Membaca karya sastra tentu dapat membuat kita terhibur sekaligus dapat menjadi bahan perenungan bagi diri kita. Hal tersebut tentu disebabkan karena karya sastra tidak diciptakan secara asal-asalan, melainkan diciptakan dengan penuh kematangan pemikiran, perasaan, dan teknik penulisan.
Berbicara mengenai karya sastra, pada kesempatan kali ini saya akan mengulas sebuah karya sastra yang berupa novelet karya seorang sastrawan asal Lebanon, yang dengan karya-karya sastranya menjadikan beliau sebagai salah satu sastrawan paling berpengaruh pada abad ke-20. Penasaran dengan karya sastra yang akan saya ulas? Mari, simak ulasan ini sampai tuntas.
Karya sastra yang akan saya ulas pada kesempatan kali ini ialah sebuah karya sastra yang berupa novelet dengan judul Sayap-sayap Patah, yang ditulis oleh salah satu sastrawan ternama asal Lebanon, yakni Kahlil Gibran. Adapun novelet Sayap-sayap Patah ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1912 oleh media percetakan Meraat-ul-Gharb, yang merupakan perusahaan media cetak berbahasa Arab yang berlokasi di New York.
Sementara itu, setelah cetakan yang pertama, novelet yang memiliki judul asli Al-Ajniha Al-Mutakassira ini dialihaksarakan dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, dengan judul The Broken Wings. Barulah setelah dialihaksarakan dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, novelet ini banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, salah satunya ialah bahasa Indonesia, yakni dengan judul Sayap-sayap Patah.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, novelet ini pun memiliki beragam versi, salah satunya ialah yang diterjemahkan oleh sastrawan Sapardi Djoko Damono, dan yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2021 oleh penerbit Bentang Pustaka.
Novelet Sayap-sayap Patah karya Kahlil Gibran ini bercerita tentang seorang pemuda yang hidup di ibukota Lebanon, Beirut, yang merasakan manis dan pahitnya cinta dalam kisah asmaranya. Pada awal novelet ini, tokoh pemuda sekaligus narator dalam novelet ini menceritakan bagaimana perasaan dan kehidupannya di masa mudanya sebelum dirinya mengenal cinta, yang kemudian datang kepadanya dalam diri seorang perempuan yang bernama Selma Karamy.
Sementara itu, perempuan yang bernama Selma Karamy tersebut merupakan putri tunggal dari seorang pria kaya raya yang bernama Faris Effandi Karamy, yang merupakan sahabat dari mendiang ayah pemuda tersebut. Oleh karena itu, karena merasa memiliki ikatan kekerabatan, hubungan antarketiga tokoh tersebut pun menjadi akrab; dan dengan demikian memunculkan benih-benih cinta di antara dua insan muda tersebut, yaitu tokoh pemuda dan Selma Karamy.
Seiring berjalannya waktu, tokoh pemuda dalam novelet ini sering menyambangi kediaman Selma Karamy, atas undangan dari ayahnya. Kemudian, tatkala cinta mulai bersemi di antara tokoh pemuda tersebut dan Selma Karamy, prahara pun muncul. Prahara tersebut disebabkan oleh karena seorang pemuka agama Kristen yang bernama Uskup Bulos Galib berniat untuk menikahkan Selma Karamy dengan keponakannya, yaitu Mansour Bey Galib.
Sementara pada saat itu di Lebanon, kebanyakan orang mengetahui bahwa kebanyakan pemuka agama di Timur Tengah berniat untuk memperkaya keturunan laki-lakinya dengan cara menikahkannya dengan anak orang kaya; dan siapapun yang menolak ajakan atau perintah dari para pemuka agama tersebut pasti dikucilkan dari masyarakat. Oleh karena itu, demi menjaga martabat dan keselamatan dirinya dan putri tunggalnya, Farris Effandi Karamy yang merupakan orang kaya raya di Beirut tidak bisa menolak perjodohan antara putri tunggalnya dengan keponakan sang uskup.
Singkat cerita, setelah perjodohan tersebut, tokoh pemuda dalam novelet ini patah hati, begitupun dengan Selma Karamy. Namun, keduanya hanya bisa menjalani takdir yang telah ditetapkan kepada mereka, sembari berharap bahwa mereka akan bersatu kembali. Kemudian, beberapa waktu setelah pernikahan antara Selama Karamy dengan Mansour Bey Galib, Farris Effandi Karamy tutup usia karena sakit.
Dengan demikian, seluruh harta warisannya jatuh kepada Mansour Bey Galib. Setelah itu, untuk mengobati rasa rindu dan penderitaan di antara tokoh pemuda dan Selma Karamy, keduanya pun sering bertemu di sebuah kuil secara diam-diam. Lalu tibalah saatnya Selma Karamy harus mengorbankan nyawanya demi kelahiran anaknya, meskipun pada akhirnya anaknya pun harus meninggal dunia.
Di akhir cerita, seusai menghadiri prosesi pemakaman Selma Karamy, tokoh pemuda dalam novelet ini bertanya kepada tukang gali kubur tentang lokasi pusara Farris Effandi Karamy. Lalu tukang gali kubur tersebut menunjuk ke arah pusara Selma Karamy seraya menjawab, "Di sini, aku menempatkan anak perempuannya di atasnya, dan di dada anak perempuannya beristirahat anaknya." Setelah itu, tokoh pemuda dalam novelet ini menjadi sangat berduka, ia lalu membaringkan dirinya di atas pusara Farris Effandi Karamy, Selma Karamy, dan anak dari Selma Karamy.
Berdasarkan sinopsis novelet Sayap-sayap Patah di atas, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa tema dari novelet ini ialah romansa atau percintaan. Namun, di balik tema tersebut, terdapat berbagai aspek lainnya yang sebenarnya ingin dibahas oleh sang penulis dalam novelet ini, seperti halnya kehidupan, keilahian, moral, politik, kondisi sosial, dan kesetaraan gender.
Beberapa kelebihan yang terdapat dalam novelet Sayap-sayap Patah ini, menurut saya, antara lain ialah nuansanya yang puitis. Sebab menurut saya, bukan hanya narasi atau dialognya saja yang teramat puitis, melainkan juga setiap penggambaran suasana dalam novelet ini pun teramat puitis, sehingga penggambaran suasana yang abstrak sekalipun dapat menjadi lebih hidup.
Selain itu, kelebihan lain yang terdapat dalam novelet ini, menurut saya, antara lain ialah banyaknya aspek yang dibahas di balik tema utama, seperti halnya kehidupan, keilahian, moral, politik, kondisi sosial, serta kesetaraan gender. Namun, menurut saya, masih terdapat beberapa kekurangan dalam buku ini, antara lain ialah banyaknya metafora atau perumpamaan yang digunakan, sehingga kerap kali membingungkan pembaca dalam menangkap makna cerita serta memberikan kesan yang berlebihan kepada apa yang disampaikan.
Kendatipun demikian, menurut saya, buku ini sangat cocok untuk kalian baca, karena isinya yang memuat banyak pelajaran terkait kehidupan serta gaya bahasanya yang unik, sehingga membuat novelet Sayap-sayap Patah ini dianggap sebagai salah satu karya sastra terbaik pada abad ke-20.
Nah, itu tadi merupakan sedikit ulasan mengenai sebuah karya sastra yang berupa novelet dengan judul Sayap-sayap Patah karya Kahlil Gibran. Adapun ulasan ini merupakan ulasan saya pribadi, berdasarkan buku tersebut. Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian tertarik untuk membaca buku tersebut?