Review Buku 'Bullshit Jobs': Kritik Pedas atas Sistem Kerja Abad Ini

Sekar Anindyah Lamase | Sabit Dyuta
Review Buku 'Bullshit Jobs': Kritik Pedas atas Sistem Kerja Abad Ini
Buku Bullshit Jobs (Gramedia)

Pernahkah terpikir, berapa banyak orang di luar sana yang setiap hari bekerja keras, namun bahkan mereka sendiri tidak memahami apa tujuan sebenarnya? 

Bangun pagi, terjebak macet, duduk berjam-jam di depan layar komputer, mengerjakan tugas-tugas yang jika ditelusuri lebih jauh... hilang pun mungkin tidak akan membawa dampak apa-apa bagi siapa pun. 

Kurang lebih itulah gambaran besar yang dibahas dalam buku "Bullshit Jobs" karya David Graeber. Dari buku ini, Graeber menarik pembaca bukunya untuk kembali memikirkan makna pekerjaan dan mengapa semakin hari, semakin banyak pekerjaan yang sekadar menjadi formalitas tanpa tujuan yang jelas.

David Graeber memperkenalkan istilah bullshit jobs untuk menyebut jenis pekerjaan yang sebenarnya tidak memberikan kontribusi berarti. Bahkan, mereka yang menjalaninya pun kerap merasa bingung dan mempertanyakan, "Sebenarnya, apa manfaat dari pekerjaan ini?'

Menariknya, konsep ini bukan sekadar teori tanpa dasar. David Graeber mengumpulkan berbagai kisah nyata dari individu yang merasa waktunya habis hanya untuk pekerjaan yang jika menghilang sekalipun, tidak akan membawa perubahan signifikan.

Ada pekerjaan yang hanya bertugas membuat atasan terlihat sibuk, ada pula yang sekadar mengurus dokumen yang tidak pernah digunakan, hingga pekerjaan yang keberadaannya semata-mata untuk menutupi kekacauan dalam sistem yang semestinya tidak perlu ada. Kondisi ini mencerminkan betapa tidak masuk akalnya realitas kerja di era modern.

Namun semakin dalam pembahasan buku ini, semakin terlihat bahwa permasalahan yang diangkat bukan sekadar tentang rasa jenuh terhadap pekerjaan atau kelelahan dalam rutinitas.

Lebih jauh, "Bullshit Jobs" merupakan kritik tajam terhadap sistem kerja modern yang semakin absurd. Coba bayangkan, profesi-profesi yang jelas membawa manfaat nyata seperti perawat, guru, hingga petugas kebersihan justru sering kali dipandang sebelah mata dan mendapatkan upah rendah.

Sementara itu, pekerjaan yang minim kontribusi, seperti sekadar menghadiri rapat atau menjadi penghubung administratif tanpa urgensi, justru dihargai tinggi dengan status sosial yang prestisius. Kondisi ini menunjukkan betapa timpangnya sistem penghargaan yang saat ini telah menjadi budaya umum.

Oleh karena itu, "Bullshit Jobs" bukan sekadar buku yang relevan bagi mereka yang merasa lelah dengan pekerjaannya, melainkan juga bagi siapa pun yang ingin memahami mengapa kehidupan modern tampak semakin sibuk, namun justru terasa semakin hampa.

Penyampaian yang ditulis David cukup lugas namun tetap tajam, yang mana, ini mampu membuat kita merenung: apakah bekerja hanya sebatas memperoleh penghasilan, atau seharusnya memiliki makna yang lebih besar?

Sebab jika dipikirkan lebih jauh, apa gunanya menghabiskan tenaga dan waktu untuk sesuatu yang bahkan tidak membawa arti, baik bagi diri sendiri maupun orang lain?

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak