Di Jalan Suronatan, Notoprajan, Ngampilan, Yogyakarta. Waktu pagi dengan suasana yang cerah terlihat beberapa warga membawa tumpukan sampah yang telah dipilah berdasarkan jenisnya untuk ditabung di Bank Sampah Surolaras .
Bank Sampah Surolaras didirikan tahun 2012 yang berawal dari tekad tulus dalam menjaga alam. Di bawah sentuhan tangan dan bimbingan dari pendirinya, Ida Ariastuti, tempat ini menjadi lebih dari sekadar bank sampah, melainkan menjelma menjadi pelita harapan bagi lingkungan di tengah maraknya pencemaran sampah.
Halaman Masjid Suronatan sebagai titik awal didirikanya Bank Sampah Surolaras
Bermula ketika warga sekitar yang merupakan pelanggan setia mengumpulkan sampah kering anorganik seperti botol plastik, tutup botol, galon, dan karton lalu membawanya ke Bank Sampah Surolaras. Setiap sampah yang dipilah ditimbang dengan cermat dan dihargai Rp1.000 hingga Rp11.000 per kilogram tergantung jenis sampahnya. Hasilnya dicatat dalam buku tabungan dan dikonversikan ke dalam rupiaj ataupun investasi emas.
Sosialisasi terhadap mahasiswa Mercu Buana yang sedang melakukan penelitian
Salah satu kunci sukses Bank Sampah Surolaras adalah edukasi yang berkelanjutan. Tim pengelola aktif memberikan pelatihan kepada warga mengenai pentingnya pengelolaan sampah, dampaknya terhadap lingkungan, dan cara memilah sampah yang benar. Edukasi ini juga melibatkan anak-anak sekolah, sehingga mereka tumbuh dengan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan sejak dini.
Petugas akan menjeput sampah dari rumah nasabah yang sibuk
Manfaat yang dihasilkan oleh Bank Sampah Surolaras tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial dan lingkungan. Volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir berkurang secara signifikan, sehingga membantu mengurangi beban TPA. Selain itu, hubungan antar warga menjadi lebih harmonis karena mereka bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Petugas bank sampah membawa sampah dari rumah nasabah
Bank Sampah Surolaras telah menerapkan sistem sampah yang berbasis masyarakat umum. Warga didorong untuk membawa sampah ke rumahnya, membuang sampah anorganik dan organik. Sampah yang telah terkumpul selanjutnya dikirim ke bank sampah, di mana sampah anorganik seperti kertas, plastik, dan logam akan dinilai dan diberi harga sesuai dengan jumlah uang yang banyak menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat umum. Warga didorong untuk membawa sampah ke rumah masing-masing, memisahkan sampah anorganik dan organik.
Petugas Bank Sampah Surolaras merekap pembukuan pendapatan sampah dari nasabah
"Mengetahui bahwa sampah, jika dikelola dengan benar, bisa diolah menjadi barang yang bermanfaat dan memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat, saya bersama sembilan rekan lainnya memutuskan untuk mendirikan Bank Sampah Surolaras. Kami prihatin dengan lingkungan yang semakin tercemar, dan melalui kegiatan bank sampah ini, kami berharap bisa menanamkan nilai kepada masyarakat bahwa sampah tidak selamanya tidak berguna, tetapi bisa dijadikan barang yang memiliki nilai seni dan ekonomi," ujar Ida Ariastuti, Ketua Bank Sampah Surolaras, dalam wawancara pada Senin (4/11/2024).
Hasil sampah plastik yang sudah dipilah
Ida Ariastuti dan timnya terus berupaya mencari solusi dan inovasi baru untuk mengatasi hambatan-hambatan demi keberlanjutan Bank Sampah Surolaras. Ia berharap dapat menginspirasi lebih banyak komunitas lain untuk mengadopsi model pengelolaan sampah yang serupa. Dengan lebih banyak komunitas yang terlibat, diharapkan dampak positifnya akan semakin luas dan signifikan.
Pemilahan sampah milik nasabah
Bank Sampah Surolaras adalah bukti nyata bahwa dengan inisiatif lokal, kesadaran lingkungan dan kerja sama masyarakat, permasalahan sampah yang terlihat sederhana dapat diubah menjadi solusi yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Proses penimbangan sampah dari nasabah
Bank Sampah Surolaras Yogyakarta menjadi angin segar di tengah maraknya isu pencemaran lingkungan. Semoga gerakan positif ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk melestarikan lingkungan dengan cara yang sederhana.