Novel 'Tokyo dan Perayaan Kesedihan' merupakan karya dari Ruth Priscilia Angelina dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2020). Novel ini berkisah tentang seorang gadis bernama Shira, yang memutuskan melakukan perjalanan ke Tokyo sendirian.
Saat baru tiba di bandara, Shira bertemu dengan seorang musisi bernama Joshua yang ingin membeli Tolak Angin milik Shira. Obat yang lalu diganjar seharga tiket resital oleh Joshua ketika Shira berusaha menolak.
Shira lalu datang ke pertunjukan musik tersebut dan melanjutkan dengan makan malam bersama Joshua. Jauh dari rencana Shira semula, yang ingin melakukan perjalanan sunyi tanpa harus berinteraksi dengan orang baru.
Shira hanya ingin lepas sejenak dari tekanan dan tuntutan sang mama. Mama yang tak pernah membiarkan Shira menjadi dirinya sendiri. Mama yang ingin Shira bisa bikin bangga papanya, lelaki yang justru selalu menyesali ‘ada’nya Shira dan membuat sang papa terus menjauh dari keluarga.
Selain Shira, Joshua ternyata juga memiliki kehidupan yang tidak baik-baik saja. Sejak kecil Joshua merasa harus memenangi semuanya. Label anak kesayangan membuat Josh merasa berhak mengambil alih semua kasih sayang orangtuanya.
Josh ikut belajar biola seperti sang kakak, supaya dipuji sang papa. Josh melakukan banyak kebohongan, karena tahu ia akan selalu dibela. Josh tumbuh menjadi seorang anak egois dan tidak peduli perasaan orang lain.
Sampai Joshua bertemu Shira di Tokyo dan dari percakapan yang terjalin antara keduanya, Josh merasa ia harus berhenti untuk tidak peduli pada orang lain.
Terlebih setelah ia membaca surat-surat Shira yang ditujukan kepada orangtua dan para sahabatnya, yang ditinggalkan Shira di kamar Josh. Surat yang menjadi pertanda Shira akan melakukan ‘sesuatu’ yang akan Josh sesali jika ia sampai tak peduli.
Hidup Shira bukan remah yang remeh. Jika tidak ada yang mau menyelamatkan kekecewaannya pada hidup, kami harus melakukannya. Saya harus melakukannya. (hlm 175)
Dark. Itu kesan pertama saya saat membaca novel ini. Perasaan kelam itu selalu ada di setiap halaman. Kesedihan Shira, rasa frustrasinya memandang kehidupan, ketakberdayaan dan rasa putus asa yang demikian kental, meskipun dari narasi Shira, ia ‘terdengar’ seperti gadis yang kuat.
Cerita terbagi menjadi dua sudut pandang, dari penceritaan Shira dan Joshua. Konflik cerita lebih dititikberatkan pada masalah Shira, meskipun dari narasi Joshua, ia pun memiliki masalah dengan kehidupannya.
Latar tempat Tokyo di musim dingin, semakin menambah kesan suram di novel ini. Penggambaran sudut-sudut kota Tokyo dan sekitarnya sangat mendetail, menunjukkan riset mendalam yang dilakukan oleh penulis.
Satu hal yang mengganggu saya, alasan yang diberikan teman Shira, Bea, kepada Josh tentang penyebab Shira pergi. Alasan itu jadi meruntuhkan bangunan cerita yang dibentuk sejak awal.
Saya lebih percaya kepergian Shira karena semua tekanan hidupnya, dibandingkan karena satu masalah yang dikatakan Bea. Atau anggaplah alasan itu yang menjadi puncaknya, bukan yang melandasi kepergian Shira. Ya, itu pendapat saya pribadi.
Secara keseluruhan, novel 'Tokyo dan Perayaan Kesedihan' sudah berhasil mengaduk-aduk emosi saya. Sedikit masukan untuk pembaca, jangan membaca novel ini saat suasana hati kalian kacau, karena 'Tokyo dan Perayaan Kesedihan' dark banget!