Review Film When Marnie Was There: Menghanyutkan dan Menyentuh

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Review Film When Marnie Was There: Menghanyutkan dan Menyentuh
Poster Film When Marnie Was There (Netflix)

Ada sesuatu yang langsung terasa hangat tapi juga getir saat menonton Film When Marnie Was There (Omoide no Mn, 2014 untuk penayangan di Jepang). Film yang disutradarai Hiromasa Yonebayashi ini seolah-olah menjadi bisikan terakhir dari Studio Ghibli sebelum mereka sempat berhenti berproduksi. 

Kisahnya mengalir lembut seperti angin di sela-sela ilalang, tapi meninggalkan pukulan emosional yang cukup dalam, terutama buat para penggemar setia studio legendaris ini.

Film ini yang diadaptasi dari novel karya Joan G. Robinson (terbit 1967) bisa Sobat Yoursay tonton di Netflix, dan menggandeng para pengisi suara ternama, yang di antaranya:

  • Sara Takatsuki sebagai Anna
  • Kasumi Arimura sebagai Marnie
  • Hitomi Kuroki sebagai Hisako
  • Nanako Matsushima sebagai Yoriko Sasaki
  • Dan masih banyak bintang pengisi suara lainnya 

Film When Marnie Was There hadir dengan durasi ±103 menit yang menyajikan visual cantik dan kisah yang menyentuh. Sampai-sampai Meraih penghargaan kategori Best Animated Feature di Chicago International Children's Film Festival 2015. 

Seperti apa kisahnya? Sini kepoin lebih lanjut!

Sekilas tentang Film When Marnie Was There

Ceritanya mengikuti Anna, gadis muda yang hidup sebagai anak asuh setelah kehilangan kedua orang tuanya. Dia pendiam, murung, dan bahkan sudah berada di titik nyaris menyerah pada hidupnya. Setelah mengalami serangan asma yang cukup parah, orangtua asuhnya memutuskan mengirim Anna ke sebuah desa di tepi laut agar dia bisa beristirahat dan menyegarkan diri. Di sanalah, perjalanan emosional Anna benar-benar dimulai.

Di desa itu, Anna terpikat pada sebuah rumah tua besar yang berdiri megah di tengah rawa, yang katanya angker. Namun, dari jendela kamar rumah itu, Anna melihat gadis pirang bernama Marnie. Mereka kemudian menjalin persahabatan yang sangat erat. Marnie dengan rambut pirang panjang dan gaun-gaun cantiknya, tampak begitu kontras dengan Anna yang berambut pendek dan selalu tampak lesu.

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan yang menghantui: Siapa sebenarnya Marnie? Apakah dia nyata? Hantu? Atau mungkin hanya sosok yang diciptakan imajinasi Anna semata? Menarik banget buat diikuti kisahnya lebih dalam lho, Sobat Yoursay!

Impresi Selepas Nonton Film When Marnie Was There 

Film ini dengan halus mengaburkan batas antara realita dan fantasi, dan membuatku sebagai penonton ikut tersesat dalam labirin emosi dan teka-teki yang disusun Yonebayashi.

Yang membuatku benar-benar terhanyut, yakni saat film ini nggak takut menyajikan tema yang gelap dan berat, terutama untuk genre animasi yang biasanya lebih ringan. 

Anna digambarkan nggak cuma anak yang sedih, tapi benar-benar berada dalam jurang depresi. Dia bahkan mengungkapkan kebencian pada dirinya sendiri. Ya, ibarat potret keputusasaan yang jarang aku temui dalam film animasi yang menyasar remaja. Justru dari titik nadir inilah, perjalanan Anna menemukan makna hidupnya kembali menjadi terasa begitu nyata. 

Secara visual, seperti biasa, Studio Ghibli nggak pernah mengecewakan. Setiap frame tampak seperti lukisan hidup—warna-warna pastel yang lembut, embusan angin yang terasa nyata, dan pantulan air rawa yang menenangkan. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan kesedihan yang samar tapi menusuk hati. 

Memasuki babak ketiga film, aku sudah benar-benar tenggelam, dan saat klimaks emosional itu datang, rasanya seperti ditarik kuat-kuat keluar dari lubuk hati yang paling dalam.

Memang, ada saat-saat terutama di paruh awal film, di mana ceritanya bergerak lambat, nyaris seperti angin sepoi-sepoi yang lewat tanpa arah. Namun, entah kenapa, aku merasa justru itulah daya tariknya. Film ini mengajak kita menikmati keheningan, meresapi kesedihan, sebelum akhirnya meledak jadi pelukan emosional di akhir cerita.

Aku pun nggak bisa memisahkan pengalaman menonton Film When Marnie Was There dari konteks besarnya, yang kala itu jadi film terakhir Studio Ghibli sebelum mereka hiatus panjang.

Maka, menontonnya terasa seperti menyaksikan tarian perpisahan, di mana setiap adegan seperti bisikan selamat tinggal yang manis tapi menyakitkan. Hubungan antara Anna dan Marnie yang saling mengisi kekosongan satu sama lain, seakan-akan melambangkan hubungan antara kita, para penonton, dengan Ghibli itu sendiri.

Kalau Sobat Yoursay penggemar berat Ghibli atau sekadar pencinta kisah tentang pencarian jati diri yang dibungkus dalam visual seindah mimpi. Film When Marnie Was There layak kamu resapi. Selamat nonton ya. 

Skor: 4,2/5

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak