Ulasan Novel Dry, Distopia Ketika Krisis Air Melanda Bumi

Ayu Nabila | Alfanni Nurul
Ulasan Novel Dry, Distopia Ketika Krisis Air Melanda Bumi
Cover Novel Dry (Kering) (gramedia.com)

Kisah distopia (dystopia) yang menggambarkan hal buruk membuat kita tersadar bahwa hidup tak selamanya baik-baik saja. Novel dengan genre distopia memiliki magnet tersendiri bagi pembaca untuk berimajinasi tentang akhir dunia. Salah satu novel yang menawarkan genre distopia yang tak boleh dilewatkan adalah Dry (Kering). Sesuai dengan judulnya, premis novel Dry menceritakan tentang kemarau panjang di California Selatan yang menyebabkan krisis air. Akibat dari krisis air ini menyebabkan kekacauan dimana-mana. 

Novel Dry ditulis oleh Neal Shusterman dan Jarrod Shusterman yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 2018 di Amerika Serikat. Penerbit Gramedia Pustaka Utama mendapatkan hak ciptanya yang kemudian buku ini diterbitkan pertama kali dalam terjemahan bahasa Indonesia pada tahun 2020. Novel Dry dengan cover warna jingga dan ilustrasi tanah retak yang menggambarkan hawa panas akibat kekeringan. 

Novel Dry berfokus pada kisah Alyssa yang harus bertahan hidup di tengah kekacauan akibat krisis air, apalagi setelah kedua orang tuanya yang tidak kunjung pulang saat pergi mencari air. Alyssa dan adiknya, Garrett kemudian memutuskan untuk mencari kedua orang tuanya. Bersama dengan teman sekelas sekaligus tetangganya bernama Kelton, Alyssa dan Garrett memulai perjalanan mencari kedua orang tua mereka apalagi setelah insiden yang membahayakan ketiganya. Dalam perjalanan, mereka bertemu Jacqui dan Henry yang kemudian memulai petualangan mengerikan di tengah kekacauan kota akibat krisis air. 

BACA JUGA: Daya Tarik Pantai Karang Payung, Tempat Wisata Alam Gratis di Wonogiri

Penceritaan pada novel Dry mengambil sudut pandang orang pertama dari masing-masing tokoh. Tidak hanya sudut pandang Alyssa saja, kita juga akan mengetahui dari sudut pandang tokoh yang lain seperti Kelton hingga sang adik, Garrett. Metode penceritaan tersebut membuat pembaca dapat mengetahui latar belakang masing-masing tokoh dan bisa menyimpulkan sendiri bagaimana karakter masing-masing tokoh. 

Novel Dry juga mengeksplorasi sifat asli manusia ketika dihadapkan dengan situasi sulit. Apalagi sejak krisis air diumumkan, banyak yang mengalami panic buying hingga saling berebut air layaknya zona perang. Tidak hanya itu saja, mereka bahkan rela melakukan tindakan berbahaya demi mendapatkan setetes air. 

Hal pertama yang terlintas membaca novel ini, mengingatkan kondisi awal pandemi Covid-19. Ketika pemerintah menetapkan Covid-19 telah masuk ke Indonesia menyebabkan banyak orang panik. Kemudian berangsur menetapkan pembatasan sosial dan mengharuskan bekerja dari rumah (work from home). Hal tersebut menyebabkan kelangkaan masker dan hand sanitizer serta banyak yang mengalami panic buying.

Novel dengan tebal 456 halaman ini cocok bagi penggemar genre fiksi, apalagi science fiction (sci-fi) dengan tokoh utama anak remaja. Alur cerita bisa dikatakan lambat dan tak jarang membuat bosan pada bab awal. Hal itu karena seiring banyaknya tokoh yang muncul sehingga untuk mencapai konflik cerita membutuhkan waktu yang lama. Namun, pembaca tak usah khawatir karena seiring kemunculan tokoh baru diikuti dengan hal-hal tak terduga yang menambah keseruan cerita. Klimaks cerita juga tidak terkesan terburu-buru dan bisa dikatakan happy ending di tengah situasi bencana yang menjadi premis utama novel ini. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak