Pernahkah Sobat Yoursay membayangkan jatuh cinta di negeri sendiri, lalu harus memulai hidup baru di negeri asing, yang membuatmu harus beradaptasi dengan budaya, nilai, dan pandangan hidup di sana? Itulah yang dialami Herra, tokoh utama dalam film animasi ‘My Sunny Maad’ (judul asli Moje slunce Mad) yang tayang di KlikFilm. Sebuah kisah cinta lintas budaya yang berubah jadi perjalanan batin.
Disutradarai Michaela Pavlátová, animator asal Ceko yang pernah dinominasikan Oscar lewat film pendek ‘Words, Words, Words’ (1991), ‘My Sunny Maad’ rupanya adaptasi dari novel karya Petra Procházková, si jurnalis perang yang lama meliput di Afghanistan.
Film ini diproduksi Negativ (Republik Ceko), bekerja sama dengan Les Films du Cygne (Prancis) dan BFILM (Slovakia). Nggak heran, visualnya mencerminkan gaya Eropa Timur yang khas, misalnya dalam palet warna pastel yang kalem, karakter dengan garis ekspresif, dan tata artistik yang cenderung sederhana simpel tapi berkesan.
Sekilas tentang Film My Sunny Maad
Film yang memenangkan César Award 2023 untuk Film Animasi Terbaik, dan sempat masuk nominasi Golden Globe 2022 dalam kategori yang sama, mengisahkan sosok Herra (disuarakan sama Zuzana Stivínová dalam versi Ceko).
Hera tuh perempuan muda asal Republik Ceko yang jatuh cinta pada Nazir, mahasiswa asal Afghanistan yang menawan dan berpikiran terbuka. Mereka bertemu saat kuliah di Praha. Hubungan mereka berkembang pesat hingga akhirnya Herra memutuskan untuk menikah dan ikut Nazir kembali ke Kabul, pasca jatuhnya rezim Taliban.
Namun, Kabul bukanlah Praha. Setibanya di sana, Herra langsung dihadapkan pada budaya yang sangat berbeda.
Herra harus tinggal serumah dengan keluarga besar Nazir—di mana setiap sudut rumah menyimpan aturan nggak tertulis, dan setiap langkah perempuan senantiasa diawasi.
Ada kakeknya Nazir yang bijak dan toleran, tapi ada juga Kaiz, saudara ipar Nazir yang kasar, patriarkal, dan seringkali melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Herra pun mengalami kejutan budaya dan tekanan sebagai perempuan asing yang harus menyesuaikan diri dalam sistem yang nggak memberinya ruang untuk jadi dirinya sendiri.
Konflik memuncak saat Herra dan Nazir mengadopsi Maad, anak laki-laki tunawisma dengan kebutuhan khusus. Di sinilah cinta dan nilai-nilai idealis yang dulu menyatukan mereka mulai diuji realita hidup, nilai-nilai keluarga, dan bayang-bayang konservatisme yang kian kuat.
Impresi Selepas Nonton Film My Sunny Maad
‘My Sunny Maad’ awalnya membuatku cukup antusias. Visualnya memang sangat indah. Terlepas gaya animasinya nggak terlalu detail, tapi itulah yang membuat emosi lebih terasa lepas. Karakter-karakternya digambar dengan lembut, lanskap Kabul digambarkan nggak kayak kota perang yang kelam, tapi sebagai ruang hidup yang kompleks dan manusiawi.
Sayangnya, semakin masuk ke dalam cerita, aku mulai merasa terputus dari para karakternya. Herra, meskipun jadi tokoh utama, nggak pernah benar-benar terasa hidup di mataku. Motivasi dan pikirannya kerap diceritakan, tapi rasanya cuma di permukaan doang. Konflik batinnya terasa dangkal, padahal dia berada dalam situasi yang luar biasa rumit.
Bazir pun demikian. Di awal digambarkan sebagai sosok yang modern dan suportif, tapi seiring berjalannya waktu, dia perlahan berubah jadi pria yang tunduk pada nilai-nilai patriarki. Sayangnya, perubahan itu terasa mendadak, tanpa cukup ruang emosional untuk bisa aku pahami.
Yang paling membuatku terganggu, terkait gimana film ini kadang nggak bisa memutuskan apakah film ini mau jadi drama serius atau cerita keluarga dengan nuansa ringan.
Misalnya, adegan kekerasan dalam rumah tangga ditampilkan di antara montase aktivitas harian dengan musik ceria, seolah-olah jadi bagian dari ‘warna kehidupan Kabul’ yang eksotik. Buatku, ini kesannya, kekerasan cuma jadi latar, bukan permasalahan dalam film.
Lebih mengecewakan lagi, karakter Maad, si anak berkebutuhan khusus yang jadi judul film ini, malah kayak elemen tambahan doang, bukan pusat cerita. Padahal, semestinya dari dialah cerita ini menemukan maknanya yang paling dalam. Gitu deh, film ini tampak terlalu sibuk menampilkan benturan budaya dan dinamika rumah tangga, hingga akhirnya melupakan titik emosi yang seharusnya jadi jantung narasi.
Kalau Sobat Yoursay suka film animasi dengan tema sosial dan tertarik melihat realita kehidupan pasca-Taliban dari kacamata yang berbeda, film ini bisa jadi pilihan. Namun, jika kamu mencari kedalaman emosional dan kompleksitas karakter yang benar-benar terasa, mungkin kamu akan merasa ini kurang dalam.