Hakikatnya, setiap manusia adalah sosok pembelajar dalam hidup ini. Belajar dan terus belajar agar perilaku kita menjadi lebih baik dan bijaksana. Agar kita tidak mudah menjadi manusia-manusia yang tidak gemar menghakimi dan menyalahkan sesama.
Belajar tentu tidak hanya terbatas pada lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Keberadaan lembaga pendidikan hanyalah sebagai salah satu sarana mempermudah kita untuk menimba ilmu kepada para pakarnya.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, atau ketika kita sudah bekerja, bukan berarti kita berhenti belajar. Karena sejatinya, belajar yang paling panjang adalah ketika kita sudah lepas dari lembaga pendidikan tersebut. Lingkungan sekitar kita adalah tempat kita belajar, menempa diri yang sesungguhnya.
Saat kita telah terjun ke tengah masyarakat, kita akan dipertemukan dengan manusia-manusia yang memiliki beragam jenis karakter. Di sinilah pembelajaran yang sesungguhnya dimulai.
Sikap dan perilaku kita benar-benar akan diuji. Terlebih saat berhadapan dengan orang yang berbeda pemahaman dengan kita. Dari sanalah akan kita temukan banyak nilai-nilai pembelajaran yang sangat berharga yang akan berguna bagi kehidupan kita di kemudian hari.
Menurut saya, pembelajaran yang cukup berat akan kita hadapi ketika berada di lingkungan keluarga kita. Kita akan dihadapkan dengan, misalnya saudara kita yang berbeda pemahaman dengan kita. Belum lagi ketika kedua orangtua kita adalah sosok berkarakter keras dan harus selalu dituruti setiap kemauannya.
Namun, bagaimana pun karakter orangtua kita, memperlakukan mereka dengan baik adalah sebuah keharusan. Bila ada perbedaan pendapat dengan ayah atau ibu, bukan lantas membuat kita bersikap kasar pada mereka.
Jangan sampai dengan perbedaan tersebut, kita kemudian menjadi anak yang lupa dengan jasa orangtua. Orangtua yang telah bertahun-tahun lamanya susah-payah merawat, mendidik, dan membiayai kehidupan kita.
BACA JUGA: Persiapkan Pesan untuk Diri Sendiri di Masa Depan dengan Buku Love Letters for My Future Self
Dalam buku “Kita Mesti Telanjang”, Sulaiman Budiman selalu mengingatkan dirinya dan adik-adik tercintanya, agar tidak lupa akan kasih sayang orangtua yang telah mengorbankan segalanya untuk kita, karena cara kita memperlakukan orangtua akan sangat menentukan apakah kehidupan kita akan dilimpahi nasib baik atau tidak.
Menjadi orangtua yang bijaksana memang tidak gampang. Namun bukan hal mustahil bila kita berusaha mengupayakannya. Orangtua yang bijak akan terlihat dari cara memperlakukan anak-anaknya dengan baik. Mereka paham bahwa setiap anak terlahir dengan karakter dan bakat berbeda, sehingga tidak harus melakukan profesi yang serupa dengan profesi mereka.
Orangtua yang baik adalah orangtua yang selalu berusaha melimpahi kasih sayang pada anak-anaknya, bahkan kepada seluruh anggota keluarga yang lain. Saya sepakat dengan kata Sulaiman Budiman dalam buku ini, bahwa “Rumah yang dihiasi kasih sayang akan membuat anak-anak rindu untuk kembali pulang”.
Buku kumpulan opini “Kita Mesti Telanjang” yang diterbitkan oleh Bhuana Ilmu Populer (Jakarta) ini sangat cocok dijadikan sebagai bahan untuk merenungi diri. Melalui buku ini, penulis mengungkapkan kata-kata bijaknya, “kita seolah diajak becermin, telanjang, sendiri sehingga dalam hati kita diajak untuk berani mengakui kekurangan dan/atau kesalahan yang pernah kita lakukan, bahkan menertawakannya”.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS