Sepertinya, hanya sekali saya pernah membaca novel dengan setting Korea dengan gaya penceritaan ala-ala drama Korea, yaitu di salah satu novel karya Ilana Tan.
Kali ini saya menemukan novel serupa berjudul The Prince Pudding karya dari Riiku Hanazawa. Novel ini diterbitkan oleh Penerbit Grasindo di tahun 2014.
Diceritakan sepasang kakak beradik, Rae Mi dan Ji Eun, yang masih terguncang karena mendapat kabar kakak mereka, Rae Won, meninggal dunia tanpa jejak dalam suatu pendakian di Gunung Hallasan.
Rae Mi yang tak punya keterampilan apa pun selain jago membuat puding, tapi selalu gagal dalam setiap pekerjaan lainnya, memakai identitas kembaran laki-lakinya, Rae Won, untuk melamar di Rainbow Cafe yang khusus menerima pegawai laki-laki.
Rae Mi diterima meski harus terus berpura-pura menyamar sebagai laki-laki. Perbuatan yang ia lakukan karena membutuhkan pekerjaan untuk bisa mempertahankan hidupnya dan Ji Eun, adiknya.
Masalah muncul ketika Rae Mi memiliki perasaan cinta pada Young Joon, atasannya di kafe, padahal Young Joon mengenalnya sebagai seorang laki-laki. Selain itu beberapa karyawan kafe, termasuk Jong Jae, adik dari Young Joon, mulai mencurigai identitas Rae Mi.
Young Joon juga harus menghadapi perjodohan yang diatur Kim Jin Ahn, ayahnya. Hal yang tak diketahui Young Joon adalah bahwa calon istrinya, Sun Hye, adalah kekasih dari Jong Jae.
“Aku sangat terluka melihatnya yang seolah bisa melupakanku dengan mudah, sementara ia juga sama sakitnya denganku. Aku juga sangat terluka jika memikirkan ia menikah dengan pria lain. Dan semakin terpuruk ketika aku tahu pria itu adalah kakakku sendiri.” (Hal. 131)
Novel The Prince Pudding menarik dari segi tema yang ditawarkan tentang gadis yang mengambil alih identitas kembarannya agar bisa diterima kerja.
Dari segi gaya bahasa, gaya penulisan, dan latar tempat, sangat kental dengan nuansa Korea. Begitu pun penggunaan banyak kata dalam bahasa Korea yang semakin memperkuat kesan novel ini yang ala drama Korea.
Penggambaran karakter para tokoh utamanya, Young Joon dan Rae Mi, sangat kuat. Begitu pun karakter para tokoh pendukung, yang di beberapa bab diberikan porsi yang sesuai agar pembaca bisa mengenali karakter mereka.
Beberapa kekurangan pada cerita yaitu ketika Young Joon heran melihat lengan Rae Mi yang halus, tidak seperti laki-laki (Hal. 148). Padahal itu sudah Young Joon tanyakan di hal. 106, tentang kemungkinan Rae Mi memiliki penyakit kekurangan hormon.
Kekurangan lainnya, ketika terdapat flashback dan penulis mengawali dan mengakhirinya dengan tulisan bold ‘Flashback-flasback ends’ (Hal. 30-31). Saya pikir tulisan tersebut tidak dibutuhkan.
Pembaca sudah sangat paham bahwa sepanjang percakapan tersebut adalah flashback, karena diberi italic dan penulis juga sudah mengawalinya dengan kalimat, ‘Seketika, ingatan Jong Jae tentang Han Rae Won beberapa hari yang lalu terlintas di benaknya’.
Tambahan lagi, di bagian ending ada kisah tentang ‘The Prince Pasta’ yang bagi saya merusak esensi cerita yang sudah dibangun dari awal, bahwa ini adalah kisah tentang The Prince Pudding.
Ending-nya yang saya pikir sudah antiklimaks, otomatis jadi balik lagi ke awal dengan cerita yang berbeda. Seperti kelar makan rainbow pudding terus disuguhi nasi uduk. Bagi saya jadi gagal memberikan ending yang semanis puding.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS