Review Series 90 Hari Mencari Suami, Menikah Memang Bukan untuk Balapan!

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review Series 90 Hari Mencari Suami, Menikah Memang Bukan untuk Balapan!
Series 90 Hari Mencari Suami (Prime Video)

Novel 90 Hari Mencari Suami, karya Ken Karate, pada akhirnya memukau penggemarnya karena telah diadaptasi menjadi series yang tayang di Prime Video sejak 11 Januari 2024. Series ini disutradarai Sabrina Rochelle Kalangie di bawah naungan Rapi Films. 

“90 Hari Mencari Suami” dalam series-nya, mengisahkan Eli (Michelle Ziudith), seorang wanita mandiri berusia kepala tiga, yang hidup tenang hingga adiknya, Lisa, sudah siap menikah.

Tekanan keluarga membuat Eli gelisah, terutama karena mitos perawan tua yang dipercayai keluarganya jika dia nggak segera menikah. Sialnya, impian Eli sebagai artis juga berantakan, dan pekerjaannya di Glow Event Company pun sirna.

Bersama sahabatnya, Sandra dan Rosa, Eli memulai misi 90 hari mencari suami. Dari tempat kerja hingga aplikasi Tinder, mereka menjelajahi berbagai tempat untuk menemukan calon suami. 

Ulasan Series 90 Hari Mencari Suami

Dalam era adaptasi novel ke layar kaca, "90 Hari Mencari Suami" sudah berhasil mencuri perhatianku oleh sentuhan romantis dan kelucuan yang menggelitik.

Aku semakin betah untuk tahu kisah akhirnya karena satu hal, series ini ditangani oleh sutradara film yang dulu berhasil mengoyak perasaanku, berjudul: "Noktah Merah”. 

“90 Hari Mencari Suami”, meskipun judulnya terdengar familiar dan sedikit klise, bahkan pada dasarnya aku pun sudah bisa menebak akhirnya bakal seperti apa, tetapi nyatanya setiap episode masih menarik untuk diarungi. Sutradara berhasil menyajikan cerita dengan memberikan sentuhan segar pada genre romcom ini. 

Judul "90 Hari Mencari Suami" memang nggak menawarkan sesuatu yang baru, secara mirip tipis-tipis dengan judul film lawas yang pernah aku tonton.

Namun, daya tarik utama muncul dari totalitas pemain, terutama Michelle Ziudith yang memerankan karakter utama, Eli.

Sentuhan komedi romantis muncul ketika Eli, yang sebelumnya santai dengan status jomblo, mendapati dirinya dihadapkan pada tuntutan keluarga untuk segera menikah. Ketar-ketir, sih. 

Salah satu kelebihan utama series ini terletak pada pengembangan karakter Eli. Dari episode pertama hingga akhir, aku diajak menyaksikan perubahan dan pertumbuhan karakternya yang mengesankan.

Totalitas pemain lainnya dalam menghidupkan setiap karakter-karakter, juga berhasil memberikan dimensi yang lebih dalam.

Ditambah pula tata produksi "90 Hari Mencari Suami" yang oke. Meskipun berjumlah 10 episode, tetapi setiap detailnya cukup mendapatkan perhatian.

Mulai dari tata busana hingga pengaturan set, semuanya terasa begitu pas dan mendukung alur cerita. Bagian akhir yang mengandung elemen drama sedih juga berhasil mengocok perasaanku. 

Meski demikian, series ini nggak luput dari beberapa kekurangan. Entah mengapa aku merasa terlalu banyak subplot dengan karakter-karakter yang memiliki konflik sendiri. Ya, ini agak bikin bingung dan membuat fokus cerita utama terpecah.

Nggak hanya itu, buat penonton yang kurang sabar, beberapa episode awal mungkin akan terasa lambat tanpa memberikan banyak detail menarik, jadi mau nggak mau butuh ekstra lebih sabarnya, untuk bisa menikmati keseruan episode pamungkas. 

Betul sekali, episode-episode akhir memang sangat krusial. Kuakui, meskipun tema generik, episode-episode akhir berhasil memberikan kepuasan yang cukup tinggi.

Treatment dalam mengakhiri cerita juga dirancang dengan baik, sehingga memberikan closure yang memuaskan meskipun ending sudah bisa ditebak.

Dalam penilaian pribadi, skor dariku: 7,5/10. Meski dengan kekurangan tertentu, "90 Hari Mencari Suami" masih mampu menghibur dan memberikan pengalaman menonton yang berkesan. Selamat menonton, ya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak