Review Film Laut Tengah: Ketika Poligami Jadi Solusi Menggapai Impian

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review Film Laut Tengah: Ketika Poligami Jadi Solusi Menggapai Impian
Poster film Laut Tengah (Instagram/lauttengahfilm)

Buat penggemar film romansa religi, yuk merapat! Ada film Laut Tengah yang tayang sejak 3 Oktober 2024—menyuguhkan kisah manis tapi dipenuhi dilema. Film ini disutradarai Archie Hekagery dan merupakan adaptasi dari novel best-seller karya Berliana Kimberly.

Dengan melibatkan bintang-bintang ternama, tentunya menjadi daya pikat menarik penonton sebanyak mungkin. Nah, jika kamu penasaran dengan impresinya, baca sampai tuntas ya!

Sinopsis Film Laut Tengah 

Film Laut Tengah membawamu untuk menyaksikan perjuangan Haia (Yoriko Angeline), perempuan muda yang punya impian kuliah S2 di Korea Selatan. Mimpinya nggak semulus jalan tol, ada banyak problem, salah satunya ketika Haia kehilangan sang kekasih, Zidan Gibraltar (Aliando Syarief). 

Suatu ketika ada Prof. Fatih (Pritt Timothy) mengabarkan ada seseorang yang mau membiayai Haia kuliah di Korea Selatan. Syaratnya: Menikah dengan Bhumi Syam (Ibrahim Risyad), yang merupakan suami dari Aisa (Anna Jobling), keponakan sang profesor.

Tawaran itu nggak lantas Haia setujui, dia butuh waktu mempertimbangkan banyak hal. Selepas proses pertimbangan, Haia pun menerima tawaran itu. Hal yang nggak disangka-sangka, ide agar Haia dan Bhumi Syam menikah sebenarnya berasal dari Aisa.  

Apa yang membuat Aisa mencarikan istri buat Bumi Syam? Bahkan Aisa memperlakukan Haia dengan begitu baik sebagai istri kedua suaminya. Namun, Bhumi Syam nggak lantas menyambut baik Haia karena dia belum punya rasa cinta untuk istri kedua. Duh!

Nggak lama setelah itu, Aisa meninggal dunia. Dan pernah pada suatu momen perkenalan, Bhumi Syam ngaku sebagai kakaknya Haia. Hiks!

Poligami sebagai Solusi

Menonton film Laut Tengah yang menawarkan jalur poligami sebagai solusi mempermudah Haia kuliah di Korea Selatan tentu saja agak di luar nalar. Mengapa harus poligami? Kenapa bukan jalan lain yang lebih realistis? 

Barangkali jawabannya berakar dari latar belakang budaya dan sosial, serta karakter-karakter dalam dunia yang penuh dengan aturan dan norma agama (dalam film maupun novel).

Di sini kita akan melihat poligami dalam POV ‘nggak biasa’ sebagai bentuk keputusan sulit yang nggak langsung menguntungkan, tapi cenderung bikin penonton merenungi arti pengorbanan, kesabaran, dan cinta sesungguhnya. 

Namun, lebih jauh lagi, film ini tampaknya ingin menunjukkan pada penonton, bahwa dalam situasi tertentu, keputusan-keputusan besar dalam hidup, termasuk hubungan pernikahan, bisa berjalan dengan lapang dada.

Soalnya poligami di sini nggak digambarkan sebagai solusi praktis yang menguntungkan satu pihak saja (Aisa pun merasa beruntung menemukan Haia sebagai istri kedua Bhumi).

Apakah ini aneh? Mungkin, bagi banyak orang, hal ini memang nggak biasa, apalagi jika kita menganggap ‘seharusnya ada cara lain’ untuk mencapai impian tanpa harus mengorbankan banyak aspek pribadi.

Namun, jika kita melihatnya dari perspektif film Laut Tengah, ini merupakan cara memberi tahu, bahwa terkadang hidup nggak selalu mulus. Kadang, kita harus membuat keputusan rumit dan sulit, terutama ketika berkaitan dengan impian besar yang sangat ingin dicapai. Baik itu impian Haia maupun Aisa. 

Sinematik Cantik tapi Agak Dangkal

Terlepas pembahasan poligaminya, Film Laut Tengah nggak buruk kok. Ada elemen-elemen bisa dinikmati, terkait romansa dan konflik batin para karakter.

Secara sinematik, film ini punya visual menarik juga cantik, terutama shot latar di Korea Selatan. Film ini pun punya momen-momen emosional dari hubungan para karakter utama.  

Akan tetapi, narasi yang terlalu mengandalkan trope usang (poligami) sebagai solusi, nggak bisa dipungkiri itu ‘terkesan maksa’. Tingkat emosional yang seharusnya bikin penonton ikutan hanyut dalam kesedihan, ternyata nggak sedalam itu. 

Intinya kepuasan itu tergantung selera. Film ini mungkin ‘bagus’ di mata penonton yang suka dengan drama percintaan segitiga, sekalipun emosi dan plot yang disuguhkan agak dangkal. Skor: 6/10. 

Jika kamu penasaran dengan film ini, tontonlah selagi masih tayang di bioskop. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak