Tak Perlu Muluk-muluk, Menyayangi Bumi Bisa Berawal dari Niat yang Sederhana, Kok!

Hernawan | M. Fuad S. T.
Tak Perlu Muluk-muluk, Menyayangi Bumi Bisa Berawal dari Niat yang Sederhana, Kok!
Ilustrasi sampah (pexels.com / Catherine Sheila)

Mungkin bagi sebagian besar di antara kita berpikiran bahwa menyayangi bumi merupakan sebuah perbuatan yang berat. Bahkan tak sedikit dari kita yang beranggapan bahwa peduli terhadap kehidupan di bumi, merupakan sebuah hal yang harus dilakukan dengan beragam aksi berat dan penuh dengan pengorbanan.

Memang, hal itu tak bisa disalahkan. Karena banyak di antara kita yang melihat bahwa program-program peduli terhadap bumi serta lingkungan, dilakukan oleh orang-orang yang memiliki imaje tinggi, atau dilakukan dengan aksi-aksi peduli yang memerlukan dana besar untuk melakukannya.

Namun ternyata, hal itu tak sepenuhnya benar. Karena disadari atau tidak, aksi peduli terhadap lingkungan ataupun bumi, juga bisa dilakukan dengan cara yang sederhana, atau bahkan didasari dari pemikiran yang sederhana. Kok tahu? Ya, karena aku baru sadar, ternyata pemikiran-pemikiran sederhana yang aku miliki untuk melakukan sesuatu, juga memiliki imbas tersendiri dalam memelihara bumi khususnya dalam hal less waste.

Iya, setelah aku pikir-pikir, ternyata selama ini aku sudah melakukan aksi nyata sederhana yang berkontribusi pada pengurangan sampah yang menjadi salah satu permasalahan di era modern ini. Awalnya pun dari sebuah pemikiran sederhana, yaitu ingin lebih menghemat uang yang ada di dompet.

Ingin tahu, aksi sederhanaku dalam menyayangi bumi yang berawal dari pemikiran sederhana yang aku miliki? Sini, aku ceritakan!

1. Selalu Membawa Air Minum Sendiri

Selalu sedia botol isi ulang sendiri, dong (dok. pribadi armada / M. Fuad S. T)
Selalu sedia botol isi ulang sendiri, dong (dok. pribadi armada / M. Fuad S. T)

Sebagai seorang pengajar, tugas pokok utamaku adalah memberikan pengajaran kepada anak-anak yang ada di kelas. Selain modal ilmu pengajaran, tentu saja aku harus memiliki modal suara juga kan? Dan bisa ditebak, karena harus terus menerus mengeluarkan suara dengan intensitas yang tinggi, aku harus membutuhkan banyak asupan air untuk membasahi tenggorokan bukan?

Nah, untuk mengatasi hal ini, aku dulu selalu mampir untuk membeli air minum kemasan. Namun, lama kelamaan, aku merasakan berat juga di dompet. Bagaimana tidak, untuk satu hari saja aku bisa menghabiskan dua hingga tiga botol tanggung dalam sehari. 

Jika dihitung-hitung, tentu saja hal tersebut membutuhkan uang yang cukup lumayan. Seperti misal, jika satu botol tanggung air mineral seharga 4000 rupiah, maka dalam sehari aku bisa menghabiskan 8-12 ribu rupiah untuk air minum saja. 

Belum jika dikalikan dengan jumlah hari aktif yang setiap pekan ada di kisaran angka 6 hari. Belum juga dikalikan dengan hari aktif bulanan yang berada di kisaran 26 hari, tentu jumlah yang harus aku keluarkan untuk membeli air minum ini sudah mencapai angka ratusan ribu bukan?

Nah, berawal dari pikiran ingin lebih hemat itulah akhirnya aku memilih untuk membeli botol minum isi ulang, yang selain menjadikan pengeluaranku lebih hemat, juga ternyata berdampak besar dengan mengurangi sampah plastik akibat konsumsi air minum kemasan yang biasa aku beli.

Terlebih lagi, dengan selalu membawa air minum sendiri, aku menjadi lebih nyaman karena tak harus mampir-mampir dahulu jika bepergian atau bertugas.

2. Beralih ke Baterai Isi Ulang

Baterai isi ulang (dok. pribadi armada / M. Fuad S. T)
Baterai isi ulang (dok. pribadi armada / M. Fuad S. T)

Hal kedua yang aku lakukan untuk turut serta menjaga dan memelihara bumi dari gencarnya sampah yang terproduksi adalah dengan cara memakai baterai isi ulang. Sejatinya, yang mendasariku untuk melakukan hal ini juga karena niat ingin menghemat uang di dompet. Sesederhana itu!

Berawal dari keresahan karena baterai peralatan yang aku gunakan habis daya, aku merasa dongkol karena harus mengeluarkan uang untuk membeli baterai yang baru. Memang sih, jumlahnya tak seberapa. Tapi jika dihitung-hitung, ketika peralatan yang menggunakan baterai habis secara berbarengan, jumlah yang harus dikeluarkan juga cukup memberatkan.

Belum juga yang berkaitan dengan limbah baterai tersebut. Repot mau dibuang ke mana karena bisa saja nantinya akan menimbulkan masalah atau disalahgunakan. Alhasil, ketika melihat bangkai baterai yang berserakan dan keinginan untuk bisa lebih hemat lagi, aku pun pada akhirnya memutuskan untuk membeli baterai isi ulang.

Jika dihitung-hitung, keputusan ini cukup membantu keuangan di dompetku. Karena dengan harga yang berada di kisaran angka puluhan ribu, namun rechargable battery yang aku beli itu bisa dicharge ulang hingga ratusan kali.

Dan coba bayangkan jika aku harus membeli baterai isi ulang itu ratusan kali? Dengan harga 3000an saja sudah habis ratusan ribu bukan?

Namun ternyata efeknya tak cuma sampai di penyelamatan dompet saja lho. Keputusanku untuk beralih ke baterai isi ulang ternyata juga memberikan dampak positif kepada pengurangan sampah di bumi. Jika dulunya aku menjadi salah satu bagian dari "pengotor alam" karena membuang sampah-sampah baterai yang habis pakai, kini aku sudah tak lagi melakukan hal itu.

Dari pengalaman yang aku alami di atas, tentunya kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa sejatinya, menyayangi atau peduli kepada bumi ini, bisa diawali dari niat-niat sederhana. Tak perlu muluk-muluk, cukup lakukan saja hal-hal kecil yang mungkin saja bisa memberikan imbas positif kepada lingkungan.

Eh, ada yang mau ngirim thumbler ke aku gak nih? Hitung-hitung sebagai bentuk kepedulian kepada lingkungan lewat diriku.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak