Akses Air Bersih Masih Jadi Krisis Global, WHO-UNICEF: Target 2030 Semakin Sulit Tercapai

Bimo Aria Fundrika
Akses Air Bersih Masih Jadi Krisis Global, WHO-UNICEF: Target 2030 Semakin Sulit Tercapai
Ilustrasi air bersih. [Ist]

Meski dunia terus mencatat kemajuan, jutaan orang masih terjebak dalam krisis air bersih. Laporan terbaru WHO dan UNICEF memperingatkan bahwa target akses universal terhadap air minum, sanitasi, dan kebersihan pada 2030 kini semakin sulit dicapai.

Data tahun 2024 menunjukkan, satu dari empat orang di dunia masih belum memiliki akses ke air minum yang aman. Lebih dari 100 juta di antaranya bahkan bergantung pada air permukaan seperti sungai, danau, atau kolam yang rentan terkontaminasi.

Kondisi ini membuat jutaan orang setiap hari menghadapi risiko lebih tinggi terserang penyakit.

“Air, sanitasi, dan kebersihan bukanlah hak istimewa, melainkan hak asasi manusia. Kita harus mempercepat langkah, terutama bagi kelompok yang paling terpinggirkan,” tegas Ruediger Krech, Kepala Lingkungan Hidup WHO.

Dalam laporannya, WHO dan UNICEF mengkategorikan layanan air minum ke dalam lima tingkat. Yang tertinggi adalah “dikelola dengan aman”, air tersedia setiap saat, mudah diakses di rumah, serta bebas dari kontaminasi tinja maupun bahan kimia berbahaya.

Ilustrasi air bersih di IKN. [Ist]
Ilustrasi air bersih di IKN. [Ist]

Di bawahnya terdapat kategori dasar, terbatas, belum layak, hingga terendah: air dari sungai atau danau.

Sejak 2015, ada kemajuan signifikan. Sebanyak 961 juta orang kini menikmati air minum yang aman, sehingga cakupan global naik dari 68% menjadi 74%. Namun, angka itu masih menyisakan 2,1 miliar orang tanpa akses air layak, termasuk 106 juta yang bergantung pada air permukaan. Meskipun jumlah pengguna air permukaan turun 61 juta orang dalam satu dekade terakhir, kemajuan ini belum cukup menutup kesenjangan.

Dalam hal sanitasi, ada 1,2 miliar orang yang berhasil mendapatkan layanan aman sejak 2015. Jumlah praktik buang air besar sembarangan juga menurun drastis, dari 780 juta menjadi 354 juta orang. Akses fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air pun meningkat, dari 66% menjadi 80% populasi global.

Namun, UNICEF mengingatkan, dampak terbesar masih ditanggung anak-anak, terutama anak perempuan. Mereka kerap dipaksa menanggung beban mengumpulkan air, dan menghadapi keterbatasan saat menstruasi akibat minimnya fasilitas sanitasi.

“Ketika anak-anak tidak memiliki akses air bersih, sanitasi, dan fasilitas kebersihan, kesehatan, pendidikan, bahkan masa depan mereka ikut terancam. Dengan situasi seperti ini, janji menyediakan air bersih dan sanitasi bagi setiap anak justru semakin sulit dicapai,” ujar Cecilia Scharp, Direktur UNICEF untuk WASH.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?