Menghidupkan Kembali Api Tauhid dari Buku Habiburrahman El Shirazy

Candra Kartiko | Martina Mulia Dewi
Menghidupkan Kembali Api Tauhid dari Buku Habiburrahman El Shirazy
Buku Api Tauhid - Habiburrahman El Shirazy (Dok. Pribadi/Martinamuliadewi)

Sebuah novel sejarah yang menggugah jiwa dengan kisah cinta dan perjuangan tokoh pembangun peradaban ini diceritakan sangat epic oleh novelis nomor 1 Indonesia, “Kang Abik”. Cerita fiktif dan nyata yang berpadu menjadi satu di buku ini begitu luar biasa, bukan hanya novel biasa, tapi ketika membaca buku ini seperti membuat diri ingin meneladani apa yang dicontohkan para tokoh-tokohnya. 

Ketiga kalinya aku membaca buku ini selalu ada hal baru yang didapatkan. Meskipun bukunya agak tebal, 587 halaman, tapi selalu menarik untuk diulang-ulang. Kisah Fahmi, Subki, Hamza, Ali, Emel, Aysel, dan tokoh-tokoh lainnya menjadi cerminan tentang kompleksnya kehidupan di masa muda dan pergolakan batin yang dialami.

Tak hanya itu, buku ini juga menyajikan kisah heroik seorang ulama dari Turki bernama Badiuzzaman Said Nursi. Kang Abik mengajak para pembaca untuk menelisik kembali sejarah peradaban Turki di masa itu. Sangat menarik, pembaca diajak untuk berkeliling di Turki menjajaki pengembaraan ilmu sekaligus mengetahui keindahan setiap kota di Turki. 

Tokoh utama dalam novel ini adalah Fahmi, seorang pemuda sederhana dari Tegalrandu, Lumajang yang berhasil menempuh beasiswa pendidikan S2nya di Universitas Islam Madinah. Tokoh Fahmi ini digambarkan sebagai seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan, patuh terhadap kedua orang tuanya, sahabat yang baik untuk teman-temannya, teguh pendirian, seorang penghafal al quran juga, ada banyak keistimewaan lainnya.

Figure yang sangat perlu dicontoh untuk kalangan anak muda sekarang ini. Di tengah banyaknya godaan dan ujian yang dihadapi anak muda saat ini, sosok-sosok seperti Fahmi inilah yang akan menyelamatkan peradaban yang berusaha menghilangkan akar keimanan setiap insan. 

Suatu ketika Fahmi tengah menghadapi persoalan rumit dalam hidupnya, apalagi jika bukan soal  cinta. Di awal cerita di novel ini disampaikan bahwa Fahmi ingin menyelesaikan empat puluh kali khataman al Quran dengan hafalan. Ia ingin meniru Kyai Munawwir Krapyak yang pernah melakukan hal yang serupa.

Masalah cinta yang begitu berat yang dihadapi Fahmi coba ia lawan dengan cintanya terhadap al Quran. Hal inilah yang akhirnya membuatnya tumbang dan koma di rumah sakit. Iktikaf yang dilakukan Fahmi di Masjidil Haram dengan empat puluh kali khataman itu tak bisa ia tuntaskan. 

Subki dan Hamza, teman karib Fahmi akhirnya membawanya ke rumah sakit. Mereka tidak tahu ada apa di balik peristiwa ini, persoalan berat apa yang sedang dihadapi oleh Fahmi sampai darah mengucur dari hidungnya dan berakhir dengan koma.

Awalnya Fahmi tak ingin menceritakan apapun pada temannya, sampai pada akhirnya setelah bangun dari koma ia buka semua rahasianya. Ternyata alasan di balik itu adalah seorang gadis bernama Nuzula. 

Fahmi ternyata sudah menikah dengan Nuzula tapi tak seorang pun mengetahui itu. Mereka menikah secara siri karena kemauan dari pihak keluarga Nuzula, putri dari Kyai Arselan, seorang ulama besar di Yosowilangun. Kyai datang sendiri ke rumah Fahmi untuk memintanya menikahi Nuzula.

Singkat cerita Fahmi akhirnya menerima itu dan mereka menikah. Tetapi setelah menikah mereka harus berpisah dan tak boleh serumah. Fahmi melanjutkan studi ke Madinah dan Nuzula juga harus kuliah ke Jakarta. 

