Nama Kahar Muzakkar memang patut disebut sebagai pahlawan bangsa untuk meraih kemerdekaan, kegigihan dan keberaniannya membuat ia dikagumi di kalangan tentara Indonesia.
Walaupun pada akhirnya, Kahar Muzakkar lebih memilih berontak terhadap negara karena ada unsur kekecewaan. Ia menjadi bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Kahar Muzakkar juga dikenal mempunyai pengetahuan mumpuni tentang Islam.
Seperti buku yang ditulis Johan Prasetya, "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan", nama lengkap Kahar Muzakkar adalah Abdul Kahar Muzakkar, ia dilahirkan di Desa Lanipa dekat Palopo, Distrik Ponrang, Kabupaten Luwu, di pantai barat laut Teluk Bone. Ayahnya bernama Malinrang yang merupakan keturunan bangsawan yang terpandang dan cukup kaya.
Masa pendidikan formal Kahar Muzakkar hanya bisa tamat pada sekolah rakyat di Lanipa, walau sempat melanjutkan pendidikan di pulau Jawa dengan masuk sekolah Muallimin yang dikelola Muhammadiyah. Namun studinya itu hanya berjalan tiga tahun (1938-1941), dan akhirnya terputus karena terpikat dengan perempuan Solo yang kemudian ia nikahi.
Sekembalinya Kahar Muzakkar ke tanah lahirnya di Lanipa, membuat keluarga besarnya gempar karena membawa istri orang Jawa. Semasa di kampung halaman, Kahar aktif di organisasi kepanduan yang berafiliasi dengan Muhammadiyah, yaitu Hizbul Wathan.
Ketika Jepang memasuki Indonesia, Kahar Muzakkar terpikat dengan janji Jepang untuk untuk membebaskan Indonesia dari Belanda. Kahar Muzakkar bertemu dengan pimpinan pasukan Jepang, hingga akhirnya ia bekerja sebagai Nippon Dohopo di Makassar.
Sementara pasca proklamasi, Kahar Muzakkar mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi (GEPIS) yang berubah nama menjadi Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi (APIS), bagian dari Angkatan Pemuda Indonesia (API).
Dalam suatu kesempatan, Kahar Muzakkar bersama API ikut terlibat dalam rapat besar Ikada di Jakarta, pada 19 September 1945. Kahar bersenjatakan sebilah golok membela Soekarno dan Hatta dari kepungan tentara Jepang.
Seiring dengan perkembangannya, APIS meleburkan diri dalam usaha perlawanan fisik menentang kembalinya penjajah dengan nama Kebaktian Rakyat Indonesia (KRIS). Adapun daerah operasinya mencakup Karawang, Tangerang, Subang, serta beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Karier Kahar Muzakkar mulai semakin cerah ketika ditugaskan menjadi komandan Persiapan Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi. Tidak lama kemudian, mulai timbul masalah dan ia pun tersingkir oleh perwira-perwira yang memiliki pendidikan formal dan kemampuan teknis militer yang memadai.
Akhirnya Kahar Muzakkar pun hanya diposisikan menjadi orang kedua dalam brigade, sementara Letkol J.F Warouw dan Letkol Lembong diangkat menjadi pemimpin brigade. Akan tetapi, Kahar sangat menolak pengakuan itu yang akhirnya melepaskan jabatannya sebagai wakil komandan Brigade XVI.
Selanjutnya, Kahar Muzakkar pun sempat menjadi pemimpin Komandan Grup Seberang, akan tetapi tidak lama kemudian dihapuskan dan Kahar pun menjadi perwira tanpa jabatan. Setelah Kahar merasa bahwa semua pengorbanannya tidak mendapatkan balasan yang sesuai, ia pun memutuskan untuk memilih jalannya sendiri.
Pada 7 Agustus 1953, Kahar Muzakkar membentuk brigadenya sendiri dan secara resmi menggabungkan kekuatan dengan Kartosoewirjo. Kahar bersama para pengikut fanatiknya menjadi bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Pemberontakan pun mulai digencarkan pada dekade 1950-an yang melibatkan sekitar 15.000 pengikut. Kahar sempat menyulitkan aparat keamanan RI, seiring berjalannya waktu kekuatannya pun makin melemah. Tetapi, Kahar pun tidak mau menyerah dan tetap bertahan di hutan belantara.