Sosok Sutan Sjahrir adalah tokoh pahlawan Indonesia yang juga banyak mengabdikan dirinya untuk kemerdekaan Indonesia. Dirinya salah satu pemuda yang dikenal progresif dan revolusioner, keberpihakannya kepada rakyat kecil dibuktikan sejak menjadi mahasiswa dan setelah menjabat di pemerintahan.
Sjahrir juga sangat aktif berorganisasi mulai dari masa mahasiswa, sehingga pada tanggal 20 Februari 1927, Sjahrir bersaman sepuluh orang temannya mendirikan perhimpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesie. Hingga akhirnya perhimpunan tersebut berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia yang menjadi motor penggerak Kongres Pemuda Indonesia. Kongres tersebut menjadi kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.
Seperti dalam buku “Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan” karangan Johan Prasetya, Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, tepat pada tanggal 5 Maret 1909. Ayahnya bernama Mohammad Rasad yang menjabat sebagai penasihat Sultan Deli dan kepala jaksa di Medan. Sementara ibunya bernama Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat.
Sebagai putra bangsawan, Sjahrir memperoleh pendidikan yang bisa dibilang cukup layak. Ia menempuh pendidikan sekolah dasar yang terkemuka di Medan yakni Europeesche Lagere School (ELS) dan melanjutkan di sekolah menengah (MULO) dan selesai pada tahun 1926. Selanjutnya Sjahrir masuk ke sekolah lanjutan atas Algemene Middelbare School (AMS) di Bandung,
Berada di AMS Bandung, Sjahrir bukanlah tipe siswa yang hanya menyibukkan dirinya dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah, Sjahrir aktif dalam klub debat di sekolahnya. Selain itu, ia juga aktif dalam pendidikan melek huruf secara gratis untuk anak-anak yang tidak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.
Usai dari AMS Bandung, Sjahrir melanjutkan pendidikan di negeri Belanda di Universitas Amsterdam, Fakultas Hukum untuk mendalami ilmu sosialisme. Selain terlibat dalam sosialisme, Sjahrir juga aktif di Perhimpunan Indonesia (PI) yang pada waktu itu diketuai oleh Muhammad Hatta.
Pada tahun 1931, Sjahrir kembali ke tanah air dan terlibat dalam pergerakan nasional. Ia bergabung di Partai Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya. Sjahrir pun banyak terlibat dalam pergerakan kaum buruh serta memuat banyak tulisan tentang perburuhan di Daulat Rakyat. Bahkan ia kerap berbicara pergerakan buruh di forum-forum politik. Hingga akhirnya, Sutan Sjahrir didaulat sebagai Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Perjuangan Sjahrir saat mau menjelang kemerdekaan dikenal sebagai pemuda yang bergerak di bawah tanah bersama dengan kader-kader muda PNI Baru dan para mahasiswa yang progresif. Ketika Jepang kalah dari Sekutu, Sjahrir yang didukung para pemuda untuk mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 15 Agustus 1945. Akan tetapi desakan tersebut direspon secara tidak positif oleh Soekarno dan Hatta. Mereka justru menunggu berita dari Jepang yang ada di Indonesia dan memproklamirkan kemerdekaan sesuai dengan prosedur Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para pemuda, sebab sikap itu beresiko bahwa kemerdekaan RI dinilai sebagai hadiah dari Jepang dan RI adalah buatan Jepang. Guna mendesak lebih keras, akhirnya para pemuda menculik Soekarno dalam peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Hingga akhirnya, Soekarno bersama Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI pada tangga 17 Agustus 1945.
Setelah kemerdekaan RI, Sutan Sjahrir diangkat sebagai Perdana Menteri RI yang merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri. Di samping sebagai pejabat negara, Sjahrir juga mendirikan Partai Rakyat Sosialis (PARAS) pada 20 November 1945. PARAS bergabung dengan Partai Rakyat Sosialis yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin yang terlibat dalam pemberontakan Madium. Lantas, Sutan Sjahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI).