Novel Epiphany karya dari Hatescarrot diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Andi di tahun 2023. Novel dengan tagline-nya ‘Ketika Takdir Itu Ada’ menceritakan tentang Roséllie Laurels, pianis yang bekerja di sebuah perusahaan yang kerap menggelar acara musik.
Suatu hari Rosé melamar ke perusahaan tersebut dan diterima sebagai pengajar piano bagi calon pianis muda. Rosé berkenalan dengan direktur dari perusahaan tersebut, Zayn Caldwell, yang ternyata memiliki hubungan dengan masa lalunya yang pahit.
Kebersamaan mereka lambat laun menumbuhkan rasa ketertarikan. Zayn juga penasaran dengan sikap Rosé yang selalu gugup di keramaian, terutama di acara-acara pesta.
Sampai suatu hari dalam sebuah pesta untuk syukuran karena keberhasilan sebuah konser biola yang ditampilkan di London, Zayn mencuri dengar percakapan Rosé dan kakaknya, Axel Caldwell.
Zayn jadi mengetahui peristiwa pelecehan seksual yang pernah dilakukan almarhum ayah mereka, Abraham Caldwell, pada Rosé, di mana sang kakak ikut andil dalam menjebak gadis itu. Hal yang kemudian membuat Zayn mencari bukti-bukti yang dapat memenjarakan kakaknya.
Saat membaca blurb novel Epiphany di cover belakang, saya sudah mendapatkan informasi detail dari mulai Rosé melamar jadi pengajar pianis sampai soal pelecehan seksual yang dilakukan ayah Zayn Caldwell dibantu sang kakak. Juga tentang perasaan Zayn pada Rosé.
Blurb yang biasanya hanya berupa petunjuk singkat untuk menarik perhatian pembaca, ternyata merupakan garis besar cerita. Sepanjang jalan cerita, saya diperlihatkan bahwa Rosé punya masa lalu kelam, yang merupakan rahasia yang dia simpan rapat-rapat.
Namun, ‘rahasia’ itu sudah disampaikan di blurb, jadi pembaca tak akan bertanya-tanya karena sudah dijelaskan dengan detail. Dengan kata lain, spoiler sudah diberikan langsung melalui blurb.
Saya juga menemukan banyaknya cacat logika dalam novel ini. Saya bahkan membuat banyak catatan sepanjang pembacaan saya, yang mencapai empat halaman. Saking banyaknya kejanggalan yang saya temui, tapi terlalu panjang jika saya kupas satu per satu.
Misalnya, di awal-awal cerita saat Rosé melamar menjadi pengajar dan dia ditanya oleh salah satu penguji, Zayn Caldwell, kenapa sempat vakum main piano sampai tiga tahun? Rosé menjawab, “Apa aku harus memberi tahu semua orang alasanku berhenti bermain piano?” (Hal. 5)
Rasanya tidak masuk akal, sebagai orang yang butuh pekerjaan, tapi dalam sesi wawancara menjawab dengan sengak, kecuali jika karakter Rosè memang demikian. Apalagi yang bertanya Zayn, direktur perusahaan The Gold Company.
Oh iya, info tentang nama perusahaan, The Gold Company, baru ada di halaman 131. Saya juga kurang mengerti mengapa penyebutannya perusahaan yayasan pendidikan musik orkestra (Hal. 2). Jadi sebenarnya, perusahaan atau yayasan?
Cacat logika lain, saat Zayn sudah mengetahui peristiwa perkosaan Rosé dan malam itu juga bersama dengan Adam, partner di perusahaan, dia mencari bukti di kantornya. Tapi, yang dicari adalah bukti penggelapan dana perusahaan yang dilakukan Axel.
Kasus perkosaan tapi yang dicari bukti penggelapan dana? Padahal sebelumnya, tidak ada lanjaran yang menyebutkan adanya laporan keuangan yang bermasalah dan menerbitkan kecurigaan Zayn.
Adanya bukti penggelapan dana yang ditemukan Adam (Hal. 160), lalu bukti Axel menghindari membayar pajak (Hal. 170). Tiba-tiba ada dialog Adam memberi saran ke Zayn, supaya jika polisi nanti menangkap Axel, polisi juga melakukan tes narkoba kepada Axel. Lagi-lagi ini tidak memiliki lanjaran. Kenapa ujug-ujug Axel harus tes narkoba?
Cacat logika selanjutnya, waktu Zayn ditusuk seseorang yang menutup semua wajahnya dengan kain hitam (Hal. 188), tapi penusuk ini malah berbicara, yang bikin penyamarannya terbuka dan ketahuan kalau itu Axel. Lalu buat apa menyamar kalau begitu?
Rosè yang menemukan Zayn dalam keadaan tertusuk, tapi Zayn malah meminta Rosé meninggalkan dia karena tidak mau menjadi kesedihan bagi Rose (Hal. 190). Anehnya, Rosè nurut. Zayn yang lagi sekarat, ditinggalin, dan dia cuma teriak ke orang-orang untuk panggil ambulans.
Saya tidak habis pikir, bagaimana Rosè tega meninggalkan Zayn, orang yang dia cintai dan sedang sekarat di pinggir jalan, dan Rosè itu ninggalinnya sampai pergi dari Prancis dan menetap di Apgujeong, Korea Selatan, selama dua tahun.
Setting cerita yang mengambil latar tempat di Prancis dan Apgujeong, Korea Selatan, juga tidak memberikan penggambaran lokalitas yang kental sama sekali. Andai diganti dengan nama negara atau kota lain, saya jamin tak akan ada bedanya.
Sebenarnya, premis dalam novel ini cukup menarik. Sayangnya, tidak disertai dengan riset dan tidak dieksekusi dengan baik, sehingga menimbulkan banyak cacat logika di sepanjang cerita. Meskipun cerita fiksi, tapi logika yang masuk akal tetap penting.
Saya berharap, penulis akan lebih banyak lagi belajar mengenai serba-serbi kepenulisan novel, agar novel-novel selanjutnya akan lebih baik dari Epiphany. Tetap semangat menulis dan jangan berhenti berkarya!