Review Film Being Maria: Kisah Pilu Aktris Muda yang Dunia Lupa

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review Film Being Maria: Kisah Pilu Aktris Muda yang Dunia Lupa
Poster film Being Maria (IMDb)

Kalau membahas soal skandal besar di dunia film, ‘Last Tango in Paris’ pasti nggak pernah absen disebut. Di balik ketenaran film itu, tersimpan kisah pahit tentang Maria Schneider, aktris muda yang jadi korban eksploitasi dalam industri yang seharusnya merayakan seni. 

Mengejutkannya, kali ini Sutradara Jessica Palud menghadirkan film Being Maria, sebuah biopik yang berani membongkar luka lama itu ke permukaan, yang diadaptasi dari buku Ma Cousine Maria Schneider karya Vanessa Schneider (sepupu Maria), dengan skripnya ditulis sama si sutradara bareng Laurette Polmanss.

Film ini menampilkan Anamaria Vartolomei sebagai Maria Schneider, dengan Matt Dillon memerankan Marlon Brando, serta aktor-aktor Prancis ternama, di antaranya:

  • Yvan Attal sebagai Daniel Gélin (ayah Maria)
  • Marie Gillain sebagai Marie-Christine Schneider (ibu Maria)
  • Céleste Brunnquell sebagai Noor (pasangan Maria)
  • Giuseppe Maggio sebagai Bernardo Bertolucci
  • Stanislas Merhar sebagai Berhmann
  • Jonathan Couzinié sebagai Michel Schneider (paman Maria)
  • Dan masih banyak bintang pendukung yang ikut menghidupkan kisah ini.

Seperti apa kisah sebenarnya? Yuk, simak bareng!

Sekilas tentang Film Being María

Film yang tayang perdana di Festival Film Cannes 2024 mengisahkan Maria Schneider (Anamaria Vartolomei) merupakan aktris muda 19 tahun yang awalnya punya harapan besar di dunia film. Terlahir sebagai anak dari aktor terkenal Daniel Gélin (Yvan Attal), Maria tumbuh dalam bayang-bayang keluarga yang retak. 

Hidupnya berubah saat dia di-casting untuk Film Last Tango in Paris besutan Sutradara Bernardo Bertolucci yang mempertemukannya dengan aktor Marlon Brando (Matt Dillon).

Awalnya, Maria mengira itu adalah kesempatan emas untuk melambungkan kariernya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. 

Dia dipaksa menjalani adegan intim yang nggak pernah disepakati sebelumnya, termasuk adegan "mentega" yang kontroversial itu (momen yang pada akhirnya membuat Maria trauma seumur hidup). 

Seiring durasi bergulir, film ini menggambarkan bagaimana industri film saat itu menekan Maria, hingga membuatnya kesulitan melanjutkan karier. Namun, film Being Maria nggak berhenti di sana. Film ini juga menyoroti perjuangan Maria untuk bangkit, bersuara, dan mengutuk praktik abusif yang telah merusak hidupnya.

Gila banget sih kisah nyata ini. Gimana dengan kesan keseluruhan filmnya? Sini kepoin lagi!

Impresi Selepas Nonton Film Being Maria

Sebagai penonton yang sudah cukup lama mengikuti cerita di balik layar film Last Tango in Paris, aku merasa film Being Maria ngasih perspektif yang sangat manusiawi. 

Jessica Palud menyutradarai film ini dengan rasa empati yang kuat. Dia nggak cuma membongkar skandal, tapi benar-benar mengajak aku masuk ke dunia batin Maria (remaja yang polos, bermimpi besar, lalu dihancurkan orang-orang yang dia percayai. 

Anamaria Vartolomei tampil luar biasa di sini. Dia berhasil menangkap transformasi Maria, dari gadis muda yang ceria menjadi perempuan yang getir dan penuh luka.

Tatapan matanya di tiap adegan benar-benar berbicara tanpa perlu dialog panjang. Matt Dillon pun cukup meyakinkan sebagai Brando, sosok aktor besar yang di satu sisi menawan, tapi di sisi lain penuh bayang-bayang gelap.

Jujur, aku marah sekaligus sedih menonton bagaimana Maria diperlakukan dalam proses syuting. Adegan-adegan di balik layar film Last Tango in Paris divisualisasikan dengan dingin dan tajam, memperlihatkan bagaimana batas antara seni dan pelecehan bisa begitu kabur.

Salut banget deh buat keberanian film ini dalam mengangkat suara yang dulu dibungkam. Di tengah dunia perfilman yang kini mulai lebih sadar soal isu pelecehan seksual dan hak-hak bintang peran, film ini terasa sangat relevan. Dan juga jadi pengingat: Dunia film pernah (dan mungkin masih) punya sisi gelap yang harus terus dikritisi.

Secara sinematografi, film ini punya gaya yang intim. Kamera sering menempel dekat dengan wajah Maria, seolah-olah mengajak diriku merasakan setiap emosi yang dia lalui. Musiknya pun nggak berlebihan, cukup mendukung suasana tanpa mendramatisir secara berlebihan.

Bagiku, ‘Being Maria’ film penting tahun ini. Memang kisahnya membuka luka yang mungkin nggak nyaman ditonton, tapi justru karena itu film ini terasa jujur dan menyentuh. Ini adalah penghormatan untuk Maria Schneider, yang sempat dipinggirkan sejarah, tapi kini suaranya bergema kembali lewat film ini.

Kalau Sobat Yoursay pencinta film biopik atau ingin tahu sisi lain dari dunia sinema yang jarang disorot, film Being Maria layak masuk daftar tontonanmu.

Skor: 4/5

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak