Perjuangan Gadis Desa Meraih Cita-Cita dalam Novel 'Mereka Bilang Aku Kemlinthi'

Hayuning Ratri Hapsari | Rie Kusuma
Perjuangan Gadis Desa Meraih Cita-Cita dalam Novel 'Mereka Bilang Aku Kemlinthi'
Cover novel Mereka Bilang Aku Kemlinthi (Ipusnas)

Novel Mereka Bilang Aku Kemlinthi (MBAK) merupakan novel pemenang di ajang The Writer’s Show Gramedia Project 2021. Novel karya dari Hanifa Vidya ini kemudian diterbitkan pertama kali di tahun 2022 oleh Penerbit Elex Media Komputindo.  

MBAK menceritakan tentang gadis bernama Srikandi Trisnasari atau Sri yang tinggal di Desa Sekartaji, Malang. Dia masih duduk di bangku SMA kelas sebelas, tapi sudah banyak lelaki yang mulai melamar Sri dan membuat gadis itu rajin menolak sana-sini.

Bagi orang-orang kampungnya, perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Cukuplah jika perempuan bisa masak, macak (berdandan), dan manak (melahirkan). Budaya semacam itu masih dijunjung tinggi di kampungnya.

Namun, Sri bukanlah seperti kebanyakan temannya yang siap kawin setelah lulus SMA. Sri ingin kuliah, meskipun dia hidup serba dalam keterbatasan karena miskin. Sebuah keinginan yang membuahkan komentar miring dari teman-teman maupun warga kampungnya.

“Kamu itu takabur. Mentang-mentang ayu sak kecamatan dan dipinang laki-laki sana-sini, dijamin hidup enak, malah mbok tolak. Alasane kemlinthi banget: mau kuliah. Kuliah duite mbahmu? Ancene Sri Kemlinthi.” (hal. 5)

Kemlinthi, yang artinya belagu, songong, mulut besar, dan tidak tahu diri. Umpatan itulah yang harus Sri terima setiap hari dan membuat semua orang memanggilnya Sri Kemlinthi.

Namun, pertemuan Sri dengan Bude Wening dan Pakde Ethan di rumah Pak Parwoto, pemilik kebun tempat ibunya bekerja, membuat impian Sri untuk kuliah bukanlah sesuatu hal yang mustahil terwujud.

Mereka berkeinginan menjadikan Sri anak asuh, setelah melihat keinginan Sri yang kuat untuk kuliah. Ibu Sri pun merestui kepergian anaknya ke Jakarta untuk tinggal dengan kedua orang tua asuhnya dan dua kakak angkat yang dipanggil Sri dengan sebutan Mas Liam dan Bang Hansel.

Namun, tinggal di Jakarta bukanlah perkara mudah bagi Sri. Cara bicaranya yang medok membuat Sri mengalami perundungan verbal. Apalagi setelah welcome video-nya yang memalukan muncul di akun Instagram angkatan sekolah yang membuat gadis itu sampai jatuh sakit.

Baik Liam maupun Hansel banyak mengajarkan Sri tentang self improvement. Pentingnya memiliki persona yang kuat dan bagaimana cara berhadapan dengan orang lain. Hal-hal yang kemudian menumbuhkan kepercayaan diri Sri.

Jangan beri mereka celah untuk melihatmu lemah. Gunakan persona sebagai defense mechanism. Begitu kata Mas Liam. (hal. 77)

“Benar, bullying itu perbuatan jahat dan sama sekali nggak pantas. Tapi orang baik pun bisa melakukan kesalahan yang melukai orang lain. Yang membedakan orang baik dan jahat adalah orang baik akan berusaha memperbaiki keadaan. Orang baik akan minta maaf, menebus kesalahannya, dan nggak mengulangi lagi. Orang jahat nggak melakukan itu semua.” (hal. 110)

Mengangkat isu pendidikan sebagai tema sebuah novel tentunya bukanlah tema yang umum dan mudah. Namun, ternyata itulah yang ingin disampaikan penulis dan sangat mendapat tempat di hati saya sebagai pembaca.

Konflik cerita cukup beragam dari masalah Sri yang mencari beasiswa untuk kuliah, perundungan, sampai soal asmara. Namun, romantisme hanyalah bagian kecil yang disuguhkan tipis-tipis. Poin utama tetap pada pendidikan dan diberikan porsi yang lumayan besar dalam cerita.

Membaca novel ini sekaligus akan membuka mata banyak orang, bahwa pendidikan masihlah barang mewah yang belum bisa dijangkau semua lapisan masyarakat. Sementara, pernikahan dini selepas lulus sekolah merupakan hal wajar dan masih marak terjadi di pelosok daerah.

Saya menyukai gaya bahasa penulis yang ringan dengan disisipi dialog-dialog berbahasa jawa dan humor segar yang muncul di sana-sini, membuat saya tidak bisa berhenti untuk tertawa.

Saya juga jatuh hati dengan semua karakter tokoh-tokohnya. Liam, yang cool, jutek, dan bicaranya pedas setiap berbicara dengan Sri. Tapi, selalu paling care walaupun dilakukan diam-diam dan yang memberi Sri mantra berbahasa Belanda, geloof in jezelf, believe in yourself, untuk membuat Sri yakin dan percaya.

Lalu karakter Hansel yang hangat, dewasa, perhatian, dan teman diskusi yang menyenangkan bagi Sri. Selain itu, tentu saja karakter Sri, yang pintar, konyol, rada telmi, dan sering keluar celetukan yang bikin gemas.

Macam dialognya dengan Bude Wening berikut untuk menyebutkan “Sing penting yakin lan wani insyaallah alangane minggir dewe” dan saya gunakan sebagai penutup ulasan ini.

“Gimana gladi bersihnya, Nduk? Lancar?”

“Alhamdulillah, Bude. Pokoknya Sumber Kencono AC tarip biasa.”

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak