Suka Duka Meraih Impian dalam Buku "Good Morning, Qatar!"

Ayu Nabila | Sam Edy
Suka Duka Meraih Impian dalam Buku "Good Morning, Qatar!"
Ilustrasi Buku “Good Morning, Qatar!” (DocPribadi/ Sam Edy)

Setiap orang memang harus memiliki cita-cita atau impian. Dengan cita-cita, hidup yang kita jalani akan lebih tertata dan bermakna. Ada tujuan yang ingin diraih, sehingga hidup menjadi lebih bersemangat dan terarah.

Tanpa memiliki cita-cita, saya yakin hidup kita akan menjadi tidak bermakna. Tidak bergairah karena tidak ada yang ingin kita raih. Impian dalam hidup ini tentu beragam dan setiap orang berhak memiliki lebih dari satu impian. 

Yang terpenting adalah bagaimana kita berusaha untuk menggapainya. Termasuk harus sabar menghadapi proses menuju sukses yang biasanya diwarnai dengan sederet kegagalan.

Bicara tentang impian hidup yang sarat dengan kegagalan, kita bisa membaca kisah nyata dalam buku berjudul “Good Morning, Qatar!” karya Muhammad Assad. Dia adalah salah satu sosok pemuda yang tak pantang menyerah menggapai cita-cita dalam hidupnya.

Dalam buku ini dia mengisahkan sebagian perjalanan hidupnya yang diwarnai suka dan duka. Kegagalan demi kegagalan baginya adalah hal biasa yang harus dilewati dengan sabar dan legawa. Selanjutnya, berusaha menjadikan kegagalan tersebut sebagai pelajaran berharga agar ke depan bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

BACA JUGA: Review Novel 'Dua Cinta Sekar', Kisah Kehilangan yang Betapa Menyakitkan

Salah satu cita-cita Assad adalah ingin kuliah di luar negeri dengan cara mendapat beasiswa. Perburuan beasiswa pun dimulai. Ada dua universitas top luar negeri yang menawarkan beasiswa S1. Yaitu NTU (Nanyang Technological University) dan NUS (National University of Singapore). 

Impian utama Assad adalah masuk NTU, setelah itu NUS. Tes pertama yang diikutinya adalah tes NUS, namun gagal. Selain karena soalnya sulit, juga karena persiapan yang kurang matang. Ia pun mengambil pelajaran dari kegagalannya.

Target selanjutnya NTU. Sayangnya, tiket masuk untuk tes NTU juga sulit. Mereka hanya menilat nilai rapor. Sekolah SMA-nya dulu terkenal pelit memberikan nilai. Singkat cerita, Assad juga gagal masuk NTU. Ia sempat merasa kecewa karena sudah berusaha memberikan usaha terbaik. Beberapa hari, ia murung dan hilang nafsu makan.

Namun, kehidupan terus berjalan. Assad kembali bersemangat. Ia kembali mencari informasi seputar beasiswa S1 di luar negeri. Meski bukan langganan juara kelas, ia tetap memiliki keyakinan bisa mendapatkan beasiswa. 

Perjuangan Assad yang pantang putus asa pun berbuah manis. Ia berhasil mendapatkan beasiswa untuk kuliah S1 jurusan Business Information Systems di University of Technology Petronas, Malaysia. Meskipun UTP bukanlah pilihan pertama, ia tetap senang mendengar kabar diterimanya dirinya di universitas tersebut.

Perjalanan Assad menggapai impian tentu masih panjang dan berliku. Kisahnya cukup inspiratif dan bisa memotivasi anak-anak muda agar gigih dan pantang menyerah meraih impian. 

Buku terbitan Mizania (2013) ini layak dijadikan bacaan bermanfaat, khususnya buat kaum muda yang sedang berjuang meraih beasiswa ke luar negeri. Selamat membaca.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak