Tenang yang Membersamaiku

Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Tenang yang Membersamaiku
Ilustrasi Seseorang Menenangkan Diri. (pixabay.com)

Tenang menyambagi yang tak pernah surut mengelilingi pusaran kehidupanku. Sepanjang jalan yang kulampaui dalam genangan waktu yang memeluk diri. Terpetik sejuta rasa yang tak pernah melihat sejauh hati menatap akan keelokan bentangan hidup yang tak sampai kekal. Dalam permai berjuta-juta asa yang ingin kurangkul seerat mungkin. Sebisa mungkin tenang yang ingin kukejar terus-menerus hingga kurangkul juga.

Akhir segala jiwa yang sangat merindukan sebuah rasa tenang yang begitu menaungi raga. Yang bagaikan air segar penyejuk kerongkongan kala tercengkeram rasa dahaga. Jiwa yang sangat menunggu rasa tenang yang begitu memberikan keselamatan yang begitu berharga bagi seluruh hidupku. Segala detak nyawa kan mendekat dengan alam kekal baka yang seolah mencerabut ruh secara perlahan.

Sebuah faedah jiwa yang mengetuk asa dengan pukulan yang sangat keras akan karunia dari alam yang sangat bertebaran tak terbatas. Permai jiwa yang menggugah lentera-lentera yang menantang gelapnya jiwa yang berhias kabut kefakiran nurani. Tanpa tersadar sebuah kefakiran nurani yang melenyapkan semua ruhani empati akan sesamanya yang tak bertunggang apa-apa.

Tenang sebuah kata yang begitu sangat agung dengan menyembuhkan segala alam pikiran yang semakin tercebur dalam kemunafikan nyata. Bagai kemunafikan yang tiada habisnya memperdaya manusia dalam mahligai tingkah-tingkah yang semakin gila. Tak terkendalinya tingkah yang menghanguskan daya nalar manusia dalam melangkah melampaui setiap untaian hidupnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak