"Apakah hidupku akan lebih baik jika di kereta tua itu tak pernah kulihat senyummu? Mungkin tak akan ada lagu yang merapuhkanku, prosa yang menghanyutkanku. Senja tak akan merana, pagi mustahil terasa sepi. Air mata tak akan jatuh oleh memori. Namun, tidak. Seremuk apa pun aku mengingatmu, itu baik bagi hidupku. Kasih kepadamu menguatkanku meski tanpa kehadiranmu sampai akhir kesadaranku. Engkau seperti tato pada permukaan jantungku. Menghapusmu akan mematikanku."
***
Judul: Sembilu
Penulis: Tasaro GK
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun: Cetakan I, 2020
Tebal: 488 halaman
ISBN: 978-602-291-678-9
Sinopsis Novel Sembilu dan Komentar
Pertama kali saya mendengar nama Tasaro GK yaitu dari buku Tetralogi Muhammad (yang sampai sekarang belum sempat saya baca). Kemudian ketika akun Instagram Bentang Pustaka mengumumkan akan terbit novel ini, saya jadi tertarik untuk membaca tulisan Tasaro.
Sembilu menceritakan kisah romansa yang terjalin antara dua anak muda; Kashmir dan Kanya. Cerita diawali dengan adegan Kashmir yang kehilangan Kanya. Ia mencari-cari di semua gerbong kereta, tapi tidak juga menemukan.
Lalu pada suatu malam, Kashmir mendapat panggilan telepon dari kawan lamanya yang memberitahu bahwa ia melihat Kanya, di Hongkong. Kemudian, alur bergerak mundur. Kita akan dibawa ke tempat dan waktu di mana seluruh cerita ini bermula, di sebuah kereta di sudut kota Bandung.
Hari itu hari pertama Kashmir masuk sekolah. Alih-alih naik transportasi yang sering ia gunakan, Kashmir iseng mencoba naik kereta saja. Namun dari sanalah, nasib mempertemukannya dengan Kanya, gadis putus sekolah yang berjualan ke pasar demi membantu perekonomian keluarga.
Kashmir menyukai kegigihan Kanya. Perlahan tapi pasti, ia pun jatuh cinta. Berbagai upaya dilakukan Kashmir demi bisa berada di samping Kanya. Dari obrolan singkat mereka, Kashmir tahu bahwa Kanya setiap pagi menggunakan kereta ini berangkat ke pasar. Sejak itu, Kashmir memutuskan untuk naik kereta setiap berangkat sekolah.
Kanya juga mencintai Kashmir. Kashmir tahu itu meski Kanya tak pernah mengatakannya. Tiga tahun lamanya mereka bersama. Pergi dan pulang dalam kereta yang sama. Mereka sudah saling mengenal lebih dalam tentang kehidupan dan keluarga masing-masing. Mereka seolah tak pernah bisa terpisahkan. Hingga suatu hari, Kashmir mendapat beasiswa kuliah musik di Swedia, negeri impiannya. Mereka pun harus rela berpisah seluas separuh bumi.
Di Stockholm (ibu kota Swedia), Kashmir berusaha keras bertahan hidup; kuliah sambil bekerja sampingan. Jarak yang jauh dan orang-orang yang ia temui menguji kesetiaan cintanya kepada Kanya.
Saya baru pertama kali membaca novel Tasaro GK. Saya terpikat oleh kepiawaiannya memainkan kata yang berima dan enak dibaca. Contohnya pada penggalan paragraf berikut:
Engkau... gadis remaja berjiwa purba, yang mengepang rambut panjangmu menjadi dua. Menggendong bakul sayur menuju pasar di kota. Menaiki kereta setiap pagi masih buta. Senyummu akan hidup selamanya, pada derit roda baja ketika menggilas rel kereta. Sewaktu peluit panjang mengucapkan selamat jalan dan kegembiraan menyatu dengan kesedihan. (halaman 20)
Meski begitu, menurut saya masih ada beberapa bagian dari novel ini yang terasa membosankan, sehingga membuat saya harus berhenti sejenak, mengumpulkan kembali niat dan semangat, dan barulah meneruskan membacanya.
***
Menurut pengakuan penulis, Sembilu dan dua buku lainnya (Shirath dan Galaksi Cinta) adalah "lubang hitam" yang mengisap hampir seluruh kemampuannya dalam menulis kisah romansa.
Cerita Kashmir dan Kanya sendiri terpisah dalam dua buku; Sembilu dan Shirath. Mengutip kata-kata penulis di akhir buku; "Sembilu adalah kisah kasih rindu yang murni. Tak disekat oleh kata-kata atau dibatasi definisi. Sedangkan Shirath adalah puncak dari segala kesadaran untuk apakah cinta diutus Tuhan ke bumi".
Saya semakin tak sabar untuk membaca buku kedua, Shirath. Menyaksikan kelanjutan pengembaraan rasa yang dilakukan Kashmir (seperti yang tertera di blurb) ke kota-kota yang jauh: Stockholm, Frankfurt, Paris, Hong Kong, Mekah, Madinah, Yogyakarta, dan sebuah kota kecil yang terlupakan di Bandung Selatan.