Lalu di mana akar masalahnya? Suatu hari setelah beberapa bulan mereka menikah, tiba-tiba Nuzula hilang kontak dan terakhir ia mengirim pesan “Assalamu’alaikum. Maaf Mas, mulai hari ini tolong jangan hubungi aku lagi. Terima kasih.” Fahmi bingung ada apa sebenarnya.

Seminggu setelah itu, Kyai Arselan mengabari ingin bertemu Fahmi dan meminta kepadanya agar menceraikan Nuzula. Sontak saja Fahmi makin bingung dan tak tahu harus bagaimana.

Di tengah pergolakan batin dan kebingungan Fahmi itulah ia tenggelam dalam kesedihan yang sangat mendalam. Bagaimana bisa ia melupakan ciuman 7 detik setelah akad nikah itu begitu saja.

Cintanya sudah terpatri pada Nuzula, walau mereka belum pernah hidup bersama. Itulah alasan di balik ia menenggelamkan dirinya dengan nikmatnya iktikaf dengan al Quran di Masjidil Haram. 

Mendengar cerita Fahmi membuat Hamza dan Subki tak habis pikir, mereka turut prihatin dengan apa yang dialami Fahmi. Masalah yang dihadapinya begitu berat.

Untuk menghibur sahabatnya itu, Hamza lalu mengajak Fahmi dan Subki untuk menelusuri pengembaraan ilmu seorang ulama Turki Badiuzzaman Said Nursi. Fahmi setuju dengan rencana itu. Mereka akhirnya berangkat dari Madinah ke Turki. 

Keberangkatan Fahmi ke Turki mempertemukannya dengan Aysel, Emel, Bilal, dan keluarga Hamza yang lainnya. Mereka berenam pun akhirnya menelusuri sejarah Badiuzzaman Said Nursi di negeri Turki.

Pembaca akan diajak menyelami kisah heroic Said Nursi dari beliau kecil. Perjalanan ini mengantarkan mereka untuk melihat keindahan kota-kota di Turki, mulai dari Kayseri, Gaziantep, Sanliurfa, Konya, Isparta, dan lain-lain. 

Perjalanan ini bukan hanya sekadar liburan saja, tapi sekaligus menyelami sejarah peradaban Islam di Turki. Bahkan di buku ini juga dijelaskan tentang masa-masa kelam runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani. Salah satunya adalah karena tercabutnya akar tauhid di dalam diri masyarakat.

Ada pihak-pihak yang menyusup di kalangan pemerintahan Turki untuk menghilangkan Al Quran di hati kaum muslimin, terutama anak mudanya. Salah satu di antaranya adalah Imanuel Caraso. Peristiwa kelam itu pernah ada dan itu nyata. Anak-anak muda lahir dengan pemikiran ala barat dan muncullah seorang Mustafa Kemal Attaturk yang menjadi cerita kelam Turki di masa itu. 

Belajar sejarah Kerajaan Turki ini begitu membuat hati siapapun akan tergugah. Turki punya magnet tersendiri dengan cerita peradaban islam di sana. Pengembaraan ilmu tentang Badiuzzaman Said Nursi ini telah membuat Fahmi sejenak melupakan kisah cintanya bersama Nuzula.

Sampai ia berkesimpulan bahwa “Jatuh cintanya Syaikh Said Nursi saat remaja adalah jatuh cinta pada ilmu, jatuh cinta pada ibadah dan dakwah.” Seketika Fahmi merasa tertampar dengan perjalanan hidup ulama itu. Masalahnya begitu kecil dari pada perjuangan yang dilakukan Badiuzzaman Said Nursi. 

Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari buku ini. Tentang persahabatan, tentang cinta, tentang kekeluargaan, keteguhan iman, tentang sebuah pedoman hidup yang terus dipegang supaya tak mudah larut mengikuti perkembangan zaman yang kadang kalau kita nggak selektif justru itu yang akan membuat kita keblinger. 

Bagaimana kisah cinta Fahmi berakhir di buku ini? Apakah Fahmi benar-benar bercerai dengan Nuzula?  Belum selesai dengan itu, ternyata Emel dan Aysel juga menaruh hati kepada Fahmi.

Wah, serulah pokoknya perjalanan cinta Fahmi ini, ikutan terharu baca kisahnya. Sampai berpikir adakah tokoh Fahmi ini dalam dunia nyata? Hmmm mungkin saja, di belahan bumi lainnya. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak