Indonesia ternyata pernah memiliki kapal destroyer di era 1970-an. Namun, kapal destroyer tersebut berjenis destroyer-escort atau kapal perusak kawal. Melansir dari laman indomiliter.com, kapal yang dimaksudkan adalah kapal destroyer escort Samadikun-class.
ALRI atau TNI-AL pada dekade 1970-an total memiliki 4 unit kapal jenis ini. Kapal ini sendiri sejatinya dibeli dengan harga murah dari Amerika Serikat di tahuin 1974 melalui program FMS (Foreign Military Sales).
Kapal destroyer escort Samadikun-class sejatinya merupakan kapal dari kelas Claud Jones dalam dinas militer Amerika Serikat. Kapal ini sendiri mulai dibangun pada tahun 1956-1959 dan hanya memiliki 4 unit kapal di kelasnya.
Bersama dinas militer Amerika Serikat, kapal ini berdinas hingga awal dekade 1970-an sebelum akhirnya dibeli oleh Indonesia pada tahun 1973-1974 untuk keempat unitnya.
Digabungkan Dengan Meriam Buatan Uni Soviet
Setelah masuk dalam dinas TNI-AL, kapal ini kemudian dirubah namanya menjadi Samadikun-class. Hal ini sesuai dengan kapal pertama yang diterima, yakni KRI Samadikun 341. Ketiga kapal lainnya diberi nama KRI Martadinata 342, KRI Mongosidi 343 dan KRI Ngurah Rai 344.
Kapal ini sendiri dianggap sebagai sebuah anugrah bagi TNI-AL kala itu yang sedang kesusahan dalam perawatan dan peremajaan alutsista laut karena banyak persenjataan dari Uni Soviet yang harus dijual atau dipensiunkan pasca polemik G30S/PKI.
Setahun setelah resmi bergabung dengan dinas TNI-AL, keempat kapal ini langsung diterjunkan dalam misi di Timor-Timur saat operasi Seroja di tahun 1975. Namun, pihak TNI-AL kala itu menganggap kapal ini cukup rentan dengan serangan udara dan hanya cocok sebagai kapal bantuan tembakan dan anti kapal selam kelas ringan.
Melansi dari laman resmi TNI-AL (tni-al.mil.id), kapal ini kemudian dimodifikasi dengan ditambahkan meriam anti serangan udara buatan Uni Soviet, yakni meriam 70k twin-gun kaliber 37 mm dan meriam 2M3 Twin-gun kaliber 25 mm. Keempat kapal tersebut kemudian dipasangi 2 jenis meriam anti serangan udara tersebut masing-masing sebanyak 1 unit.
Untuk sistem persenjataan bawaan, kapal ini tetap menggunakan meriam kaliber 76 mm dan 6 unit senapan otomatis kaliber 12.7 mm. Selain itu, adapula sistem peluncur torpedo sebanyak 2 unit dan 2 unit sistem mortar anti kapal selam. Kapal yang mampu melaju hingga kecepatan maksimal 41 km/jam ini diawaki sekitar 150-170 orang pelaut.
Keempat kapal ini kemudian dipensiunkan secara bertahap di tahun 2003 silam dan kini telah dibesituakan dan beberapa dijadikan target tembak rudal milik TNI-AL.