Menyelami Jiwa

Munirah | Sapta Stori
Menyelami Jiwa
Ilustrasi Kebebasan. (pixabay.com)

Hai, jiwa yang ingin bebas... 

Lama tak bertemu. Kau terkungkung dalam kepenatan dunia yang semakin menjadi, lantaran para penghuninya tidak lagi mengerti makna kemerdekaanmu itu. Kau berpeluh membagi cerita, kau terus menerbangkan kisah-kisahmu. Terdengar atau tidak, kau tidak peduli.  Langkah-langkah cepat yang mengejar lepasnya belenggumu mungkin tak bisa berarti banyak. Kau mencoba melobi takdir dengan harapan-harapanmu yang bisa saja pupus di tengah jalan, andai tidak ada yang menjaganya. 

Hai, jiwa yang ingin bebas...  

Kau menyusuri lorong-lorong panjang dalam kesesakan udara. Lantunan nadamu tak beraturan. Panjang-pendek, naik-turun. Napasmu terus memandumu pada jejak-jejak hening, cuma berteman asa. Berlutut di atas hamparan pengharapan. Hanya sepersekian suara yang terdengar, sisanya bisu semata. 

Hai, jiwa yang ingin bebas...

Tak peduli luka, tak hiraukan sepi. Kebebasan yang dijanjikan terbayang di pelupuk mata, membuat kaki-kaki lemahmu tetap berjalan. Kau jeri, kau ngeri, namun kau menguatkan diri, mengenyahkan ragu yang tersisa. Sekalipun satu atau seribu dunia membatasi, sekalipun pandanganmu telah kabur, jemarimu yang membeku terus meraba-raba, menggapai-gapai kirana.

Hai, jiwa yang ingin bebas...

Suatu saat, kala rantai itu terlepas, dekaplah tubuhmu sendiri dengan tanganmu nan penuh jelaga. Suatu saat, kala telapak kakimu sungguh menapak tanah dan jiwamu tergenapi, biarkan bayu menerpa pipimu. Suatu saat, kala kau menemukan kembali suaramu, sebutlah namamu sebagai satria bagi dirimu.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak