Novel Deuce! karya dari Netty Virgiantini adalah novel keempat dari beliau yang sudah saya khatamkan setelah, Yamaniwa, Jodoh Terakhir, dan Makhluk Tuhan Paling Katrok!. Saya selalu menikmati novel-novel penulis yang selalu ringan dan disisipi humor di sana-sini, sehingga sangat menyenangkan dan tak butuh waktu lama untuk membacanya.
Novel terbitan Gramedia Pustaka Utama (2019) ini mengisahkan tentang Namira, anak SMA yang sering dianggap anak SD karena ukuran badannya yang minimalis. Untuk alasan tertentu, Namira selalu bolos pelajaran olahraga di hari Sabtu.
Sampai ketika guru olahraga yang lama pensiun dan diganti Pak Alan selaku guru baru, kesempatan membolos olahraga menjadi lebih sulit bagi Namira. Apalagi ada Aksan, ketua kelas bermulut pedas, yang selalu diminta Pak Alan untuk mencari Namira yang kerap bersembunyi saat pelajaran olahraga.
Namira tinggal berdua saja dengan sang ayah sejak ibunya meninggal. Dan untuk membunuh sepi sekaligus untuk membantu ayahnya melunasi utang selama pengobatan ibunya dahulu, Namira lalu bekerja paruh waktu sebagai pemungut bola di lapangan tenis yang dikelola Pak Yo, sahabat dari ayah Namira.
Lapangan tenis tempat Namira bekerja adalah milik Pak Alif, ayah dari Kafi, teman sekelas Namira yang selalu merundung dan bertingkah arogan pada gadis itu. Kafi, yang juga atlet tenis dan bergabung di klub Sparta, selalu berlatih di sana dan Namira adalah pemungut bola di lapangan yang dipakai Kafi.
Namira selalu diam jika Kafi mulai berteriak-teriak memerintahnya di lapangan. Ia sadar posisi dirinya dan Kafi yang seperti kacung dan anak majikan. Namira tidak tahu alasan Kafi selalu memperlakukannya demikian, sampai Pak Alan membantu keduanya untuk menyelesaikan permusuhan mereka.
Konflik cerita muncul sejak awal dari sikap judes dan arogan Aksa dan Kafi pada Namira. Konflik berkembang saat Namira dipecat dari pekerjaannya sebagai pemungut bola setelah insiden penimpukan bola tenis yang ia lakukan pada Kafi.
Namun, ternyata alasan Aksan dan Kafi kerap memperlakukan Namira dengan tidak baik, karena keduanya naksir Namira. Sungguh sebuah cara yang antimainstream untuk mendekati gadis pujaan mereka.
Karakter yang saya sukai di novel ini adalah karakter tokoh Pak Alan. Sebagai guru olahraga baru beliau sangat peka melihat masalah murid-muridnya dan berhasil mengubah persepsi tentang olahraga sebagai pelajaran yang ‘nggak penting-penting amat’ bagi sebagian besar murid menjadi pelajaran yang diminati.
Beliau juga berhasil mendekatkan murid-muridnya dengan kelompok yang beliau bentuk untuk menumbuhkan interaksi, kebersamaan, dan simpati-empati di antara setiap murid.
Walaupun dari judulnya saja saya sudah menduga ending ceritanya yang berakhir deuce atau seri, tapi tak mengurangi antusiasme saya dalam membaca. Justru saya jadi penasaran dengan jalan ceritanya dan alasan-alasan yang melatarbelakangi pilihan Namira.
Sebagai novel bergenre teenlit, gaya penulisan Mbak Netty yang sangat khas sudah menjadi jaminan mutu bahwa ceritanya akan selalu ringan, renyah, dan penuh humor. Dan banyak pula selipan nilai moral yang bisa saya ambil hikmahnya.