Ulasan Novel Kakak Batik, Pengabdian Panjang Seorang Pendidik

Hayuning Ratri Hapsari | Rie Kusuma
Ulasan Novel Kakak Batik, Pengabdian Panjang Seorang Pendidik
Ilustrasi novel Kakak Batik (Goodreads)

Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si., Psikolog. atau yang akrab disapa Kak Seto adalah psikolog anak dan menjabat sebagai ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, lembaga swadaya yang bergerak pada ranah perlindungan anak di Indonesia khususnya yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Novel Kakak Batik (Penerbit Bentang Belia) merupakan karya perdana dari Kak Seto yang terinspirasi dari pengalaman hidup beliau yang sudah mengabdi di dunia anak-anak selama 44 tahun. Berikut akan saya petikkan kisahnya untuk kalian semua.

Cerita berawal ketika Adi merasa frustrasi karena gagal masuk Fakultas Kedokteran Universitas Bima Sakti, Surabaya. Ia kemudian nekat mengadu nasib ke Jakarta tanpa sepengetahuan ibunya. Hanya Ari, saudara kembar Adi, yang mengetahui rencana tersebut.

Di Jakarta Adi menumpang di rumah kenalannya, Mas Tirta, selama belum memperoleh pekerjaan. Namun, bekerja di Jakarta tanpa bekal ijazah sarjana cukup menyulitkan bagi Adi. Dua bulan Adi luntang-lantung tanpa pekerjaan.

Nyaris putus asa dan takut semakin merepotkan Mas Tirta, Adi kemudian bekerja apa saja. Ia menjadi tukang parkir di sebuah toko dan bekerja sebagai kuli panggul di pasar Tanah Abang setiap malam. Sampai pekerjaan menjadi kuli bangunan yang ditawarkan Mas Tirta pun dijalaninya.

Sesekali Adi juga masih menulis untuk Majalah Ceria, seperti yang pernah ia lakoni saat masih duduk di bangku SMA. Di majalah inilah Adi bertemu dengan Inna, seorang penulis baru yang menarik hatinya.

Suatu kejadian di malam hari saat Adi menolong seorang bocah di stasiun Senen, membuat lelaki itu menemukan panggilan jiwanya. Ia ingin seperti Bapak dan Ibu Dibyo Mangunkusumo, tokoh yang ia kagumi yang mencintai dunia anak-anak. Adi ingin meneruskan jejak mereka.

Berdasarkan alamat yang ditemukannya di majalah, Adi menemui Pak Dibyo dan menyampaikan maksudnya bekerja di Kebun Kanak-Kanak milik beliau. Gayung bersambut, Adi diterima sebagai tenaga pengasuh dan pendidik di taman bermain milik sepasang tokoh tersebut.

Adi mencatat bahwa hari ini, 4 April adalah hari pertama dia bertemu dengan sang guru. Seseorang yang mengajarkan bagaimana mencintai dan mendidik anak dengan benar. Dan, hari itu pula dia melangkahkan kakinya yang pertama dalam pengabdian tulusnya pada dunia anak-anak. (hlm 46)

Di sinilah kelak menjadi awal bagi Adi atau Kak Adi alias Kakak Batik (karena sang tokoh gemar memakai batik), berkecimpung di dunia anak-anak dan melakukan perjuangan panjang yang penuh lika-liku untuk membela hak-hak anak.

Bagi saya sebagai pembaca, novel ini semacam semi autobiografi dari penulisnya, Kak Seto. Sebagian besar ceritanya merupakan pengalaman jatuh bangun beliau. Dimulai dari dua kali kegagalannya masuk fakultas kedokteran, sampai mengubah haluan ke jurusan psikologi, yang justru mendukung minat dan bakatnya di dunia anak-anak.

Saya katakan semi autobiografi, karena kisah percintaan di dalamnya, antara Adi dan Inna, hanyalah fiksi semata. Bumbu yang diracik untuk mempersedap jalannya cerita dan memang menjadi warna tersendiri dalam buku ini.

Novel ini juga mengajarkan pentingnya membangun hubungan yang baik dengan orang tua, terutama ibu. Meskipun awalnya Adi pergi tanpa pamit, tapi surat-menyurat terus dilakukannya untuk mendapatkan restu dari sang ibu, agar segala hal yang menjadi impiannya tercapai.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak