Hari-hari ini, kita merasakan udara yang semakin panas bahkan sekalipun bukan di siang hari. Polusi udara sedemikian parah sehingga banyak terjadi infeksi saluran pernapasan. Cuaca ekstrem terjadi di mana-mana dengan perubahan yang signifikan dalam waktu singkat dan menimbulkan bencana. Jelas, hari-hari ini Bumi tidak baik-baik saja.
Meskipun telah ditetapkan satu hari dalam setahun untuk mengingat nasib tempat kita tinggal, #HariBumi sekalipun tidak terlalu dipedulikan masyarakat banyak. Padahal, Tuhan menciptakan Bumi tidak hanya untuk kita tinggal dan berusaha hari ini tetapi juga terus berlanjut sehingga bisa ditempati dengan nyaman oleh generasi penerus.
Sayangnya, hari-hari kita masih banyak diisi oleh gaya hidup yang kurang berkelanjutan dan termasuk di antaranya adalah produksi jejak karbon yang berlebih.
1. Menghemat penggunaan energi dan bahan bakar
Gas karbon yang umum kita ketahui berasal dari konsumsi bahan bakar dalam bentuk transportasi dan energi listrik.
Berjalan kaki sambil berolahraga untuk perjalanan jarak dekat, memaksimalkan transportasi publik untuk perjalanan yang lebih jauh, dan mengandalkan sepeda motor untuk transportasi pribadi tanpa penumpang lain adalah cara mengurangi jejak karbon dari sektor transportasi.
Ketika berlibur di luar kota dan butuh menyewa mobil, selama medannya memungkinkan saya akan mencari mobil yang irit bahan bakar dan menghindari kapasitas mesin besar.
Soal konsumsi energi listrik, menggunakan perangkat hemat energi dengan bijak dan mematikannya saat tidak digunakan. Menghadapi udara panas, saya tidak langsung menggunakan pendingin ruangan dan lebih memilih kipas angin yang konsumsi dayanya lebih hemat.
Untuk membaca dan melakukan pekerjaan ringan, ponsel lebih dipilih daripada komputer. Ketika sinar matahari terik, jendela dibuka agar aktivitas dapat dilakukan tanpa perlu menyalakan lampu.
Dengan penggunaan listrik yang lebih bijaksana, kita bisa mengurangi kebutuhan kapasitas produksi pembangkit listrik dan membantu percepatan konversi sumber energi listrik dari batu bara dan gas ke energi terbarukan.
Sayangnya, kita baru memikirkan bagaimana cara menekan produksi 54% dari jejak karbon dunia menurut data IPCC tahun 2014 dan upaya lebih lanjut mutlak diperlukan.
2. Membeli barang berkualitas untuk mengurangi limbah
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kontribusi kita terhadap jejak karbon dari sektor industri.
Semakin sering kita mengganti barang, semakin banyak jejak karbon yang diproduksi dalam proses pembuatan barang-barang tersebut. Apalagi jika barang lamanya dibuang begitu saja tanpa pemanfaatan ulang atau daur ulang, tercipta limbah yang sia-sia.
Membeli barang yang benar-benar diperlukan itu penting, sedikit lebih mahal tidak menjadi masalah selama kemampuan keuangan mencukupi, kualitasnya lebih baik, dan tahan lama.
Merujuk pada data Bank My Cell dan Family Handyman, rata-rata ponsel pintar dapat bertahan selama 2,5 tahun ketika peralatan elektronik rumah tangga lainnya dapat melebihi lima tahun.
Jika kita tidak bisa mencapainya, kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita membeli barang sesuai kebutuhan, menggunakan dan merawatnya dengan cukup baik, menilai barang rusak ketika sudah tidak bisa diperbaiki, atau hanya sekadar bosan.
Tidak mudah bosan dengan barang yang digunakan dan merawatnya dengan baik akan mendorong kita memanfaatkannya sampai benar-benar rusak tanpa bisa diperbaiki sama sekali.
Produk elektronik, kendaraan, furnitur, sampai pakaian menjadi barang-barang yang perlu diperhatikan dengan baik karena banyak orang sering menggantinya dalam waktu singkat.
Jika memang perlu mengganti, menjual atau memberikannya kepada pihak lain yang bisa memanfaatkan tentu lebih baik. Barang sekali pakai? Sebisa mungkin, hindari menggunakannya.
3. Mengonsumsi gizi seimbang dan tidak membuang makanan
Pola makan sehat dengan gizi seimbang itu penting, bahkan dulu pernah dikampanyekan makan empat sehat lima sempurna. Di sini, konsumsi produk hewani dan nabati sama-sama penting.
Sayangnya, hari ini tak jarang ditemukan mereka yang sangat menggemari daging dan juga cukup sulit untuk makan sayur. Padahal, peternakan daging cenderung menghasilkan jejak karbon yang lebih tinggi khususnya untuk menghasilkan daging merah seperti sapi dan kambing.
Merujuk pada infografis My Emissions, untuk konsumsi bobot kilogram yang sama, sapi dan kambing menghasilkan jejak karbon jauh lebih tinggi dari ayam dan ikan dengan jejak karbon terendah tetap berasal dari konsumsi buah dan sayur.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sumber dari bahan makanan yang kita dapatkan.
Mengonsumsi makanan lokal, khususnya dengan tempat produksi yang tidak jauh dari tempat tinggal kita, tentu akan mengurangi jejak karbon dengan berkurangnya jarak tempuh transportasi. Apalagi jika tidak membutuhkan banyak pemrosesan dan pengemasan, jejak karbonnya tentu semakin berkurang.
Terakhir, memasaklah atau belilah makanan secukupnya agar tidak ada sisa yang terbuang sia-sia. Sisa makanan ini kelak menghasilkan jejak karbon berupa gas karbon dioksida dan metana yang tidak sedikit.
Tak sampai di situ, jejak karbon yang dihasilkan selama proses produksinya juga terbuang sia-sia. Jika kita bersama-sama bisa mengurangi sisa makanan, kita juga bisa mengurangi kebutuhan konversi lahan untuk kebutuhan pertanian, perkebunan, peternakan, dan industri makanan.
4. Tidak perlu lahan besar, sediakan ruang untuk tanaman hijau
Serendah apa pun jejak karbon yang dihasilkan, pemanasan global akan tetap memburuk jika penyerapan jejak karbon oleh tanaman juga berkurang.
Kita membutuhkan "paru-paru" yang cukup luas untuk mengonversi jejak karbon tersebut menjadi oksigen dengan membatasi konversi lahan hijau dan menanam kembali lahan yang sebelumnya dikonversi serta kini tak digunakan lagi.
Hal ini bisa berlangsung jika kita menggunakan lahan secara efektif dan efisien sehingga kebutuhan lahan per orang tidak terlalu besar, misalnya merapikan barang ala Marie Kondo dan menghindari penggunaan perabot yang tidak perlu.
Tidak perlu sampai membangun kembali kawasan hutan yang besar, menanam pohon di ruang terbuka rumah yang sebelumnya dibiarkan begitu saja juga sudah membantu mengurangi jejak karbon.
Hal lain yang dapat menghemat penggunaan lahan adalah menghindari kepemilikan kendaraan yang tidak perlu.
Tidak hanya mengurangi kebutuhan garasi di rumah, tetapi berkurangnya penggunaan kendaraan pribadi secara umum di masyarakat juga akan mengurangi kebutuhan akan lahan perparkiran. Contohnya, kita bisa lihat perbedaan antara Gelora Bung Karno dan Jakarta International Stadium.
Hal sederhana untuk mengurangi jejak karbon
Dari pembahasan di atas, kita melihat bahwa usaha mengurangi jejak karbon bisa dimulai dari hal-hal sederhana. Tidak perlu menunggu gerakan besar dari orang lain, #YoursayEarthDay dengan memulainya dari diri sendiri tentu memberikan kontribusi dan kelak akan menginspirasi orang-orang di sekitar kita untuk bergerak melakukan hal serupa.
Mengevaluasi ulang aktivitas yang kita lakukan selama ini, tidak hanya seputar transportasi dan penggunaan energi listrik, menjadi titik awal yang baik untuk memastikan kita memproduksi jejak karbon serendah mungkin dan berkontribusi demi Bumi yang lebih nyaman untuk generasi penerus.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS