere Kota Depok, Achmad Syachrully Bachri memaparkan penanggulangan isu lingkungan di Kota Depok, seperti proyek Rumah Budidaya Maggot dan urban farming.

Sementara itu Presdir PT. Indrillco Group Mohammad Bawazeer dari dunia usaha menegaskan, “Di Indonesia, transisi energi juga terkadang mengalami beberapa tantangan, seperti halnya penolakan masyarakat dalam pembangunan PLTN di beberapa kota.” Ia menyoroti biaya tinggi dan dominasi energi fosil sebagai faktor utama yang menghambat perubahan.

Dari perspektif global, Dosen Hubungan Internasional, UPN Veteran Jakarta, Dr. Hartanto menunjukkan perbedaan antara negara superpower: Amerika Serikat menurunkan penggunaan batu bara, sedangkan Tiongkok justru meningkatkannya.

“Mainstreaming nature-based solution dan hentikan ambiguitas kebijakan lingkungan di Indonesia,” sarannya. Hal ini menggambarkan ketidaksesuaian antara ambisi Paris Agreement dan realita politik serta ekonomi.

Boy Jerry Evan Sembiring dari Walhi menekankan pentingnya peran masyarakat sipil: “Masyarakat perlu untuk diikutkan dalam setiap pengambilan keputusan dalam isu lingkungan, karena dampak dari degradasi lingkungan yang terjadi kedepannya akan dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar.”

Sapariah Saturi menambahkan, “’Berita yang membumi’ merupakan strategi yang ditawarkan kami untuk diadaptasi oleh pemerintah, NGO, akademisi, dan media, dalam upaya meningkatkan pemahaman masyarakat luas atas isu lingkungan.”

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak