Ulasan Film Narik Sukmo: Ketika Tarian Jawa Jadi Gerbang Kutukan!

Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Ulasan Film Narik Sukmo: Ketika Tarian Jawa Jadi Gerbang Kutukan!
Tangkapan layar poster yang diambil dari trailer film Narik Sukmo (youtube.com/Mesari Pictures)

Narik Sukmo, film horor terbaru garapan Mesari Pictures dan JP Pictures, resmi rilis di bioskop Indonesia pada 3 Juli 2025. Diadaptasi dari novel karya Dewie Yulliantina Sofia, film ini mengusung nuansa mistis Jawa yang kental, dibalut dengan drama, misteri, dan sedikit bumbu romansa.

Disutradarai oleh Indra Gunawan dengan naskah dari Evelyn Afnilia, film ini dibintangi oleh Febby Rastanty, Aliando Syarief, dan Dea Annisa. Dengan durasi 95 menit dan rating R13+, Narik Sukmo menawarkan pengalaman horor yang nggak cuma bikin takut, tapi juga menggugah emosi dan refleksi sosial. Yuk, langsung saja simak ulasan berikut!

Film ini berpusat pada Kenara Cahyaningrum (Febby Rastanty), seorang mahasiswi pencinta tari yang lagi patah hati gara-gara diselingkuhin pacarnya dengan sahabatnya sendiri.

Untuk menyembuhkan luka, Kenara diajak sahabatnya, Ayu (Dea Annisa), buat liburan ke Desa Kelawangin, sebuah desa terpencil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tapi, begitu sampai, suasana udah nggak enak.

Hujan deras nggak berhenti, warga desa menatap Kenara dengan pandangan curiga, dan mimpi buruk tentang sosok hitam legam mulai menghantuinya. Hal yang lebih creepy, tubuh Kenara tiba-tiba menari sendiri, gerakannya mirip Tarian Narik Sukmo, sebuah tarian kuno yang konon bisa memanggil roh dan membawa kutukan.

Ketegangan meningkat ketika Kenara tanpa sengaja masuk ke kamar terlarang di rumah Ayu, yang memicu serangkaian kematian misterius di desa. Bersama Dierja (Aliando Syarief), pemuda lokal yang punya masa lalu kelam, Kenara mulai mengungkap rahasia di balik tarian ini.

Ternyata, Tarian Narik Sukmo terkait dengan kisah tragis Banyu Janggala Bagwahanta dan Ratimayu, sepasang kekasih yang jadi korban fitnah warga desa 20 tahun lalu. Cerita ini nggak cuma tentang hantu, tapi juga tentang dendam, cinta, dan pengkhianatan yang bikin aku ikut merenung.

Ulasan Film Narik Sukmo

Tangkapan layar salah satu adegan di trailer film Narik Sukmo (youtube.com/Mesari Pictures)
Tangkapan layar salah satu adegan di trailer film Narik Sukmo (youtube.com/Mesari Pictures)

Febby Rastanty benar-benar mencuri perhatian sebagai Kenara. Ini debut horornya, dan dia berhasil membawakan karakter yang kompleks dengan apik.

Dari mahasiswi patah hati sampai penari yang dirasuki, Febby menunjukkan emosi yang naik-turun dengan natural. Apalagi, dia harus belajar tarian tradisional khusus yang diciptakan oleh Elly Luthan untuk film ini—dan gerakannya bener-bener bikin merinding!

Aliando Syarief sebagai Dierja juga nggak kalah keren. Meski baru gabung syuting H-5, chemistry-nya dengan Febby bikin benih romansa di tengah kengerian terasa manis. Dea Annisa sebagai Ayu, meski perannya lebih kecil, berhasil memberi warna pada dinamika cerita.

Pemain pendukung seperti Teuku Rifnu Wikana, Kinaryosih, Yama Carlos, dan Nugie juga nggak main-main. Mereka menghidupkan karakter warga desa dengan latar belakang yang bikin cerita makin kaya.

Elly Luthan, yang juga merangkap sebagai penata gerak, menambah kedalaman pada nuansa budaya Jawa yang jadi tulang punggung film ini.

Salah satu kekuatan Narik Sukmo adalah atmosfer mencekamnya. Lokasi syuting di Yogyakarta, termasuk Hutan Wanagama, bikin suasana desa terasa hidup sekaligus angker.

Hujan deras, petir, dan bayangan-bayangan di malam hari dikemas dengan sinematografi yang apik, bikin aku sebagai penonton ikut ngerasa nggak nyaman bareng Kenara.

Sound design-nya juga juara—dari suara gamelan yang tiba-tiba menggema sampai desahan angin yang bikin bulu kuduk berdiri. Tarian Narik Sukmo itu sendiri jadi elemen visual yang kuat, dengan gerakan yang anggun tapi penuh aura mistis.

Hal yang bikin Narik Sukmo beda dari film horor biasa adalah lapisan ceritanya. Selain jumpscare dan teror supranatural, film ini menyisipkan kritik sosial tentang konflik politik dan hoaks yang memecah belah masyarakat.

Sutradara Indra Gunawan bilang, Desa Kelawangin adalah cerminan masyarakat modern yang gampang terhasut fitnah dan kepentingan kekuasaan.

Pesan ini disampaikan tanpa terasa menggurui, terutama lewat konflik masa lalu antara dua kelompok di desa yang berujung pada tragedi Banyu dan Ratimayu. Tema ini bikin film nggak cuma seram, tapi juga relevan dengan isu zaman sekarang.

Meski punya banyak kelebihan, Narik Sukmo nggak sepenuhnya sempurna. Beberapa plot twist agak terprediksi, terutama buat penggemar horor yang udah terbiasa dengan trope serupa.

Ada juga beberapa adegan yang terasa sedikit dipanjang-panjangkan, membuat tempo cerita kadang melambat. Tapi, ini nggak terlalu mengganggu pengalamanku nonton secara keseluruhan sih, karena akting, visual, dan pesan cerita berhasil menutupi kekurangan kecil ini.

Narik Sukmo adalah paket lengkap buat pencinta horor yang juga suka cerita dengan makna. Nuansa budaya Jawa, akting solid dari para pemain, dan atmosfer yang bikin deg-degan jadi nilai jual utama.

Film ini juga sukses membuktikan bahwa horor Indonesia bisa lebih dari sekadar jumpscare—ia bisa mengaduk emosi dan menyampaikan pesan sosial.

Buat yang suka film horor dengan sentuhan lokal dan cerita yang nggak cuma seram tapi juga bikin baper, Narik Sukmo wajib masuk watchlist. Jangan lupa bawa teman buat nemenin di bioskop, karena film ini bakal bikin kamu pengin pegangan tangan saking tegangnya!

Untuk rating dari aku: 8/10. Yuk, buruan cek jadwal tayang di bioskop terdekat dan siap-siap merinding bareng Kenara di Desa Kelawangin!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak