Review Film Jane Austen Wrecked My Life: Saat Terlalu Nyaman dalam Fiksi

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review Film Jane Austen Wrecked My Life: Saat Terlalu Nyaman dalam Fiksi
Poster Film Jane Austen Wrecked My Life (IMDb)

Bagaimana kalau kita terlalu mencintai novel sampai lupa cara hidup yang sebenarnya? Pertanyaan itulah yang diam-diam menghantui bila nonton film drama romantis bernuansa tenang dan dengan bumbu humor tipis yang berjudul: Jane Austen Wrecked My Life (2024). 

Judul internasionalnya memang Jane Austen Wrecked My Life, tapi judul aslinya: Jane Austen a gâché ma vie (bahasa Prancis). Dan harus diakui, jadi alasan utama kenapa (mungkin) ada penonton bertahan menyaksikan kisahnya yang terbilang hangat, pelan, dan mengena.

Penasaran dengan kisahnya? Sini kepoin terus!

Sekilas tentang Film Jane Austen Wrecked My Life 

Film yang disutradarai Laura Piani, lalu diproduksi Les Films du Veyrier dan Sciapode (dua rumah produksi asal Prancis), dan didistribusikan secara internasional sama Sony Pictures Classics, rupanya menghadirkan kisah tentang Agathe Robinson (Camille Rutherford), perempuan Prancis yang bekerja sebagai penjaga toko buku sambil membesarkan keponakannya bersama sang adik.

Hidupnya tenang, sunyi, tapi juga membeku. Agathe tuh bukan tokoh yang cerewet atau terlalu ekspresif. Justru dia tertutup, canggung, dan mewakili sebagian orang yang hidup di dunia nyata lho. 

Sampai suatu hari, dia terpilih mengikuti program penulisan di pedesaan Inggris, yang bertemakan Jane Austen. Bagi Agathe yang mencintai buku-buku Austen seumur hidupnya, ini semacam ziarah suci.

Nah, residensi penulisan inilah yang membuka lembar baru dalam hidup Agathe. Dia bertemu Oliver (Charlie Anson), pria Inggris yang sinis terhadap segala hal yang berkaitan dengan Jane Austen. Ironisnya, Oliver adalah keturunan langsung sang penulis legendaris itu. 

Hubungan mereka di awalnya seperti teh pahit tanpa gula. Tawar, kaku dan agak menyebalkan. Namun lama-lama, obrolan tentang sastra, perdebatan tentang cinta dan idealisme, mulai menumbuhkan sesuatu di antara mereka.

Sebenarnya sih, kisah manis Agathe dan Olivier bikin agak gelisah sih, dan bikin hati sebagian penonton mungkin akan terpecah. 

Gini lho, soalnya sebelum Agathe pergi ke Inggris, dia sempat mencium sahabatnya, Félix (Pablo Pauly), yang selama ini jadi orang terdekat dan pengertian dalam hidupnya. Ciuman itu bukan sekadar ciuman, itu adalah perasaan yang nggak diungkap, dan yang kemudian menggantung sepanjang film.

Jadi, apakah film ini kehilangan daya pikatnya karena ada kisah cinta yang (kayaknya) sengaja nggak diselesaikan dengan jelas? Sini simak terus ya!

Impresi Selepas Nonton Film Jane Austen Wrecked My Life. 

Di sepanjang film, aku merasa kayak lagi nonton diri sendiri yang duduk diam di pojok ruangan, mengamati orang, menulis puisi yang nggak akan pernah dibaca siapa pun!

Film ini menyimpan pelan-pelan perasaan. Nggak ada ledakan drama. Nggak ada tabrakan emosi yang meledak-ledak. Justru semua terasa seperti surat panjang yang ditulis dengan hati-hati, kalimat demi kalimat. 

Dan di sini aku dibawa dan diperlihatkan perjalanan Agathe yang nggak cuma belajar menulis, tapi belajar berani mengirimkan tulisannya. Sama seperti dia harus belajar membuka hatinya pada cinta yang selama ini dia kira cuma bisa hidup di halaman novel.

Aku aslinya tersentuh banget waktu Agathe, tanpa sengaja, mengirimkan rekaman suaranya, yang seharusnya cuma latihan monolog penulisannya, tapi terkirim ke Félix. Di situlah sebenarnya, ketika seluruh isi hatinya yang terpendam terdengar paling jujur.

Ada banyak momen kecil yang nggak bisa aku lupakan begitu saja. Saat Agathe membaca ulang surat dari ayahnya yang dulu mengajarkan cinta lewat literatur; saat dia duduk sendiri di kamar, melihat orang-orang menulis tapi nggak bisa menggerakkan penanya sendiri; atau saat dia harus memutuskan untuk jujur kepada Félix, kepada Oliver, dan yang paling sulit kepada dirinya sendiri.

Tenang saja Sobat Yoursay, aku nggak akan spoiler pilihan akhir Agathe, tapi satu hal yang aku suka, film ini nggak memaksakan resolusi yang sempurna. Bukan cinta yang menyelamatkannya. Bukan pria yang mengubah hidupnya. Namun keberaniannya sendiri.

Kalau Sobat Yoursay pernah merasa lebih nyaman hidup di dunia fiksi, kayaknya film ini cocok deh. 

Skor: 3/5

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak