Bayangkan matahari baru saja muncul di ufuk timur, memantulkan cahaya emas di atas ombak kecil yang berkilauan. Angin laut mulai berhembus, membawa aroma asin yang khas, seolah membisikkan rahasia samudra. Dari kejauhan, terlihat deretan layar putih yang runcing menusuk langit pagi. Mereka bergerak cepat, membelah ombak dengan lincah, seperti sekawanan burung laut yang sedang migrasi. Itulah Lopi Sandeq, perahu kebanggaan Mandar, sang penakluk ombak dan pembawa cerita dari masa lalu yang masih hidup hingga hari ini.
Bagi orang Mandar, Sandeq bukan sekadar perahu. Ia adalah warisan, guru, sekaligus sahabat laut yang telah mengantarkan banyak generasi mencari rezeki, berlayar jauh ke negeri orang, dan mengukir jejak di samudra luas. Setiap tiang, cadik, dan layar menyimpan kisah tentang kecerdikan, keberanian, dan hubungan manusia dengan alam yang begitu harmonis.
Bentuknya ramping, ujungnya runcing, dan punya cadik di kiri-kanannya. Sekilas mungkin terlihat seperti perahu pada umumnya, tapi jangan salah, ini adalah perahu layar tercepat di dunia. Dengan layar terbentang, Sandeq bisa melesat memecah ombak, menantang angin, dan membawa nelayan Mandar menjelajah jauh. Dulu, perahu ini bisa sampai ke Malaysia, Jepang, Australia, bahkan Amerika, hanya dengan mengandalkan tenaga angin dan keterampilan para pelautnya.
Proses pembuatan Sandeq bukan pekerjaan biasa. Semua dimulai dari ritual mambaca-baca untuk memohon keselamatan. Lalu ada prosesi mattobo, pemasangan papan pertama yang dilakukan dengan doa dan rasa syukur. Setiap tahap punya makna mendalam, menghormati alam, menjaga keberkahan rezeki, dan memastikan setiap perjalanan dilindungi Tuhan. Warna putih di tubuh Sandeq melambangkan rezeki yang halal, sementara pemilihan kayu disertai aturan dan pantangan untuk menjaga keseimbangan alam.
Seorang nelayan senior, La Palle, yang sejak kecil sudah akrab dengan Sandeq, pernah berkata sambil menatap laut lepas, "Kalau kau mau mengerti hidup, belajarlah dari Sandeq. Ia tidak pernah melawan angin secara kasar, tapi memanfaatkan arah hembusannya. Begitu juga manusia, kita harus pandai membaca arah, bukan hanya melawan." Ucapannya sederhana, tapi menggambarkan filosofi hidup orang Mandar yang melekat pada perahu ini.
Dulu, Sandeq adalah tulang punggung kehidupan nelayan Mandar. Namun, ia juga hadir dalam bentuk hiburan dan kebanggaan lewat tradisi Passiluba Lopi atau balap Sandeq. Awalnya, lomba ini diadakan ketika nelayan libur melaut karena cuaca buruk. Sekarang, Sandeq Race menjadi agenda tahunan yang membentang dari Polewali Mandar hingga Mamuju. Saat lomba berlangsung, layar-layar putih berbaris rapi di lautan, menciptakan pemandangan yang memukau. Penonton memadati pantai, bersorak saat perahu favorit mereka melaju kencang, sementara awak perahu bekerja cepat mengatur layar, melawan angin, dan memanfaatkan setiap hembusan untuk meraih kemenangan.
Seorang pembalap Sandeq muda, Randi, menggambarkan pengalamannya dengan mata berbinar, "Balapan Sandeq itu seperti berdansa dengan angin. Kalau kita paham ritmenya, perahu bisa melaju seperti terbang. Rasanya campur aduk, deg-degan, bangga, dan bahagia, apalagi kalau melihat orang-orang di pantai bersorak mendukung." Semangatnya menunjukkan bahwa meski zaman berubah, Sandeq tetap memikat hati generasi baru.
Namun, perjalanan Sandeq di era modern penuh tantangan. Kehadiran perahu motor membuat banyak nelayan beralih karena lebih praktis. Perlahan, Sandeq kehilangan peran sebagai transportasi utama. Meski begitu, bagi masyarakat Mandar, ia terlalu berharga untuk dibiarkan hilang. Pemerintah daerah, komunitas budaya, dan para nelayan berusaha menjaga keberadaannya, menjadikannya simbol identitas yang harus diwariskan.
Keistimewaan Sandeq tidak hanya pada kecepatannya, tetapi juga pada nilai-nilai yang dikandungnya. Ia mengajarkan kesabaran menunggu angin, keberanian menantang ombak, dan kebijaksanaan untuk selalu menghormati alam. Setiap pelayaran adalah pelajaran hidup, setiap layar yang terkembang adalah tanda harapan.
Kini, Sandeq menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan. Ia mengingatkan anak-anak Mandar bahwa mereka adalah keturunan pelaut tangguh yang mampu menaklukkan samudra dengan keberanian dan pengetahuan tradisional. Menjaga Sandeq berarti menjaga napas Mandar itu sendiri.
Selama layar putih itu masih berkibar di laut biru, cerita tentang ketangguhan, kebersamaan, dan kearifan orang Mandar akan terus hidup, mengarungi waktu, dan tak pernah tenggelam.