Usai janji terucap hidup pun spontan terikat
Bersama menjalani rasa sebagai sebuah hakikat
Segala keindahan melambungkan perasaan
Mengalahkan manis nektar bunga yang bermekaran
Dalam hitungan bulan tabir keindahan tersibak
Membuka semua kenyataan yang tak pernah tertebak
Tak dapat terukur rasa kecewa yang membumbung
Namun masih tak menandingi rasa kaget juga bingung
Mengapa begitu cepat sikap dan sifat berubah
Ataukah memang selama ini hanya menggubah
Ribuan pertanyaan yang tak menemukan jawaban
Teronggok dibawah sejuta penyesalan yang meniban
Padang bunga berwarna-warni yang terbayang indah
Seakan lenyap tak berbekas dan telah berpindah
Yang dirasanya bukan lagi angin lembut membelai kulit
Melainkan topan prahara yang bertiup melilit-lilit
Hujan yang turun tak lagi mengundangnya menari
Hanya menemaninya menangisi hari demi hari
Sinar mentari yang semestinya memberinya rasa hangat
Seakan menimpa kulit yang ruam terasa demikian menyengat
Sekian rasa sakit yang tersebar meletup perih dan pedih
Berbaur menjadi satu dengan amarah yang mendidih
Tersabda satu kalimat yang tersembunyi dibalik kata tabu
Bahwa mereka pada akhirnya tak dapat lagi berbagi kelambu
Dalam kesendirian termangu meratapi kegagalan
Memandangi tercerai- berainya rencana di perjalanan
Tiada lagi guna menangisi impian yang terkubur
Sia-sia semua penyesalan saat nasi sudah menjadi bubur
Pernah terlintas keinginan untuk menyerah
Saat keadaan buruk menjadi demikian parah
Tetapi suara kecil di sudut hatinya melarang
Agar tak menjadi kalah sebelum berperang
Walau kebersamaan tak bisa lagi menjadi pilihan
Walau semua harus berakhir dengan perpisahan
Bayangan impian yang terbayang jelas dalam penglihatan
Membangkitkan asa meraih kembali sebuah kesempatan
Borneo, Oktober 2021