Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Peempuan pada tahun 2020, tercatat bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) atau ranah personal masih menempati urutan pertama dengan jumlah 75,4% dibanding ranah lainnya. Dari 11.105 kasus yang ada, sebanyak 59% adalah kekerasan terhadap istri. Walaupun pelaku adalah suami sendiri, bukan berarti pelaku KDRT kebal hukum. Di Indonesia sendiri sudah ada UU yang mengatur mengenai KDRT, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Tujuan UU ini adalah:
- Untuk mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
- Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
- Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
- Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera
Berdasarkan Pasal 1 UU PKDRT, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Ternyata ruang lingkup KDRT itu luas lho, tidak hanya sebatas pada perempuan atau istri saja. Menurut UU PKDRT Pasal 2, ruang lingkup KDRT mencakup beberapa pihak, yaitu:
- Suami, istri, anak
- Orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan dan yang menetap dalam rumah tangga
- Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut
Kemudian, apakah bentuk KDRT sebatas kekerasan fisik? Pemahaman ini perlu diluruskan. Ternyata KDRT itu tidak hanya kekerasan fisik. Berdasarkan UU PKDRT, bentuk-bentuk KDRT meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga.
Jika mengalami salah satu bentuk KDRT di atas, kamu bisa melakukan pengaduan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Tidak perlu takut, karena setiap korban KDRT memiliki hak yang sudah diatur oleh UU PKDRT pasal 10, yaitu:
- Mendapat perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, advokat, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
- Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis
- Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
- Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Pelayanan bimbingan rohani
Apabila kamu bukan korban, tetapi melihat adanya tindak KDRT, kamu bisa melakukan berbagai upaya sebagai berikut:
- Mencegah berlangsungnya tindak pidana
- Memberikan perlindungan kepada korban
- Memberikan pertolongan darurat
- Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
Itulah sekilas mengenai UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. KDRT bukan merupakan ajaran dalam agama manapun. Istri ada untuk menjadi pendamping hidup, bukan menjadi pelampiasan emosi. Stop KDRT!