Penunjukan Untung Budiharto sebagai Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) menuai kritik dari kelompok masyarakat sipil. Latar belakang Untung sebagai mantan anggota Tim Mawar kembali disorot, terutama karena negara dinilai tidak mempertimbangkan rekam jejak hak asasi manusia (HAM) dalam penempatan pejabat publik di posisi strategis.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai keputusan tersebut menunjukkan sikap negara yang abai terhadap sejarah pelanggaran HAM berat. Jane Rosalina Rumpia, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, menegaskan bahwa penetapan tersebut bukan sekadar fenomena korporasi biasa.
“Karena itu, pengangkatan ini adalah keputusan sadar negara dengan konsekuensi politik dan moral yang melekat langsung pada pemerintahan,” ujar Jane, dikutip dari Suara.com pada Kamis (18/12/2025).
Abai terhadap Rekam Jejak HAM
ANTAM merupakan BUMN strategis yang mengelola sumber daya alam bernilai tinggi, mulai dari emas hingga nikel. Posisi direktur utama tidak hanya menyangkut kemampuan mengelola perusahaan, tetapi juga membawa pesan simbolik negara dalam menempatkan nilai etika dan tanggung jawab historis di ruang publik.
“Pesan yang muncul adalah bahwa rekam jejak pelanggaran HAM tidak menjadi penghalang untuk memperoleh jabatan dan kekuasaan,” tutur Jane.
Oleh karena itu, latar belakang pimpinan ANTAM menjadi sorotan luas, melampaui urusan internal korporasi. Penempatan figur dengan rekam jejak kontroversial berpotensi mencederai upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Hingga kini, pemerintah belum menyampaikan penjelasan terbuka mengenai dasar pertimbangan penunjukan Untung Budiharto. Tidak ada keterangan rinci terkait proses seleksi, indikator profesionalisme, maupun alasan mengapa rekam jejak HAM tidak menjadi pertimbangan utama. Kekosongan informasi ini justru memperkuat kesan bahwa isu HAM kembali dipinggirkan.
Negara seolah menormalisasi impunitas dengan terus memberikan jabatan strategis kepada individu yang terlibat dalam peristiwa kelam sejarah. Kasus Tim Mawar sendiri telah lama menjadi bagian dari catatan hitam perjalanan demokrasi Indonesia. Meski sebagian pelaku telah menjalani proses hukum, tuntutan keadilan substantif dan pengakuan terhadap korban belum sepenuhnya terjawab. Setiap kali nama-nama lama kembali muncul di jabatan publik, luka itu seperti dibuka ulang.
Penunjukan Dirut ANTAM kali ini pun melampaui urusan bisnis dan kinerja BUMN. Komitmen terhadap HAM tidak cukup disuarakan dalam pidato, tetapi diuji dalam keputusan konkret.