Sastra Indonesia Periode Sebelum Kemerdekaan pada Era Angkatan 45

Ayu Nabila | Natasya Maulida Andini
Sastra Indonesia Periode Sebelum Kemerdekaan pada Era Angkatan 45
Artikel ini akan membahas tentang sejarah sastra Indonesia pada angkatan 45. (DocPribadi/ Natasya Maulida Andini)

Menurut Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Angkatan 45 adalah para penulis sastra Indonesia modern yang berkarya sepanjang masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, dan tahun-tahun setelahnya.

Pada mulanya angkatan ini disebut dengan berbagai nama, ada yang menyebut angkatan perang, angkatan kemerdekaan, angkatan Chairil Anwar dan lain-lain. Baru pada tahun 1948, Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama angkatan ’45.

Pada tanggal 9 Januari 1949, Rosihan Anwar menciptakan kalimat "Angkatan 45" di Majalah Siasat. Angkatan 45 juga dikenal sebagai Pasukan Kemerdekaan.

Mereka yang lahir sebelum kemerdekaan disebut sebagai angkatan 45. Pengalaman hidup dan perubahan sosial-politik-budaya telah menginspirasi karya kreatif penulis generasi ke-45. Tulisan-tulisan generasi ini lebih realistis daripada karangan-karangan romantis-idealistis generasi sekarang. Alhasil, karya-karya sastra generasi ini memuat beberapa referensi tentang perjuangan kemerdekaan “Surat kepercayaan gelanggang”. Mereka ingin dapat beroperasi sesuai dengan hati nurani dan kebebasan mereka, menurut filosofi ini.

Chairil Anwar, Asrul Sani, R.ivai Apin, Usmar Ismail, Idrus, Ida Nasution, Utuy Thtang Sontani, Balfas, J.E. Tutengkeng, dan Pramoedya Ananta Toer adalah beberapa tokoh sastra yang terkait dengan Generasi 45. Puisi "Aku" karya Chairil Anwar adalah salah satu puisinya yang paling terkenal.

Generasi 45 mulai menulis karyanya dalam bahasa Indonesia. Ketika perang kemerdekaan Indonesia semakin dekat, terutama pada tahun 1945, ada pengaruh politik yang luar biasa.

Jika dibandingkan dengan angkatan Pujangga Baru, pandangan menulis dalam bentuk esai tampak kurang bebas, tetapi angkatan 45 lebih realistis isinya, di mana substansi lebih esensial daripada bahasa, menurut Andri Wicaksono dalam Kajian Prosa Fiksi (2017).

Karena propaganda dan politik Jepang mendominasi angkatan 45 bagian I, hanya sedikit novel yang ditulis selama periode ini. Pelepasan karya tentang kekuasaan Jepang di Balai Pustaka turut menyumbang citra stigma Jepang.

Perjuangan bangsa mencapai puncaknya dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, dan ketidakstabilan politik yang mendahului dan mengikutinya berdampak signifikan pada gaya sastra. Gaya sastra angkatan 45 begitu kuat sehingga membedakan dirinya dari sastra generasi sebelumnya dan dijuluki Sastra Kemerdekaan. Karya-karya sastra angkatan 45 muncul untuk menghembuskan kehidupan dan kekuatan baru ke dalam sastra Indonesia yang mendunia.

Dilatarbelakangi oleh pergeseran politik mendadak yang terjadi di bawah pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi persemaian bagi karya-karya kreatif angkatan 45. Dimulai dengan reaksi terhadap sastra yang disponsori pemerintah Jepang di Indonesia, dan dengan bantuan beberapa orang Indonesia.

Angkatan ke-45 tumbuh dalam lingkungan yang menantang dan keras, terutama dalam menghadapi fasisme Jepang, dan terus berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Ekspresionisme merupakan aliran seni yang berkembang setelah kemerdekaan diproklamasikan. Ekspresionisme yang mendasari Sastra Angkatan 45 sebenarnya sudah berkembang lama di Eropa (penghujung abad ke-19) seperti Baudelaire, Rimbaud, Mallarme (Prancis), F.G. Lorca (Spanyol), G. Ungaretti (Italia), T.S Eliot (Inggris), G.Benn (Jerman), dan H. Marsman (Belanda).

Ciri-ciri karya sastra Angkatan 45 yang membedakan dengan periode lainnya adalah sebagai berikut:

  • Karya sastra dikembangkan dengan prinsip keberanian dan kebebasan
  • Temanya diangkat dari realitas, sehingga terkesan natural.
  • Lebih ekspresif.
  • Menyiratkan perjuangan memperebutkan kemerdekaan.
  •  Pengaruh dari sastra asing lebih luas atau sudah mulai terpengaruh budaya-budaya luar negeri
  • Sastrawan angkatan ini lebih menonjol, dinamis, dan kritis.
  • Hemat kata dalam karya
  • Mengandung Sinisme dan sarkasme terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang.

Contoh sastra pada masa Angkatan 45 antara lain:

  • Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin 1950)
  • Deru Campur Debu (Chairil Anwar 1949)
  •  Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (Chairil Anwar 1949)
  • Tanda Bahagia (Bakri Siregar 1944)
  • Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo 1952)
  •  Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma ( Idrus 1948)
  • Pertjobaan Setia (Suman Hs 1940)
  • Suara (Toto Sudarto Bakhitar)
  • Surat Kertas Hijau (Sitor Setumorang)
  • Dalam Sajak (Sitor Stturnioratig)
  • Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rantandi Kartalanumah)

Peristiwa-peristiwa penting pada sastra angkatan 45 yaitu sebagai berikut:

  • Penjajahan Jepang (1942—1945)
  • Proklamasi kemerdekaan (17 Agustus 1945)
  • Agresi Militer Belanda I dan II (21 Juli 1949 dan 18 Desember 1948)
  • Penyerahan kedaulatan RI (12 Desember 1949)
  • Gebrakan Chairil Anwar dengan bahasa puisinya yang pendek, padat, berbobot, dan bernas dan struktur puisinya yang menyimpang dari pola sastra sebelumnya.
  • Diumumkannya Surat Kepercayaan Gelanggang pada 23 Oktober 1950.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak