Ulasan Buku Melawan Miskin Pikiran: Sebuah Upaya untuk Membasmi Kemiskinan

Ayu Nabila | Athi S. R.
Ulasan Buku Melawan Miskin Pikiran: Sebuah Upaya untuk Membasmi Kemiskinan
Buku "Melawan Miskin Pikiran" karya Hasanudin Abdurakhman (DocPribadi/Athi SR)

Melawan Miskin Pikiran” adalah buku motivasional karya Hasanudin Abdurakhman, yang akrab dipanggil Kang Hasan. Beliau meraih gelar Ph. D. bidang fisika dari Tohoku University, Sendai, Jepang.

Pengalaman karier beliau cukup luas dengan pengalaman menjadi dosen, engineer, general manager, hingga direktur.

Identitas Buku 

Judul: Melawan Miskin Pikiran

Penulis: Hasanudin Abdurakhman

Penerbit: Nuansa, Bandung

Cetakan: III, Desember 2016

Tebal: 248 halaman

Ulasan Buku

Kang Hasan lahir di Teluk Nibung, Kalimantan Barat. Sebelum mencapai posisinya saat ini dengan berbagai pengalaman tersebut, beliau merupakan anak desa yang berasal dari keluarga biasa. Orangtuanya adalah buruh tani desa, seperti kebanyakan warga desa yang lain.

Akan tetapi, ada satu hal yang membedakan emak Kang Hasan dengan kebanyakan orang lain di desa itu. Ia berkerja lebih keras dari mereka. Emaknya membabat lahan kosong untuk ditanami padi, lalu kelapa, kemudian tanaman lain seperti singkong. Hasil panen padi bisa dijual dan disimpan untuk persediaan setahun. Begitu juga dengan hasil kebun kelapa. (h. 68)

Mayoritas penduduk tidak melakukan hal itu. Mereka nyaman menjadi buruh tani atau bekerja di kebun orang. Bahkan, setiap musim paceklik, mereka datang ke kebun emak kang Hasan untuk mengambil singkong. Mereka tidak punya persediaan padi dan akhirnya makan singkong. Itupun singkong bukan hasil menanam sendiri. (h. 68)

Itulah yang emak beliau sebut dengan ‘miskin pikiran’. Mayoritas warga mereka nyaman dengan kemiskinan yang turun-temurun, dan tidak mau melakukan kerja lebih untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal tersebut salah satu yang membuat jengkel emak beliau. Emak Kang Hasan secara sadar melawan kemiskinan di depan matanya dengan bekerja dan berbuat lebih banyak.

Dia tidak hanya bekerja di kebun, tapi juga menjajal peluang lain seperti menyediakan barang-barang dari kota dan menjadi tukang rias. Ia pula yang berinisiatif dengan pendirian sekolah dasar untuk anak-anak di desa. Setelah anak-anaknya sendiri lulus SD, ia mengirim mereka ke kota, menyekolahkan mereka hingga perguruan tinggi.

Buku setebal 248 halaman ini merupakan kumpulan artikel Kang Hasan yang terbit di blognya. Cerita tentang emak beliau menjadi inspirasi lahirnya buku ini. Bahwa sesungguhnya, mayoritas warga di negara ini masih memiliki pola pikir miskin. Kita terlalu pemalas untuk melakukan upaya lebih demi mendapatkan perubahan dalam hidup.

Saat liburan sekolah, emak Kang Hasan tidak akan membiarkan anak-anaknya berpangku tangan dan rebahan saja. Ia menyuruh mereka bekerja di kebun. “Dah puaslah kau melenakan badan selama sekolah. Waktu libur, gerakkan badan itu, supaya jangan jadi daging mati,” omelnya. (h. 77)

Sang emak juga menasihatkan bahwa kerja keraslah yang bisa mengubah nasib, bukan lembaga sekolah. Katanya, “Bukan sekolah yang akan mengubah kau, tetapi tanganmu!” (h. 76)

Perlawanan terhadap kemiskinan yang dilakukan emak Kang Hasan adalah bentuk semangat untuk mengatasi keterbatasan pemikiran dan membuka diri terhadap ide-ide baru serta pengembangan diri. Itu penting untuk pertumbuhan pribadi dan kemajuan masyarakat.

Dalam bukunya ini, Kang Hasan menguraikan cara untuk melawan miskin pikiran melalui jalur pendidikan, akal sehat, kedisiplinan, dan kerja.

Melawan miskin pikiran dengan pendidikan bisa kita kerjakan dengan menjalani pendidikan sebaik-baiknya, dari tingkat taman kanak-kanak hingga perkuliahan. Proses itu pun bukan sebatas menjalani tanpa arti, tapi menanamkan karakter pembelajar. Sekolah seharusnya menjadi tempat untuk siswa belajar bertanggung jawab terhadap dirinya.

Kang Hasan memberi contoh berdasarkan pengalamannya saat tinggal di Jepang. TK Jepang telah berhasil mengajarkan anak-anak usia dini untuk disiplin mengatur diri. Mulai dari kebersihan diri, disiplin waktu, dan peduli lingkungan. (h. 20)

Di tingkat perkuliahan, mahasiswa seharusnya telah benar-benar khatam dengan kedisiplinan. Mereka harus belajar dengan tekun, menambah berbagai keterampilan, dan memiliki wawasan. Sehingga ketika lulus, mereka tidak bingung selanjutnya mau mengerjakan apa. Bukankah miris jika usia setingkat mahasiswa masih harus diajari tenang kedisiplinan?

Dalam dunia kerja, Kang Hasan menegaskan bahwa pekerjaan yang keren itu bukan yang pakaiannya perlente atau bersih saja. Pekerjaan keren ialah pekerjaan yang berbasis keahlian, kita bisa menjadi bermanfaat dalam pekerjaan itu, dan kita menikmati pekerjaan tersebut. (h. 186)

Dengan pembahasan yang singkat namun padat, buku ini memberi wawasan yang komprehensif tentang bagaimana kita bisa mengembangkan diri melalui berbagai jalur sebagaimana telah disebutkan di atas. Walaupun secara gagasan tidak utuh dan terkesan acak, tapi buku ini amat patut untuk kita serap manfaatnya.

Dengan pengetahuan dan pengalaman langsung Kang Hasan berinteraksi dengan masyarakat Jepang, kita akan mendapatkan wawasan anyar terkait profesionalisme bangsa dan negara Jepang.

Saya merekomendasikan buku ini pada siapa saja yang berkeinginan melawan ‘kemiskinan’ dalam arti literal dan 'kemiskinan' dalam pikiran. Selamat membaca!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak