Fenomena Resesi Seksual Melanda Jepang, Lantas Bagaimana dengan Indonesia?

Hikmawan Firdaus | Wahyu Astungkara
Fenomena Resesi Seksual Melanda Jepang, Lantas Bagaimana dengan Indonesia?
Ilustrasi pejalan kaki di Jepang (Pixabay/B_Me)

Negara matahari terbit, Jepang, telah lama dilanda fenomena resesi seksual, yang ditandai dengan penurunan angka pernikahan dan kelahiran. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, angka kelahiran di negara itu telah menurun dari 2,15 anak per wanita pada tahun 1970 menjadi 1,36 anak per wanita pada tahun 2022. Ada beberapa faktor yang menyebabkan resesi seksual di Jepang, antara lain:

1. Masyarakat yang semakin individualis. Masyarakat Jepang saat ini lebih fokus pada karier dan pencapaian pribadi dibandingkan dengan membina hubungan dan keluarga.

2. Tekanan ekonomi. Biaya hidup yang tinggi di Jepang membuat banyak orang enggan untuk menikah dan memiliki anak.

3. Perubahan peran gender. Perempuan Jepang saat ini lebih aktif di dunia kerja, sehingga mereka memiliki lebih sedikit waktu untuk mengurus keluarga.

  • Resesi seksual di Jepang menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya antara lain:
  • Krisis populasi. Populasi Jepang diperkirakan akan menurun menjadi 88 juta pada tahun 2050.
  • Kekurangan tenaga kerja. Jepang akan mengalami kekurangan tenaga kerja yang signifikan di masa depan.
  • Penurunan pertumbuhan ekonomi. Penurunan populasi dan tenaga kerja akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Jepang.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia juga akan mengalami resesi seksual?

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka kelahiran di Indonesia telah menurun dari 5,03 anak per wanita pada tahun 1970 menjadi 2,29 anak per wanita pada tahun 2022. Namun, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka kelahiran di Jepang.

Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang berisiko menyebabkan resesi seksual di Indonesia, yaitu: 

  • Masyarakat yang semakin urbanisasi. Urbanisasi membuat orang-orang lebih sulit untuk bertemu dan menjalin hubungan.
  • Tingginya biaya “pesta” pernikahan dan pendidikan. Biaya pernikahan dan pendidikan yang tinggi membuat banyak orang enggan untuk menikah dan memiliki anak.
  • Perubahan peran gender. Perempuan Indonesia saat ini lebih aktif di dunia kerja, sehingga mereka memiliki lebih sedikit waktu untuk mengurus keluarga.

Untuk mencegah resesi seksual di Indonesia, perlu dilakukan berbagai upaya, antara lain:

  • Pemerintah perlu memberikan subsidi atau insentif untuk menikah dan memiliki anak.
  • Perlu ada perubahan sosial budaya yang mendorong pernikahan dan memiliki anak.
  • Perlu ada peningkatan kualitas pendidikan dan lapangan kerja untuk perempuan.

Resesi seksual merupakan masalah serius yang dapat berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah resesi seksual di Indonesia.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak