Menikah bukan pekara mudah dan hanya bermodalkan cinta saja. Menikah itu butuh ilmu dan persiapan yang matang. Idealnya, seseorang yang hendak menikah harus dengan calon yang diyakini tepat untuk mendampingi hidup untuk selamanya.
Dalam buku ‘Before You Marry Me...’ (Menikah itu tentang Cinta, Harta, dan Keluarga) diungkap bahwa sebelum menikah, ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Ketika sudah menikah, banyak hal yang harus disesuaikan. Saat sudah mempunyai keturunan, ada banyak hal yang kamu pelajari dalam kehidupan. Sebab, tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua.
Saya yakin bahwa setiap orang yang ingin menikah, pasti mendambakan pernikahan yang bahagia, diwarnai canda tawa, tanpa ada kesedihan atau ujian yang menyebabkan sedih dan berurai air mata.
Namun, adakah pernikahan yang indah tanpa masalah di dalamnya? Sebab, setiap orang, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah, memiliki ujian atau cobaan hidupnya masing-masing.
Banyak orang menikah karena mitos bahwa pernikahan adalah kotak indah yang penuh dengan hal-hal yang mereka cari selama ini, seperti pendamping, keintiman, dan lain-lain. Kebenarannya adalah pernikahan dimulai dengan kotak yang kosong. Kamu harus mengisinya terlebih dahulu dengan sesuatu, sebelum bisa mengambil sesuatu dari sana (hlm. 11).
Saya setuju dengan penjelasan NiMas, penulis buku ini, bahwa cinta nggak ada dalam pernikahan, tetapi cinta ada pada orangnya. Oranglah yang membuat cinta ada dalam pernikahan. Kemesraan juga nggak ada dalam pernikahan. Orangnyalah yang harus mengisi sendiri pernikahan itu dengan kemesraan. Pasangan harus saling belajar mengenai kebiasaan dalam memberi, mencintai, melayani, memuji, dan menjaga agar kotak itu tetap penuh. Kalau kamu lebih banyak mengambil daripada mengisi, tentu kotak pernikahanmu akan kosong.
Menikah itu bukan untuk dijalani sehari, dua hari, sebulan, atau beberapa tahun saja. Lantas ketika ada persoalan atau merasa ada ketidakcocokan dengan pasangan, langsung merasa teraniaya dan ingin bercerai darinya.
Menikah itu tidak sesimpel dan semudah itu. Intinya, menikah itu butuh persiapan. Butuh pemikiran yang matang. Bukan karena keterpaksaan atau hanya ingin mengganti status saja agar diakui oleh banyak orang.
Jadi, menikahlah karena kamu sudah yakin sama dia. Menikahlah kalau memang siap menemaninya ketika nanti tiba-tiba dia sakit, bangkrut, atau berubah menjadi gendut. Menikahlah karena kamu tahu sikap jeleknya nggak akan berubah selamanya, tetapi kamu siap menerimanya. Menikahlah karena kamu sudah siap berkomitmen, sudah puas menjadi single, nggak mau lirik-lirik lagi, bisa menolak godaan yang melirik, dan siap dengan tanggung jawab yang segunung (hlm. 15).
Buku karya NiMas yang diterbitkan oleh penerbit Laksana (Yogyakarta) ini sangat cocok dijadikan sebagai bekal yang bermanfaat sebelum Anda benar-benar memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.