Kalau bicara soal Studio Ghibli, mayoritas orang pasti langsung teringat dengan dunia fantasi Hayao Miyazaki; ada naga, penyihir, atau makhluk-makhluk ajaib yang menghidupkan layar.
Namun, saat menonton Film Only Yesterday (Omohide Poro Poro) yang diproduksi Studio Ghibli dan dibesut Isao Takahata yang dirilis tahun 1991 di Jepang, rasanya seperti menikmati kisah yang bicara pelan tapi menusuk hati begitu dalamnya.
Film ini didukung bintang pengisi suara yang kece, lho. Ada Miki Imai sebagai Taeko dewasa, Youko Honna sebagai Taeko kecil, Toshir Yanagiba sebagai Toshio, dan masih banyak lagi.
Selepas nonton, aku bisa bilang, film animasi ini merupakan drama slice of life, yang mana saat nonton kayak lagi membuka perlahan album foto masa kecil, sambil tersenyum, kadang mengernyit, dan nggak jarang hati terasa nyeri.
Kayak apa sih kisahnya? Sini kepoin!
Sekilas tentang Film Only Yesterday
Ceritanya mengikuti Taeko Okajima, perempuan lajang berusia 27 tahun yang hidup dan bekerja di Tokyo sebagai pegawai kantor biasa di tahun 1982
Di tengah rutinitas kota yang serba cepat, Taeko merasa jenuh dan memutuskan mengambil cuti panjang. Dia memilih libur ke pedesaan Yamagata, membantu keluarga jauh memanen bunga safflower.
Namun perjalanan itu bukan sekadar liburan biasa. Di setiap langkah, kenangan masa kecil Taeko yang terjadi di tahun 1966 perlahan muncul kembali.
Sobat Yoursay akan melihat potongan-potongan hidup Taeko kecil yang sederhana tapi begitu relatable. Misalnya saat pertama kali mencicipi buah nanas yang eksotis, rasa pahit saat di-bully teman sekolah, hingga pertengkaran kecil dengan kakaknya yang ternyata membekas sampai dewasa.
Di pedesaan, Taeko juga mulai dekat dengan Toshio (disuarakan oleh Toshir Yanagiba), petani muda yang punya pandangan hidup sederhana, dan secara perlahan membantu Taeko merefleksikan masa lalunya demi menentukan arah masa depannya.
Kisahnya semenenangkan itu deh! Gimana dengan kesan keseluruhan filmnya? Sini kepoin lagi!
Impresi Selepas Nonton Film Only Yesterday
Jujur saja, di awal aku sempat merasa ceritanya berjalan lambat. Nggak ada naga, nggak ada penyihir, bahkan konflik besar pun nyaris nggak ada. Kisahnya tuh kayak ngajak aku, untuk benar-benar duduk diam, menatap langit, dan merenung tentang diri sendiri.
Aku pribadi sangat tersentuh dengan bagaimana film ini menampilkan inner child Taeko. Momen-momen kecil seperti rasa kecewa saat orangtua nggak mengizinkan liburan ke desa, atau rasa malu saat pertama kali disukai lawan jenis, mengingatkan aku pada luka-luka kecil yang ternyata masih ada sampai sekarang. Rasanya seperti diajak ngobrol sama versi kecil diriku sendiri.
Secara visual, Takahata menggunakan teknik watercolor background untuk bagian masa lalu, yang membuat nuansanya terasa dreamy dan melankolis. Sementara adegan masa kini digambar lebih solid, menandakan Taeko dewasa sedang berusaha berdiri di atas kenyataan hidupnya. Musiknya? Jangan lewatkan lagu penutup ‘The Rose’ versi Jepang yang dibawakan Harumi Miyako, Itu semacam pelukan hangat yang menyempurnakan perjalanan emosionalnya.
Bagiku, ‘Only Yesterday’ tuh film dewasa yang secara lembut bicara soal healing. Tentang bagaimana kita nggak bisa terus menengok ke belakang, tapi juga nggak bisa maju tanpa berdamai dengan kenangan itu. Takahata seolah-olah berkata, "Lihatlah, luka kecilmu itu fakta, tapi kamu tetap bisa memilih masa depanmu."
Film ini jadi semacam mudik hati buatku dan (mungkin) juga buat Sobat Yoursay. Jika kamu penasaran dan mau nonton, bisa cek Netflix ya.
Skor: 3,5/5
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE