Peran dan aktivitas ulama perempuan Madura dipandang sebagai hal yang wajar dan biasa saja. Kewajaran itu karena berangkat dari pandangan umum bahwa berbagai kegiatan yang telah dilakukan nyai (ulama perempuan) adalah untuk melengkapi kiprah kiai, bahkan dianggap sebagai bagian dari ibadah yang kurang signifikan dan etis untuk ditunjukkan, diakui, apalagi dipublikasikan, sehingga kontribusi nyai dalam keulamaan menjadi minim diketahui, dipahami, dan diperhitungkan publik.
Kehadiran buku Ulama Perempuan Madura ini, dapat membuka cakrawala pemahaman tentang fenomena otoritas ulama perempuan Madura, sehingga dapat menjadi penelitian bersejarah dalam publikasi kecemerlangan perempuan sebagai ulama di Indonesia.
Di tengah masyarakat yang sebagian besar masih berada di kelas menengah ke bawah atau masyarakat yang masih banyak tinggal di daerah-daerah pedalaman Madura, sosok para nyai Madura ternyata gigih dan serius dalam mengajarkan ilmu agama dan ilmu-ilmu akidah bagi perempuan.
Nyai Madura dengan tampilan dan cara yang berbeda-beda berjuang untuk membawa perempuan Madura lebih berwawasan dan tidak terpuruk dalam pengetahuan yang sedikit membuat mereka semakin tergerus oleh kemiskinan di wilayahnya yang tidak makmur.
Nyai Madura mendedikasikan hidupnya untuk bermanfaat bagi sesama. Membangun semangat yang luar biasa dalam mengajar, mendidik dan mengayomi santri-santri, jamaah dan masyarakat.
Mereka, ulama perempuan Madura, mengenalkan kepada anak-anak huruf alif dan seterusnya sehingga bisa mahir membaca Al-Qur'an. Mereka juga membekali akhlak kepada generasi muda, mendengarkan curahan hati ibu-ibu yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, bahkan mereka menuntun para lansia yang masih punya energi untuk rajin beribadah. (Halaman 5).
Bagi mayoritas masyarakat Madura, ulama perempuan kurang dimunculkan (bukan tidak dimunculkan). Sejauh saya memandang, selama ini yang kerapkali tampil di berbagai kesempatan adalah ulama dari kaum laki-laki. Baik dalam membimbing masyarakat lewat acara pengajian akbar, maupun dengan duduk di kursi kepemerintahan.
Padahal, ulama perempuan atau para nyai tersebut mempunyai peran yang signifikan dalam melakukan negosiasi sosio-kultural, sekalipun ketokohannya sering dianggap tidak sentral di dalam masyarakat patriarki di Madura.
Tidak signifikannya peran dan kiprah nyai tersebut karena aktivitas dan peran nyai dipahami sebagai bentuk pengabdian dan ketaatan yang sudah semestinya dilakukan oleh seorang nyai sebagai pendamping kiai.
Buku ini banyak mengurai tentang otoritas dan relasi gender nyai dengan kiai, nyai Madura sebagai feminis muslim Indonesia, tipologi nyai Madura, dan lain sebagainya.
Buku ini sangat cocok bagi kita yang ingin belajar tentang ulama perempuan di Pulau Garam ini. Sementara di kalangan masyarakat umum Madura, mereka belum terbiasa dengan ulama berjenis kelamin perempuan. Padahal ulama perempuan Madura tidak pernah gentar untuk mempertahankan tradisi dan segala aspek kehidupan.
Selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Ulama Perempuan Madura - Otoritas dan Relasi Gender
Penulis: Hasanatul Jannah
Penerbit: IRCiSoD
Cetakan: I, Oktober 2020
Tebal: 344 Halaman
ISBN: 978-623-7378-83-9
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.