Buku cerita berjudul Surga Sungsang ini ditulis oleh Triyanto Triwikromo terbitan Gramedia Pustaka Utama 2014. Triyanto Triwikromo merupakan peraih Penghargaan Sastra 2009 Pusat Bahasa untuk buku Ular di Mangkuk Nabi. Ia bekerja sebagai dosen Penulisan Kreatif di Universitas Diponegoro, Semarang dan Redaktur Pelaksana Harian Suara Merdeka.
Selain menganggit puisi, Triyanto Triwikromo juga menulis kumpulan cerpen Rezim Seks (2002), Anak-anak Mengasah Pisau (2003), Malam Sepasang Lampion (2004), cerpennya Cahaya Sunyi Ibu termuat dalam 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 Anugerah Sastra Pena Kencana.
Pada tahun 2012-2013 ia terlibat dalam penggarapan program City Book yang diproduksi oleh deBuren (rumah produksi dari Belgia). Proyek ini memuat 10 puisi panjangnya tentang Semarang sebelum dan pascakolonial yang diterjemahkan dalam bahasa Belanda, Inggris dan Perancis. Cerpen-cerpennya juga diterjemahkan dalam bahasa Swedia dan Inggris.
Dalam menulis karya sastra, Triyanto Triwikromo termasuk penganut realisme yang dihiasi imaji surealistik. Seperti cerita-cerita yang terhampar dalam setiap lembar di buku ini, yang ganjil silih berganti dengan yang riil. Chaos menjadi kosmos. Sebuah novel yang akhirnya bukan sekadar karya fiktif. Dengan terus terang ia mengarangnya dengan memperlihatkan sebuah permainan yang cerdas dan kerapian yang berlatar bumi Indonesia.
Surga Sungsang bercerita tentang tanjung yang terus kena abrasi hingga hampir tenggelam. Tokoh-tokohnya juga melibatkan para malaikat, nabi, wali dan syeikh. Sebagaimana di halaman 9, Triyanto Triwikromo menulis: Tak hanya dianggap memiliki semua mukjizat yang bisa dilakukan Nabi Musa, seorang warga pernah menceritakan dengan terperinci, Syekh Muso juga pernah ditelan semacam naga, semacam kerbau laut, atau hius raksasa, dan tak mati meskipun telah berada di perut hewan itu selama sehari semalam. Karena itu warga yakin Syekh Muso itu sesungguhnya Nabi Yunus yang diutus menyelamatkan kampung dari kehancuran dan kemungkaran.
Di samping Syekh Muso, Nabi Musa dan Nabi Yunus, penulis cerita ini juga memunculkan tokoh lain bernama Khadijah, Khidir dan Izrail. Seperti yang dikutip di halaman 116: Sungguh terkejut Khadijah ketika merapat ke Makam Syekh Muso. Makam ini telah berantakan. Atap cungkup ambruk. Ada gerowong tanpa dasar di nisan. “Tak usah terkejut. Seseorang telah meledakkannya. Dia telah mengebom tempat yang dianggap oleh orang-orang bodoh sebagai makam keramat ini,” kata Khidir.
“Sebentar lagi ganti kami yang akan membakar lelaki brengsek itu. Lihat saja semua kejadian dari sini,” sambung Izrail.
Dan demikianlah seterusnya. Seperti kata KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam memberi endorsement atas buku ini, Surga Sungsang berbicara tentang persoalan penting kemanusiaan yang dikemas canggih dalam teknik perceritaan yang inovatif.