Film Perewangan, garapan sutradara Awi Suryadi, menambah deretan film horor Indonesia yang membawa tema lokal dengan kengerian khas.
Setelah sukses dengan KKN di Desa Penari, Awi kembali menyuguhkan horor yang mengangkat budaya Jawa, tepatnya melalui kisah makhluk supranatural bernama "perewangan".
Film ini rilis pada 24 Oktober 2024 dan dibintangi oleh Davina Karamoy sebagai Maya, sosok yang diteror roh halus setelah terlibat dalam ritual terlarang.
Sinopsis Film Parewangan
Perewangan bercerita tentang Maya, seorang gadis muda yang bersama keluarganya tinggal di sebuah desa kecil.
Setelah menjalani sebuah ritual untuk melindungi keluarganya dari masalah yang semakin besar, Maya justru mendapati bahwa mereka tidak hanya dilindungi, tetapi juga dihantui.
Roh perewangan yang dipercaya membantu dan menjaga orang yang "memanggilnya" mulai mengganggu kehidupan Maya dan keluarganya. Makhluk tersebut kerap muncul dalam wujud yang menyeramkan, membuat keluarga Maya mengalami kejadian-kejadian aneh dan tak terjelaskan.
Maya yang semula skeptis akhirnya percaya bahwa perewangan ini bukan sekadar mitos ketika ibunya (diperankan Shanty) mulai bertingkah aneh, bahkan kerap kerasukan.
Di tengah ketakutan yang mencekam, Maya berusaha mengakhiri teror tersebut, meskipun harus menghadapi kenyataan pahit bahwa roh tersebut tidak mudah dikendalikan.
Review Film Parewangan
Salah satu poin yang menarik dari Perewangan adalah akting para pemainnya, terutama Shanty, yang tampil total sebagai ibu Maya. Dikenal sebagai penyanyi, Shanty berhasil membawa karakter ini dengan emosi yang dalam, membuat penonton merasa dekat dengan penderitaan dan ketakutannya.
Penggunaan bahasa Jawa dalam dialog menjadi nilai tambah yang memperkuat unsur lokal dalam film ini. Meskipun belum sempurna, penggunaan bahasa tersebut memberi kesan autentik yang unik dalam dunia film horor Indonesia.
Dari segi visual, Perewangan berhasil membuat penonton merasakan kengerian melalui sudut pandang kamera yang intens.
Penggunaan first-person point-of-view (POV) menciptakan pengalaman imersif, seolah penonton adalah bagian dari kejadian horor tersebut. Teknik ini sukses menciptakan ketegangan tanpa berlebihan, membantu membangun atmosfer mencekam yang tidak mudah dilupakan.
Desain makhluk halusnya pun dirancang dengan baik. Roh perewangan digambarkan dengan detail yang halus, tetapi tetap mengancam. Teror ini tidak hanya pada visual makhluk halusnya tetapi juga melalui suasana dan musik yang mendukung elemen mistis Jawa.
Film ini tidak berlebihan dalam penggunaan jumpscare, tetapi mengandalkan atmosfer dan ketegangan alami. Jumpscare yang ada terasa pas dan tepat sasaran, tidak dibuat hanya untuk mengagetkan.
Namun, kelemahan dari Perewangan terdapat pada bagian akhir. Banyak penonton merasa bahwa adegan terakhir, yang menggambarkan roh yang merasuki ibu Maya dapat diakhiri dengan mudah, kurang logis dan antiklimaks setelah ketegangan sepanjang film.
Perewangan adalah sajian horor lokal yang patut ditonton. Dengan cerita yang kental nuansa Jawa, visual yang mendalam, dan akting yang solid, film ini menawarkan pengalaman horor yang berbeda.
Meski ending-nya kurang memuaskan, Perewangan tetap memberikan sensasi menegangkan yang cocok untuk pencinta horor supranatural di layar lebar. Buruan ditonton!