Tepat 26 November 2021, KKN Unsulbar Gelombang XVIII secara resmi dilepaskan untuk mengabdi kepada masyarakat di tempat KKN sesuai yang telah ditentukan. Saya salah satu dari sekian banyak peserta KKN itu. Awalnya saya ditempatkan di desa Panyampa yang memang sebelumnya telah sesuai dengan surat domisili. Ada sedikit perasaan canggung karena deretan nama-nama yang akan satu posko di desa Panyampa, eh ternyata hanya diri saya yang jurusan Matematika. Sedangkan yang lain semuanya jurusan Hubungan Internasional (HI). Di tambah pula, tidak satu pun ada yang saya kenal dengan mereka, baik melalui sebagai teman di organisasi apalagi teman di dunia kampus.
Walau agak canggung sedikit sih, tapi saya tetap berusaha untuk dapat berbaur dengan mereka. Hebatnya juga, mahasiswa yang KKN di desa Panyampa hanya ada dua orang laki-lakinya dengan estimasi 10 orang/posko.
Hari pertama, kami melakukan kunjungan ke desa Panyampa sekaligus perkenalan diri kepada para aparatur desa dan masyarakat setempat. Kami menyampaikan akan berposko selama 40 hari ke depan. Kami pun disambut dengan baik dan ramah, termasuk sekretaris desa Panyampa, beliau biasa disapa oleh masyarakat setempat dengan panggilan A’ba. Sekretaris desa dengan gaya humornya dan antusiasnya untuk menyambut mahasiswa KKN, membuat kami berpikir bahwa nantinya akan lebih mudah melaksanakan program kerja di desa Panyampa.
Beliau sering kali mengatakan kepada kami untuk membawa santai saja, “kalau saya santai saja, desa kami ini aman,” ujarnya dengan penuh canda.
Awal pertama survei, kami diperkenalkan dengan beberapa kepala dusun yang ada di desa Panyampa dan sekaligus mengajak kami untuk mengunjungi tempat wisata pantai yang seakan tak terawat lagi layaknya seperti tempat wisata. Terlihat banyak sampah-sampah yang berkeliaran di pantai itu. Waktu itu juga, A’ba selalu mengajak kami untuk berfoto yang dibumbuhi dengan gayanya sebagai anak muda generasi sekarang.
Tiga hari setelah itu, saya sering kali berpikir dan mengusahakan agar bisa pindah posko. Dari awal pengumuman tempat KKN, sebenarnya saya sudah ada keinginan untuk pindah posko. Alasannya bukan karena berada di desa Panyampa. Bukan pula karena teman-teman yang ada di desa Panyampa, melainkan karena waktu itu saya sedang ada magang di media online. Saya sedang ditugaskan untuk meliput pemberitaan di daerah kabupaten Majene.
Setelah menanyakan kepada beberapa teman, ternyata ada jalan atau peluang untuk bisa pindah posko. Dosen pembimbing di desa Panyampa dan di desa Pamboborang yang nantinya saya masuki untuk pindah posko, saya hubungi mereka dan bermohon agar diizinkan untuk bisa pindah, dengan alasan bahwa saya sedang magang di daerah Majene.
Alhasil, saya pun diberikan izin untuk pindah posko dari dua pembimbing itu. Awalnya, saya diterpa tuntutan dengan alasan tidak berperilaku berkeposkoan. Sebab, memilih pindah posko yang sebelumnya telah melakukan survei lokasi dan sudah menyusun proker bersama untuk desa Panyampa.
Teman-teman posko di Penyampa berharap agar saya tidak pindah. Selain karena saya memang kordinator untuk desa Panyampa, juga memang anggota di posko desa Panyampa sedikit untuk personil laki-laki. Akan tetapi, karena dengan alasan tidak bisa meninggalkan magang di Majene, saya pun tetap memutuskan untuk pindah posko, meskipun sebenarnya dipenuhi dengan tuntutan tidak enak dengan teman-teman di posko Panyampa.
Posko KKN Unsulbar di desa Pamboborang
Saat teman-teman KKN di desa Pamboborang sudah berkunjung ke kepala desa, sebenarnya saya terlambat menyusul. Pemilihan pengurus struktur KKN di desa sudah ditentukan. :alu setelah itu baru saya diterima untuk pindah posko bersama dengan mereka. Satu hari sebelum penentuan rumah posko KKN, kami kembali berkunjung ke desa Pamboborang untuk perkenalan dengan kepala desa. Sekaligus saya sendiri yang akan perkenalan bahwa saya adalah pindahan dari posko lain.
Kondisinya tentu berbeda, posko pertama dengan teman yang tidak pernah saya kenal sebelumnya, jurtru teman yang ada di desa Pamboborang sudah dikenal dari awal, karena satu organisasi di GMNI Majene. Ada tiga teman yang juga anggota GMNI Majene. Sehingga seakan bahwa teman di organisasi, itu pula yang sama waktu KKN.
Kami berjumlah 9 orang, tiga laki-laki dan enam perempuan. Hampir serupa dengan posko pertama, tujuh jurasan Hubungan Internasional, satu jurasan Matematika saya sendiri, dan satu lagi jurasan Agribisnis.
Setelah posko ditentukan, ternyata berada di dusun Galung Paara, berdampingan dengan rumah kepala dusun Galung Paara (pak Abdullah). Awalnya sempat kaget, ternyata posko yang akan kami tempati adalah salah satu rumah termewah di Galung Paara. Saya sendiri menilai, rumah yang kami jadikan posko itu sangatlah mewah, ditambah pula dengan fasilitasnya. Mungkin suatu rejeki yang patut disyukuri, karena sangat jarang ada posko yang semewah dengan posko KKN lain.
Salah satu yang harus didekati tentu adalah pemuda desa bagi anak KKN. Letika mahasiswa KKN mampu berkolaborasi dengan pemuda desa, maka tentu akan lebih mudah menyelesaikan program kerja. Pemuda desa yang pertama mendukung kami adalah Ismail. Posisi Ismail sebagai ketua Remaja Masjid Baitul Abrar Galung Paara, termasuk salah satu tokoh pemuda yang menghadiri seminar program kerja kami yang digelar di kantor desa Pamboborang, pada hari rabu, 2 Desember 2021.
Hal itu membuat kami berpikir bahwa akan lebih mudah menjalankan proker, Ismail yang juga salah satu mahasiswa di STAIN Majene yang tidak lama setelah itu dinobatkan sebagai seorang sarjana. Ismail banyak membantu kegiatan yang kami lakukan, memberikan idenya, dan mengajak kami untuk terlibat dalam persiapan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW. yang digelar di Masjid Galung Paara. Di samping itu pula, beliau juga banyak membantu menyelesaikan proker-proker kami.
Selain itu, tentu tak terlupakan juga kak Sadli, tokoh pemuda yang berdomisili di Galung Paara Selatan. Beliau telah membatu kami untuk proker pemasangan papan nama kepala keluarga di setiap rumah dan beberapa proker lainnya. Di samping itu, masih ada tokoh pemuda yang mendukung kami selama ber-KKN di desa Pamboborang, termasuk Hamdani, Alim, Hasyim, dan beberapa pemuda lainya yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Terkait dengan proker yang telah kami susun, memang akan difokuskan hanya di dua dusun saja, yakni dusun Galung Paara dan Galung Paara Selatan, mengingat dusun lain yang ada di desa Pamboborang sudah ditempati oleh mahasiswa KKN lain, termasuk KKN UNM dan UIN Maksssar, sehingga kami berinisiatif untuk menfokuskan program kerja hanya di dua dusun saja yang telah disebutkan.
Kondisi masyarakat desa Pamboborang
Desa Pamboborang terdiri dari enam dusun, di antaranya dusun Konja, Konja Selatan, Pamboborang, Pamboborang Selatan, Galung Paara, dan Galung Paara Selatan. Dalam keterangan salah satu warga, dusun Konja dan Konja Selatan mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai tukang kayu dan tukang batu, sementara empat dusun yang lain mayoritas penduduknya bekerja sebagai pengusaha “Panda Besi” dan Petani.
Iya, desa Pamboborang memang dikenal sebagai kampung pandai besi. Pandai besi merupakan usaha masyarakat untuk pembuatan parang, pisau, badik, dan pisau peralatan rumah tangga lainnya. Pandai besi di desa Pamboborang telah berjalan sudah sejak lama, dan usaha tersebut masih menjadi salah satu usaha masyarakat yang patut diunggulkan.
Pandai Besi di desa Pamboborang masih menggunakan tenaga manual dari masyarakat, mulai dari memanaskan besi, memukul besi, hingga menggurinda besi yang nantinya siap untuk dijual di pasar. Dalam keterangan salah satu warga pengusaha pandai besi Galung Paara yakni pak Abd. Darwis, beliau mengatakan bahwa kelompok panda besi untuk dusun Galung Paara dan Galung Paara Selatan berjumlah kurang lebih 12 kelompok, di dalam satu kelompok itu berkisar dari 4-10 orang.
Pak Darwis yang sudah lama bekerja sebagai pandai besi, mengatakan bahwa pandai besi di dusun Galung Paara merupakan usaha yang sudah lama ia jalankan. Bahkan, beliau menyampaikan bahwa mereka yang kuat bekerja tentu akan lebih mudah memperoleh uang. Selain itu, banyak juga masyarakat yang hanya membuat sarung dan pegangan parang saja.
Di samping itu juga, petani bawang merah di Galung Paara juga menjadi penghasilan dari masyarakat setempat, termasuk pak Abdullah (kepala dusun Galung Paara) sekaligus petani bawang senior di dusun Galung Paara. Dalam papar pak Abdullah, beliau bangga menjadi seorang petani yang sebelumnya juga pernah bekerja sebagai pandai besi, namun untuk kali ini beliau hanya membuat pegangan parang saja, dan di samping itu memfokuskan untuk bertani bawang.
“Sudah lama saya bertani bawang merah, dan sebenarnya bertani bawang merah itu tentu sangat dibutuhkan kesabaran, mengingat perawatannya yang rumit dan harga penjualan pun yang tidak menentu,” papar pak Abdullah saat berbincang di kediamannya.
Namun, bagi pak Abdullah, bertani menurutnya sudah melekat dengan dirinya. Kalau ditelisik sebenarnya pak Abdullah belum pernah mengalami kerugian selama ia bertani bawang, meskipun biasa terkadang resah ketika harga bawang tiba-tiba anjlok.
Selain itu, hal yang perlu juga diapresiasi adalah inisiasi pemuda untuk pemasangan wafi/jaringan internet di desa Pamboborang, khususnya dusun Galung Paara dan Galung Paara Selatan. Sosok pemuda yang sekarang ini telah menjadi pengelola wifi di dusun Galung Paara dan Galung Paara Selatan ialah kak Sadli.
Kondisi internet di Galung Paara dan Galung Paara selatan sangat tidak mendukung, akibat inisiasi dan usaha yang dijalankan oleh kak Sadli, sehingga dua dusun tersebut telah terjangkau semua jaringan internet yang berbasis jaringan Indihome.
Kata kak Sadli, bahwa ada sekitar 50 Wifi yang sudah terpasang di setiap rumah untuk dusun Galung Paara dan Galung Paara Selatan, alhasil daerah tersebut tentu tidak kalah saing dengan daerah yang ada di perkotaan terkait dengan masalah jaringan internet.
“Justru ada biasa masyarakat yang keseringan mati kartunya karena lupa mengisi pulsa, mungkin karena sudah terfasilitasi dengan jaringan wifi. Kita sekarang sudah gampang ketika ada urusan, tinggal telpon saja lewat WA, nah selelesai, itu layaknya seperti di kota-kota,” papar Sadli.
Usaha itu mulai dijalankan pada tahun 2019 yang hanya bermula di rumah pribadinya, selanjutnya karena ada keinginan agar dapat dijangkau semua orang, sehingga kak Sadli berkeinginan agar di dusun itu dapat terjangkau dengan akses jaringan internet. Untuk dapat mengakses jaringan tersebut, yakni menggunakan voucer dengan varian harga yang berbeda pula. Sementara untuk pembayaran wifi oleh kak Sadli, biasanya lebih dari satu juta dari setiap wifi yang terpasang.
KKN dan Kenangan
Banyak kenangan yang dapat kami rasakan selama ber-KKN di desa Pamboborang, selain untuk dapat melatih diri agar dapat berbaur dengan masyarakat setempat, juga menjadi tantangan baru dalam melihat setiap persoalan yang terjadi, sejatinya itulah substansi ber-KKN.
Tentunya rasa persaudaraan bersama dengan teman-teman posko KKN yang berjalan selama lebih dari satu bulan itu akan terenggut. Di samping itu pula, hubungan emosional kepada seluruh masyarakat Galung Paara, terkhusus para pemuda membuat kami sudah mengaggap sebagai saudara.
Tak banyak yang dapat kami ceritakan, yang terpenting tentu kami tidak akan melupakan apa yang telah dilakukan selama di desa Pamboborang, mengenal warga masyarakat, dan terlebih dapat mengenal para tokoh pemuda yang juga banyak berpartisipasi serta mendukung setiap yang kami lakukan selama ber-KKN.